web analytics
header

Menuju Persatuan Organisasi Mahasiswa

                                                                  Oleh: Ramli

Organisasi kemahasiswaan merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Khusus di Fakultas Hukum Unhas (FH-UH), terdapat 12 organisasi intrafakultas. Terbagi dalam sembilan unit kegiatan mahasiswa (UKM) dan tiga lembaga kemahsiswaan. Belum lagi pelbagai organisasi ekstrafakultas. Setiap organisasi tersebut didirikan berdasarkan orientasi bidang tertentu, seperti pengadministrasian, olahraga, panulisan, dan kajian ilmiah. Variasi tersebut sangat menguntungkan bagi mahasiswa yang memiliki ragam minat untuk memilih organisasi sesuai kebutuhannya.  
Keragaman di atas dapat menjadi wadah pilihan aktualisasi diri bagi mahasiswa lingkup FH-UH, atau untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa di bidang tertentu, bukan hanya prestasi bidang akademik. Namun jika tidak disikapi secara bijak, juga sangat potensial menjadi faktor penyekat antarmahasiswa. 
Ilustrasi by. google.com

Teori konflik sosial meyatakan pengelompokan-pengelompokan rawan sebagai penyebab terjadinya konflik. Apalagi ketika pandangan yang dianut menempatkan para pihak sebagai pihak pro ataupun kontra dalam menyikapi sesuatu. Teori tersebut memang tidak berlaku dalam kehidupan berorganisasi di lingkup FH-UH, karena perbedaan orientasi mengimlikasikan benturan kepentingan antar organisasi tidak akan terjadi. Namun perbedaan orientasi tersebut menimbulkan kesan kepentingan sebuah organisasi tidak menjadi kepentingan organisasi lain. 

Setiap organisasi memang memiliki kepentingan tertentu, serta bebas merumuskan dan melaksanakan program kerja (proker) sesuai kepentingan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi. Namun terkadang proker menuntut keterlibatan organisasi lain. Nyatanya, ego organisasi masih sering menjadi penghalang sebuah organisasi turut berpartisipasi, sehingga proker terlaksana tidak seperti yang diharapkan. Akibat dari ego sektoral dari organisasi mahasiswa, menyebabkan pergerakan dari organisasi mahasiswa tersebut tidak tersruktur dan terpola dengan baik.[1]
Akar masalah
Mahasiswa sebagai agen perubahan mensyaratkan sebuah persatuan yang kuat. Sia-sia mengharapkan sebuah perubahan jika para mahasiswa masih terkotak-kotakkan dan tidak bersinergi. Kenyataannya, saat ini mahasiswa masih memiliki pandangan sempit mengenai hakekat persatuan, dengan anggapan bahwa persatuan berarti harus sama, termasuk seorganisasi. Akibatnya, beda organisasi pun terkadang menjadi pemicu konflik. Buktinya dapat dilihat dari bentrok antarmahasiswa beda organisasi ataupun beda fakultas. Mahasiswa ternyata belum mampu melihat faktor pemersatu dalam skala yang lebih luas, hingga ke skala bahwa kita harus bersatu dengan mahasiswa seluruh Indonesia di bawah ikatan ikrar yang sama, sumpah mahasiswa. Di lingkup FH-UH sendiri, persatuan mahasiswa masih rapuh, disebabkan karena masih ada anggapan bahwa kepentingan organisasi adalah urusan masing-masing pengurusnya. 
Merasa diri sebagai kumpulan mahasiswa terbaik dalam organisasi terbaik memperparah rentannya konflik. Pandangan tersebut tidak dapat dilepaskan dari doktrin ekslusifitas yang masih sering dilakukan. Masih sering terjadi, doktrin menyombongkan organisasi, bahkan secara nyata mencap organisasi tertentu sebagai organisasi “aliran sesat” atau organisasi “kacangan”. Bayangkan dampaknya secara luas jika doktrin salah seperti itu berlaku di seluruh organisasi. Setiap pengurus organisasi tertentu akan memandang sinis organisasi yang lain, dan tidak terpikirkan menjalin sebuah kerjasama.
Upaya menuju pengokohan persatuan mahasiswa juga masih kurang intensif. Terbukti dengan masih kurangnya proker organisasi yang diselenggarakan dengan menuntut keterlibatan pengurus organisasi lain sebagai peserta secara substansial, masih pada taraf pelibatan dalam acara seremonial belaka. Belakangan masih terlihat, proker yang dilaksanakan organisasi masih menggunakan pendekatan kepentingan organisasi masing-masing. Akibatnya, pengurus organisasi lain merasa tidak punya kepentingan dan tidak tertarik melibatkan diri. Keadaan itu diperparah dengan komunikasi antar organisasi yang masih kurang intensif.
Solusi terbaik 

Paradigma bahwa organisasi bukan faktor penyekat antarmahasiswa, tetapi keseluruhan suborgan yang saling membutuhkan, harus dibangun saat ini. Harus disadari bahwa dibentuknya sebuah organisasi merupakan jawaban atas sebuah kebutuhan pengembangan potensi diri secara spesifik dan professional, bukan pemisahan kepentingan. Melalui organisasi, pengembangan potensi akan berlangsung secara efaktif dan efisien, karena dilakukan secara terfokus dan kuantitas binaan lebih sedikit. Berkembangnya potensi mahasiswa dalam organisasi sangat bermanfaat bagi organisasi lain, yang suatu saat membutuhkan sebuah keahlian dalam menyelenggarakan kegiatannya. Contohnya, dalam mengawal sebuah isu oleh sebuah organisasi pergerakan, akan dibutuhkan pementasan teatrikal oleh organisasi kesenaian, pematangan konsep melalui organisasi kajian, dan pembuatan selebaran oleh organisasi penulisan kritis.
Mewujudkan organisasi yang saling mendukung menuntut kesediaan pengurus setiap organisasi untuk menganut pandangan faktor pemersatu dalam skala yang lebih luas. Misalnya pandangan bahwa kita adalah kesatuan organisasi mahasiswa FH-UH yang punya tanggung jawab sama dalam mengawal isu-isu penegakan hukum, sehingga harus dibangun persatuan secara baik agar pengawalan isu tersebut mencapai tujuan yang diharapkan. Kekuatan mahasiswa akan lebih besar jika mengambil skala yang lebih luas lagi, misalnya kesatuan mahasiswa Unhas, kesatuan mahasiswa Kota Makassar, hingga kesatuan mahasiswa Indonesia.
Sebagai langkah awal menuju persatuan mahasiswa lintas organisasi, kesediaan dan kesanggupan pengurus organisasi untuk menyusun dan menyelenggarakan proker yang mencakup kepentingan pengurus organisasi lain harus diwujudkan. Perwujudannya dapat berupa penyelenggaraan diskusi dengan membahas kepentingan mahasiswa lintas organisasi. Di lingkup FH-UH, misalnya diskusi membahas permasalahan hukum yang tentu tidak mengenal sekat organisasi.
Akhirnya, meskipun organisasi-organisasi secara kelembagaan terpisah, namun itu harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem, yang utuh dan saling membutuhkan. Secara hirarki keseluruhan organisasi harus tetap dalam koordinasi organisasi induk yang membawahi setiap suborganisasi. Di lingkup FH-UH, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) memegang peranan penting dalam membangun kesatuan antar organisasi. Perlu diingat bahwa BEM bukan lembaga esoteris dan eksklusif. Kemajuan lembaga ini akan lebih masif, ketika dilakukan koordinasi-koordinasi bersama secara konsisten dan berkelanjutan dalam peningkatan mutu lembaga dan kadernya.[2]
Akhirnya, BEM harus mencanangkan proker yang melibatkan mahasiswa lintas organisasi secara baik, tentu berdasarkan pada kepentingan lintas organisasi. Meskipun indikasinya sudah terliahat, seperti melalui Diskusi Pelataran BEM FH-UH, namun ke depannya harus diupayakan agar terselenggara secara maksimal dan berkesinambungan.
           
           
             


     [1]Eksepsi Online/Andi Sunarto NS. 2013. Bergesernya Nilai-Nilai Organisasi Kemahasiswaan. http://www.eksepsi.com/search/label/Andi%20Sunarto, dikses pada 26 November 2013.
     [2]Eksepsi Online/Andi Surya Nusantara Djabba. Menilik Kepengurusan BEM FH-UH Periode 2012-2013,  http://www.eksepsi.com/2013/10/menilik-kepengurusan-bem-fh-uh-periode.html, diakses pada 26 November 2013.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan