web analytics
header

Perpustakaan FH-UH Kurang Daya Tampung


Oleh: Indah Sari

(Anggota Magang LPMH-UH Periode 2013-2014)
 
Ramai, itulah kata pertama yang mungkin ada di kepala anda ketika berkunjung ke perpustakaan Fakultas Hukum Unhas (FH-UH). Di hari-hari kuliah, perpustakaan FH-UH tak pernah sepi pengunjung, selalu saja ada mahasiswa dan mahasiswi yang menyibukkan diri di ruangan yang tak terlalu luas tersebut. Ada yang sibuk mengerjakan tugas, ada yang sibuk membaca buku, dan ada pula yang sibuk dengan gadget mereka.
Dari data yang ada, statistik pengunjung perpustakaan FH-UH di awal semester tahun ini cukup banyak. Bila dirata-ratakan ada sekitar 100 pengunjung setiap harinya. Dari penglihatan kasat mata dan didukung dengan penuturan pegawai perpusatakaan, diketahui bahwa ruang perpustakaan hanya mampu menampung 50 orang. Dari pengakuan seorang mahasiswi, pengunjung perpustakaan kadang penuh, sehingga mahasiswa dan mahasiswi yang ingin masuk ke perpustakaan harus mengurungkan niat karena tidak kebagian tempat duduk.
Jumlah mahasiswa hukum bisa dibilang lumayan banyak, jadi secara logika perpustakaan yang ada saat ini, daya tampungnya tidaklah mencukupi. Jadi tidaklah mengherankan ketika perpustakaan pusat menjadi pelarian. Maklum saja, perpustakaan pusat tak hanya unggul dalam segi koleksi buku, namun dari segi ruangan juga jauh lebih luas dibanding perpustakaan FH-UH.
Fakultas yang diharapkan mampu melahirkan calon-calon juris yang khatam dengan disiplin ilmunya, hanya mampu menampung  50 orang untuk menikmati 4628 buku koleksi perpustakaan.
Kita tentu berharap, suatu saat ruangan perpustakaan FH-UH bisa diperluas, sehingga bisa menampung mahasiswa yang ingin membaca ataupun mengerjakan tugas.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan