web analytics
header

Rusuh MK Ujian Pertama Hamdan Zoelva

 
Oleh: JUPRI
Mahasiswa Pascasarjana Konsentrasi Kepidanaan Fakultas Hukum Unhas

& Authornegarahukum.com
Satu persatu efek negatif dari tertangkapnya Akil Mochtar naik kepermukaan. Mulai dari dugaan menerima suap dari sejumlah pihak berperkara, dugaan telah melakukan tindak pidana pencucian uang sampai temuan adanya aliran dana kesejumlah artis cantik tanah air. Meski pun Akil telah diberhentikan secara tidak hormat, ternyata tindakan itu tidak berbanding lurus terhadap pengangkatan wibawah Mahkamah Konstitusi di mata masyarakat. Terbukti para pengunjung sidang MK yang dipimpin langsung Hamdan Zoelva berujung rusuh (14/11).
Kerusuhan terjadi saat hakim MK menyidangkan sengketa hasil Pemilihan Gubernur Maluku yang diajukan Jacobus F. Puttileihalat dan Arifin Tapi Oyihoe dengan agenda sidang pembacaan putusan. Karena permohonan pilkada ulang tidak diterima hakim MK, para pendukung melampiaskan “kemarahan” dengan membanting mikropon dan melempar kursi. Tak pelak tindakan anarkis pengunjung berakibat rusaknya sejumlah barang di ruang sidang.
Terkait peristiwa tersebut, bagi penulis ada dua pihak yang harus bertanggungjawab. Pertama, pihak kepolisian. Alasannya sangat terlihat jelas di layar kaca televisi sejumlah polisi hanya melihat oknum-oknum perusuh membanting mikropon, dan berteriak-teriak dalam ruang sidang. Padahal seyogianya kepolisian mampu melakukan tindakan-tindakan pencegahan/ preventif agar tidak terjadi kerusuhan dengan cara secepatnya mengeluarkan mereka dari ruang sidang. Artinya disini telah terjadi bentuk pembiaran dari pihak keamanan (polisi).
“Pembiaran” oleh seseorang dalam ilmu hukum pidana bisa dikenakan pertanggungjawaban pidana (ommissie delict). Jadi kejahatan bukan hanya perbuatan dilarang dan akibat ditimbulkan yang dilarang seperti pembunuhan Pasal 338 KUHP, sehingga orang dikenai pertanggungjawaban pidana. Tetapi tidak melakukan sesuatu yang diharuskan pun bisa dipidana  misalnya tidak memberi pertolongan kepada orang yang dalam keadaan bahaya sebagaimana rumusan Pasal 531 KUHP.
Kedua,para pelaku perusuh. Tindakan anarkis para pengunjung sidang MK yang membanting mikropon dan melempar meja mengakibatkan rusaknya tiga monitor, sembilan mikropon, satu kursi dan satu kaca pecah wajib mempertanggungjawab perbuatannya secara pidana. 
Rusaknya sejumlah barang di ruang sidang MK memenuhi rumusan pasal-pasal terkait  pengrusakan barang dalam KUHP. Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakainya atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan (vide Pasal 406 KUHP).
Karena perbuatan pengrusakan telah memenuhi unsur Pasal 406 KUHP, khusus pertanggungjawaban pidananya karena tindak pidana dilakukan lebih dari satu orang, maka akan diukur dari peran masing-masing dalam mewujudkan tindak pidana pengrusakan barangnya. Siapakah berperan sebagai pihak menyuruh melakukan, yang melakukan, ataukah memberi pembantuan guna terwujudnya tindak pidana..
Selain Pasal 406 jo Pasal 55 KUHP bisa diterapkan kepada para pelaku perusuh. Ada lagi satu pasal yang mengatur tentang pengrusakan barang secara bersama-sama. Pasal 170 ayat 1 KUHP menyatakan barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 
Kembali kekonteks kerusuhan sidang MK, maka hemat Penulis dari kedua pasal ini yang paling tepat dikenakan terhadap para perusuh yakni Pasal 170 ayat 1 KUHP. Rasionalisasi penggunaan pasalnya karena tindak pidana dilakukan secara bersama-sama dan bersifat spontanitas. Serta ancaman pidana lebih berat. Kenapa ancaman pidana berat menjadi penting juga disini karena perbuatan mereka telah merusak citra lembaga tinggi negara yang sementara menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman.  
Membangun Kepercayaan
Dalam peristiwa kerusuhan sidang MK, salah satu hakim konstitusi Patrialis Akbar pada saat diwawancarai pihak TV Swasta dengan tema “Sidang MK Rusuh” menapik tudingan penyebab kericuhan adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi. Patrialis menegaskan kerusuhan pengunjung disebabkan karena pihak perusuh tidak mau menerima kekalahan, padahal seyogianya dalam suatu pertarungan pemilihan kepala daerah sudah pasti ada kalah_menang. Hal itulah sehingga para peserta sebelum hari pencoblosan diminta untuk menandatangani surat pernyataan siap kalah dan siap menang.
Pernyataan Patrialis memang ada benarnya, hanya saja bila faktor pendukung tidak mau menerima kekalahan dijadikan penyebab utama kerusuhan tentu tidaklah sesederhana itu. Penyederhanaan persoalan justru tak melahirkan solusi bagi MK ditengah upaya membangun wibawah lembaga penjaga konstitusi. 
Sangat terlihat jelas faktor utama kerusuhan disebabkan kepercayaan masyarakat sudah menurun terhadap MK. Alasannya baru pertama kali sejak lembaga ini berdiri dan menangani perkara perselisihan hasil Pemilukada ada pihak yang kalah melakukan tindakan anarkis di dalam ruang sidang. Tentu turunnya kepercayaan masyarakat tersebut akibat dari ditetapkannya mantan ketua MK Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga sudah mulai ada keragu-raguan pihak berperkara terhadap putusan MK. Atau dengan kata lain persoalan Akil selalu dijadikan dasar pembenar untuk tidak menerima putusan MK dan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku seperti kerusuhan sidang MK.
Oleh karena itu, agar kerusuhan sidang tidak terjadi lagi. Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva harus kembali membangun kepercayaan masyarakat guna menjaga marwah dan wibawah MK. Karena rusuh sidang MK, baru ujian pertama lembaga penjaga konstitusi.
Salam Konstitusi***
                 
    

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan