web analytics
header

EDITORIAL: Guru Besar Jangan Sekedar Gelar

Pernah suatu waktu, disela pembicaraan dengan salah satu teman, ada wacana jika salah satu pejabat Sulawesi Selatan akan diberi gelar Guru Besar oleh Fakultas Hukum. Sebut saja A. Tak dapat dipungkiri, sosok A memang banyak berjasa bagi Fakultas Hukum. Ia dikenal sebagai dosen bahkan mengepalai organisasi eksternal yang banyak memberi sumbangsih bagi fakultas. Ia pun menjadi kebanggaan karena nama dan jabatannya, Tentu dengan gelar professor di depan namanya ini kelak ia ketenaran Fakultas Hukum akan semakin naik. Namun pertanyaan sekarang? Apa kontribusi di bidang pendidikan yang ia lakukan selama ini? Hanya karena dosenkah ia diberi gelar? Apakah karena ia memberi banyak sumbangsih lalu ia sudah layak diberi gelar professor? Begitu murahnya kah gelar ini hingga diobral bagi siapa saja yang menginginkannya? 
Guru besar adalah sebuah gelar bagi mereka yang menyumbang banyak di bidang akademik. Upaya pengusulan Guru Besar ini menunjukkan suatu profesionalisme di bidang keilmuannya. Selain itu, seorang Guru Besar juga harus mampu mengintegrasikan ilmunya dengan ilmu lain secara komprehensif. Menjadi seorang professor tidaklah mudah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapat gelar ini. Di Unhas sendiri,jumlah professor terus bertambah setiap tahunnya. Fakultas hukum tercatat sebagai fakultas kedua yang memiliki guru besar terbanyak di Unhas, kurang lebih 34 guru besar. Jumlah ini merupakan jumlah guru besar kedua terbanyak se-Indonesia, setelah UI. 
Coba bayangkan jika semua guru besar ini menelurkan karyanya secara rutin. Fakultas Hukum Unhas akan jadi gudang ilmu hukum. Setiap bulannya bahkan setiap minggunya akan diadakan bedah buku terbitan baru, hasil buah pemikiran para guru besar secara bergantian. Mahasiswa tidak akan kekurangan referensi karena lengkapnya narasumber yang tersebar di semua bagian. Jurnal Amana Gappa milik Fakultas Hukum tak akan kekurangan penulis apalagi terlambat terbit, bahkan tak cukup hanya satu dua jurnal yang diterbitkan karena banyaknya yang penulis yang menyetor tulisan. Koran-koran lokal maupun nasional dihiasi nama-nama penulis artikel dari Fakultas Hukum. 
Selain itu, dengan lahirnya karya para Guru Besar dalam bentuk tulisan ini, secara tidak langsung akan memengaruhi peningkatan mutu suatu universitas. Hal ini tentunya berdampak besar terhadap eksistensi suatu universitas. Namun, realitanya jumlah guru besar yang ada tidak sebanding dengan karya yang mereka (Guru Besar, red) hasilkan. Akankah gelar Guru Besar hanya ada untuk sekadar menghiasi rentetan nama panjang setiap pelaku akademik sehingga hanya akan menghasilkan Guru Besar Hanya Nama? Entahlah, mari bersama “menunggu” karya-karya para Guru Besar!

Related posts: