web analytics
header

Masak Nasi Tak Mampu, Kenapa Berharap Makan Nasi Goreng?

Oleh : Raniansyah
Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas Angkatan 2013

            Sendiri di kosan hari ini (Sabtu, 16 November 2013), memberiku inspirasi untuk menulis hal ini, aku begitu antusias membaca sebuah e-book berjudul “Catatan Bangsa yang Aneh” karangan Khusni Mustaqim yang kudapatkan dari blog ‘berpikirberbeda.blogspot.com’. Emosiku kian memuncak membaca setiap kata yang dirangkai begitu kritis. Aku berguman, negeri ini memang aneh, bangsa ini memang aneh, dan semua yang terjadi di Negara bernama ‘Indonesia’ ini sangat aneh. Inilah negeri kami yang aneh, negeri yang selalu mengagungkan kata-kata namun lupa untuk bertindak, negeri yang selalu bangga dengan aspirasi namun lupa untuk beraksi. Negeri omong kosong yang terlalu banyak membual, yang tidak pernah bisa ‘mengatasi masalah tanpa masalah’ seperti Pegadaian dan tidak pernah mampu ‘talk less do more’ seperti slogan salah satu iklan rokok.
***
Ilustrasi by google.com

Jangankan makan nasi goreng, menanak nasi saja tak mampu, itulah ungkapan untuk negeri yang sering disebut kaya ini (katanya), selalu bercita-cita tinggi, sering berangan kelewatan, giat berharap namun tidak pernah berusaha dan bertindak. Sering diagungkan Indonesia punya 17 ribu lebih pulau yang terbentang dari sabang sampai Merauke, terlalu sering diucapkan Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Brazil, selalu didengar berita pelajar Indonesia juara olimpiade internasional, namun apa arti semua itu bagi Indonesia?. Toh pulau-pulau kita lebih banyak dikelola perusahaan asing, bahkan akibat ketidakpedulian kita, pulau kita diklaim dan direbut oleh Negara tetangga, ingatkah kita dengan mirisnya kehilangan Sipadan dan Ligitan?, laut kita yang kaya, toh! lebih banyak dinikmati orang asing, pelajar kita yang pintar dikirim ke luar negeri untuk belajar dan mengabdi di sana, bapak Habibie yang sering kita bangga-banggakan toh! sekarang bukan warga Negara Indonesia lagi, begitu bangga memiliki gelar sarjana atau magister luar negeri karena produk sarjana lokal yah…bisa dibilang tidak mampu bersaing. Akhirnya karena ketidakbanggaan kita pada negeri sendiri, kita sendiri lebih bangga memakai produk asing dibanding produk lokal, kekayaan alam negeri ini kita percayakan pada orang asing untuk mengelola dan kita biarkan mereka menarik keuntungan sebsar-besarnya lalu kita diberi sedikit. Mahasiswa kita terlalu sering nitip absen kepada teman duduk di kelas karena malas masuk belajar, terlalu sering tugas kelompok dkerjakan oleh seorang saja, sangat terbiasa belajar hanya untuk mengejar nilai bukan mengejar ilmu, mengejar IPK 4.00 sebagai berita berharga untuk orangtua walau mereka tidak pernah tahu bagaimana kemampuan kita?

***
Apalagi yang dapat dibanggakan dari bangsa ini? Presiden cengeng, yang sering mengeluhkan gaji?, yang terlalu sering curhat sampai lupa untuk bertindak? Presiden yang bisa buat lagu namun lupa menengok kesejahteraan rakyatnya?. Itukah?. Mahasiswanya?, mahasiswa anarkis yang suka bakar kampus sendiri? Mahasiswa yang sering bentrok dengan rekan sendiri? Mahasiswa yang sering menjudge buruk mahasiswa dari daerah lain, walaupun tidak semua berperilaku demikian? Itukah? Masihkah jiwa-jiwa persatuan mahasiswa 98 ada di tanah ini, mahasiswa yang ditakuti pemerintah… BUKAN mahasiswa yang takut pada pemerintah?. Nampaknya itu hanya harapan semu, karena persatuan kita sudah terpecah dengan egoisme kedaerahan, dan kini ‘Bhinneka Tunggal Ika’ itu patut dipertanyakan. Apa yang dapat dibanggakan? Rakyatnya? Rakyat yang sering mengeluhkan banjir, namun tidak absen buang sampah sembarangan, rakyat yang sering marah-marah karena macet namun tak jarang melanggar lalu lintas, rakyat yang mengeluhkan kenaikan BBM namun tak lupa menimbun BBM untuk mencari keuntungan sendiri. Aparatur negaranya? Beberapa hari yang lalu, melalui situs berita tribunnews.com, aku membaca berita oknum polisi militer ditilang oleh polisi lalu-lintas karena menerobos jalur busway, di situs berita yang sama beberapa hari sebelumnnya terdapat berita oknum polisi lalu-lintas ditilang oleh polisi lalu lintas karena pelanggaran yang sama. Benar-benar lucu..hahaha. dan tentu tidak akan lupa dengan berita Si Akil, sang ketua Mahkamah Konsitusi yang korup dan pengguna narkoba, benar-benar memiriskan.
Apalagi yang dapat kita banggakan? Budayanya?, disaat kita dirasuki ‘hip-hop dance’  shuffle dance’ atau ‘gangnam style’ kita telah melupakan gamelan yang ternyata dipelajari oleh sebuah komunitas di London, Inggris. kita mengabaikan ‘Reog Ponorogo’ yang sempat diklaim negara asing, kita melupakan ‘Tari zaman’ yang membuat mata dunia melongo. Disaat kita asik membaca novel Harry Potter, kita lupa menengok kalau kita punya ‘La Galigo’ yang merupakan dongeng terpanjang di dunia yang teaternya dipentaskan di kanca International, sutradaranya orang asing, bukan orang Indonesia. Analoginya,.. Kita biarkan orang asing mengambil tikar kita yang sebenarnya bagus cuman jarang dicuci dan mereka mencucinya lalu membentangkannya di Negara mereka, lalu kita biarkan mereka membentangkan tikar mereka di tanah kita, tikar mereka yang sekilas terlihat bagus namun sekali dicuci akan luntur dan kusut, namun kita tidak pernah menyadari itu, karena sekolah mereka jauh lebih baik daripada kita, pendidikan mereka jauh lebih baik daripada kita, sehingga kita terlalu mudah untuk dibodoh-bodohi, Masihkah negeri raksasa ini tertidur? Ataukah kita masih mengucek-ucek mata karena baru terbangun?. Banyak yang bisa dibanggakan, namun mungkin kita memang tidak pernah mau bangga.
Ketika kita selalu berharap makan nasi goreng disaat kita belum mampu menanak nasi… Apakah pantas? 2015 tidak lama lagi kawan, ASEAN Community sudah di depan mata, itu tandanya persaingan akan semakin ketat, dan ketika kita masih tertidur, siapkah kita menjadi pembantu di negeri sendiri? Siapkah kita tinggal jadi penonton melihat orang asing menarik keuntungan sebesar-besarnya dari negeri kita, dan siapkah kita meringis kesakitan karena tak ada lagi yang dapat kita nikmati dari negara kita sendiri? Buka mata kita, dunia melirik kita, kita negeri raksasa yang masih terlelap. Andai kita seperti manusia-manusia Jepang dan China, pasti Indonesia adalah Negara terkaya, sebuah catatan yang kupetik dalam e-book ‘Catatan Bangsa yang Aneh’ yakni siapapun presiden dan pejabat pemerintah yang kita bawa untuk memerintah di Indonesia, tidak akan mampu merubah wajah negeri ini jika seluruh individu tidak berubah dari sifat buruknya, Bill Gates bukanlah pejabat pemerintah, Bill Gates bukan menteri Teknologi, tapi Bill Gates hanya orang biasa yang mau berusaha untuk negaranya. Hmm..! Andai kita berpikir seperti itu…
Makassar, 16 November 2013

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan