web analytics
header

Indonesia Butuh Mekanisme Peradilan HAM Regional ASEAN

Diskusi publik tentang HAM di Hotel Denpasar (5/7)
Makassar, Eksepsi Online-American Bar Asociation-Rule Of Law Initiative (ABAROLI) bekerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, menggelar seminar publik bertema Penggunaan Mekanisme HAM ASEAN sebagai Mekanisme HAM Regional dalam Menyelesaikan Kasus Pelanggaran HAM di Sulawesi Selatan. Acara tersebut berlangsung pukul 09.40-13.30 Wita, di Hotel Denpasar, Makassar, Rabu (5/06). Acara yang dihadiri sekitar 50 orang dari beberapa organisasi kemahasiswaan dan kemasyarakatan yang  fokus pada permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) dimulai dengan sambutan dari Bheti Yolanda selaku Perwakilan ABAROLI dan Abdul Aziz selaku Ketua LBH Makassar. Hadir sebagai pembicara adalah Rafendi Djamin selaku wakil Indonesia untuk ASEAN Intergovermental Commission on Human Right (AICHR), Prof Aswanto selaku Dekan FH-UH, dan Febionesta selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Rafendi Djamin dalam pemaparannya mengenai mekanisme HAM ASEAN sebagai mekanisme regional meyatakan bahwa penyelesaian pelanggaran HAM di regional ASEAN terkendala belum adanya norma berupa konvensi  atau statuta HAM ASEAN. Meskipun komisi HAM ASEAN, AICHR, telah diresmikan pada Oktober 2009, namun norma yang digunakan hanya berupa The Terms of Reference (TOR)  AICHR. Hal itu juga berimbas pada ketidakjelasan tentang peradilan HAM regional ASEAN. Menurutnya, secara umum, tantangan AICHR diantaranya; mekanisme proteksi yang lemah kerena tidak memiliki mandat menerapkan sanksi, prinsip non-intervensi relatif masih kaku dan konservatif, serta polical will dari negara-negara ASEAN.
Mengenai peradilan pelanggaran HAM nasional masa lalu, Prof Aswanto mengatakan bahwa Pasal 43 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM mengamanahkan dibentuknya pengadilan HAM ad-hoc untuk mengadili kasus HAM masa lalu. Salah satu wujud dari amanah tersebut adalah pengadilan HAM ad-hoc untuk pelanggaran HAM Timor Tumur yang dibentuk tahun 2001. Meskipun demikian, melihat tidak maksimalnya peradilan HAM nasional, ia menilai penting untuk merumuskan secara baik mekanisme peradilan HAM ASEAN, yang akan mengadili pelanggaran HAM jika peradilan HAM nasional unwillingdan unable untuk sebuah kasus HAM.
Meskipun penyelesaian peradilan kasus pelanggaran HAM di Indonesia banyak yang berhenti tanpa kepastian, Febionesta menilai saat ini kesadaran bangsa Indonesia akan HAM sudah sangat baik dibanding bangsa lain. Oleh kerena itu, ia berharap agar Indonesia dapat menjadi pionir dalam mewujudkan peradilan HAM regional ASEAN. (RTW)

Related posts: