web analytics
header

Lembaga Kemahasiswaaan, Nasibmu Kini ?


Oleh: Andi Adiyat Mirdin

Pemerhati Lembaga Kemahasiswaan Fakultas Hukum Unhas

Hari ini mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) disibukkan dengan padatnya jadwal perkuliahan di awal semester genap ini. Mahasiswa semester akhir juga dibuat pusing dengan urusannya untuk sesegera mungkin mengakhiri studi di kampus tercinta ini.

Kesembilan organisasi intra fakultas (UKM, red) pun masih sibuk dengan kegiatan UKM nya masing-masing. Mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang) juga nampaknya masih nyaman dengan rutinitasnya yang sama seperti biasa, sesuai dengan esensi penamaan mereka.

Lantas, apa kabar lembaga kemahasiswaan kita? Ya, ada pemandangan yang berbeda. Seperti ada suatu perasaan yang berbeda, yang nampaknya luput dari perhatian orang-orang yang berlalu lalang di fakultas ini.

Lembaga kemahasiswaan FH-UH (Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), dan Mahkamah Keluarga Mahasiswa (MKM)) mengalami kevakuman selama beberapa minggu ini. Kevakuman ini tidak terjadi begitu saja.

Diawali dengan molornya pelaksanaan Pemilu Raya Keluarga Mahasiswa (KEMA) FH UH, kemudian disusul juga oleh molornya pelaksanaan Kongres KEMA FH UH. Sehingga otomatis, jangka waktu yang disediakan untuk menyelenggarakan dua agenda tahunan ini tidak terlaksana tepat waktu.

Seyogianya, presiden dan wakil presiden yang terpilih nantinya telah memangku jabatannya dan melaksanakan roda pemerintahannya, terhitung sejak tanggal serah terima jabatan BEM FH UH periode lalu, yakni akhir bulan Desember 2013. Tapi apa mau dikata, penyelenggaran Pemilu Raya pun belum juga terlaksana hingga saat ini.
Kongres yang sementara berjalan ini, telah sampai pada agenda pembahasan konstitusi KEMA FH-UH. Agenda ini nantinya akan melahirkan rekomendasi kongres, hal-hal apa saja yang sudah tidak relevan lagi, dan hal-hal apa saja yang semestinya diatur dalam konstitusi kelembagaan kita.

Meskipun pelaksanaan agenda ini masih mandek, tapi kongres KEMA FH-UH setidaknya telah melaksanakan beberapa agenda sebelumnya yang memang menjadi kewenangannya sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Konstitusi KEMA FH-UH, yakni: meminta laporan pertanggungjawaban DPM, mengesahkan laporan pertanggungjawaban MKM, serta meminta dan menetapkan laporan pertanggungjawaban BEM FH-UH.

Tinggal satu kewenangan lagi yang belum dilaksanakan, yakni melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden BEM FH-UH Terpilih. Hal ini urung dilaksanakan dikarenakan molornya penyelenggaraan Pemilihan Raya KEMA FH-UH.

Berangkat dari persoalan ini, terdapat beberapa dampak yang kemungkinan akan terjadi atas persoalan ini.  Selain melawan kebiasaan, ini akan merusak siklus tahunan bahwa pergantian kekuasaan seharusnya sudah terealisasi menjelang penghujung tahun.

Diundurnya Pemilu Raya KEMA FH UH ini juga akan menimbulkan beberapa dampak lain. Salah satunya, akan berdampak pada persiapan dan rancangan konstalasi awal para pelaku politik yang tentunya sudah siap mengemban amanah pada kepengurusan periode selanjutnya yang sudah disiapkan sejak jauh-jauh hari.

Selain dampak politik, dampak sosiologis masyarakat KEMA FH UH ialah, mahasiswa terkesan tidak lagi peduli terhadap Lembaga Kemahasiswaan dan hal ini akan tercermin dari persiapan kepengurusan tahun depan. Selain itu, dari perspektif yang lain, hal ini mungkin saja akan mengganggu rencana keuangan yang disiapkan dana kemahasiswaan untuk kegiatan kemahasiswaan di bawah naungan BEM FH UH di tahun ini.

Apapun itu, praktis setelah salah satu agenda Kongres KEMA FH UH meminta dan menetapkan Laporan Pertanggungjawaban BEM FH-UH dilaksanakan, Presiden dan Wakil Presiden BEM sebelumnya telah menanggalkan jabatannya (demisioner). Kekuasaan tertinggi lembaga kemahasiswaan FH UH akan diambil alih sementara oleh Presidium Sidang Kongres KEMA FH UH sampai dengan dilantiknya Presiden dan/atau Wakil Presiden terpilih.

Presidium Sidang akan terus memangku jabatannya kurang lebih 2 bulan sejak ditetapkannya sebagai Presidium Sidang sesuai kesepakatan peserta Kongres. Hal ini dimaksudkan  agar tidak terjadi kekosongan pemerintahan selama Presiden dan Wakil Presiden BEM belum dilantik.

Selain tugas pokoknya sebagai Presidium Sidang Kongres, tidak banyak yang dapat dilakukan oleh ketiga Presidium Sidang ini. Selain karena bukan wilayah kewenangannya, alasan-alasan yang lain juga akan menjadikan hal-hal yang seharusnya menjadi urusan Lembaga Kemahasiswaan menjadi terbengkalai. Hal ini pun menimbulkan kekhawatiran dari beberapa pihak, termasuk dari penulis sendiri.

Kekhawatiran ini cukup beralasan, ditengah derasnya arus pelemahan dan pembatasan gerak mahasiswa sebagai agen kontrol sosial (social control), Lembaga kemahasiswaan kita justru mengalami kevakuman. Untuk setidaknya menciptakan eksistensi berlembaga-pun nampaknya sulit, bagaimana dengan mengurusi urusan-urusan lain yang jauh lebih kompleks dan luas cakupannya? Hal ini perlu ditangani segera, layaknya seorang dokter yang mendiagnosa penyakit yang diderita pasiennya, kita juga harus mendiagnosa apa akar penyebab vakumnya lembaga kemahasiswaan di fakultas pencetak sarjana hukum ini.
Setelah melalui beberapa agenda kongres dan mendengar pertanggungjawaban dari DPM FH UH dan BEM FH UH, dapati ditarik benang merah bahwa masalah mundurnya pelaksanaan Pemilu KEMA dan Kongres KEMA ini disebabkan beberapa hal, antara lain: tidak adanya aturan yang mengakomodir kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi, miss komunikasi antar dua lembaga tinggi kemahasiswaan terkait kewenangan membuka pendaftaran calon panitia pemilihan umum (PPU), juga ketidaksiapan dari DPM sendiri sebagai lembaga yang oleh konstitusi KEMA FH UH dibebankan untuk menyelenggarakan Kongres KEMA FH UH.

Untuk itu, tawaran solusi yang penulis rangkum, diperlukan suatu regulasi tambahan, untuk menambal hal-hal yang dianggap perlu untuk mencegah hal seperti ini terjadi lagi di kemudian hari. Hal ini akan menjadi tugas awal untuk para penerus lembaga tinggi kemahasiswaan KEMA FH-UH nantinya.

Regulasi pertama yang penulis maksudkan ialah, perlunya dibentuk peraturan KEMA FH-UH tentang perubahan atas peraturan KEMA Nomor 2 tahun 2011 tentang Pemilihan Umum KEMA dengan menambahkan beberapa pasal. Seperti dalam hal calon panitia pemilihan umum, jika tidak ada mahasiswa KEMA biasa FH-UH yang mendaftarkan diri menjadi panitia pemilihan umum, maka waktu pendaftaran kemudian diperpanjang, dan jika belum juga ada mahasiswa KEMA biasa yang mendaftar, maka menurut penulis tugas penyelenggaraan pemilu yang langsung, jujur dan adil seharusnya diambil alih oleh pengurus BEM FH-UH yang bertindak secara independen untuk menyelamatkan keberlangsungan lembaga kemahasiswaan kita.

Kedua, ketentuan batas minimal keterlambatan dibukanya pendaftaran calon anggota PPU juga harus jelas, yakni minimal satu bulan sebelum kongres dilaksanakan. Persoalan pembentukan Peraturan KEMA ini, jika DPM “tidak cukup waktu” untuk sekadar membuat Peraturan KEMA sebagai wujud produk legislasi dari fungsi legislasinya, “cukup” dengan Peraturan BEM FH-UH sebagai lembaga eksekutif pemerintahan KEMA FH-UH  saja yang semoga mampu mengakomodir permasalahan ini.

Kemudian, mengenai hal-hal teknis persiapan penyelenggaraan pemilu dan kongres sudah harus dipikirkan jauh-jauh hari. Hal ini penulis anggap penting, agar tidak terjadi lagi pelaksanaan kongres maupun pemilu KEMA FH-UH pada “hari yang tidak tepat”. Untuk keadaan seperti sekarang ini, Pemilihan Umum KEMA FH-UH perlu cepat terselenggara. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan ini semakin tidak berlarut-larut dan menimbulkan dampak-dampak lain yang unpredictable.

Terakhir, mengenai pentingnya pemahaman konstitusi kepada seluruh KEMA FH-UH, dalam menjalankan tugas dan wewenang lembaga tinggi kemahasiswaan, termasuk hal bagaimana mekanisme dan lembaga mana yang berwenang membuka, menyeleksi, dan menetapkan Panitia Pemilihan Umum. Seperti isi konstitusi Pasal 21 ayat (4), DPM hanya berwenang melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota PPU KEMA FH UH, lalu selanjutnya ditetapkan oleh BEM FH UH.

Setelah uji kelayakan dan kepatutan ini, penentuan Ketua PPU dipilih dari dan oleh anggota  PPU sendiri. Permasalahan lembaga yang berwenang membuka “keran” pendaftaran calon anggota PPU “sebaiknya” diserahkan saja kepada DPM, agar tercipta efesiensi kewenangan yang dikelola dalam satu atap.

Kata “sebaiknya” disini digunakan, karena menurut pendapat subjektif penulis sendiri. Tidak adanya ketentuan yang jelas dalam peraturan KEMA FH UH, dan untuk sedikit menjawab riak dari perdebatan pada kongres terakhir, bahwa wewenang pemutakhiran Daftar Pemilih Tetap oleh PPU berdasarkan Data KEMA terbaru, yang diperoleh dari Presiden BEM FH-UH (Pasal 11 Peraturan KEMA No. 2 Tahun 2011 tentang Pemilihan Umum KEMA FH UH).

Semoga dengan permasalahan ini bisa menjadikan pembelajaran untuk kita ke depannya, dan semoga dengan tulisan ini setidaknya dapat memberikan sedikit angin segar untuk memecahkan problem yang kita hadapi sekarang.

Panjang umur pergerakan mahasiswa !!!

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan