web analytics
header

DPD Serap Aspirasi Terkait RUU MD3 di FH-UH

Suasana FGD anggota DPD bersama civitas akademika FH-UH membahas RUU MD3, Kamis (19/6).

 

Suasana FGD anggota DPD bersama civitas akademika FH-UH membahas RUU MD3, Kamis (19/6).
Suasana FGD anggota DPD bersama civitas akademika FH-UH membahas RUU MD3, Kamis (19/6).

Makassar, Eksepsi Online-Sebagai tindak lanjut dari Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, DPD melakukan kunjungan ke beberapa universitas untuk mendapat masukan dalam rangka pematangan RUU tentang Perubahan Atas UU No. 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Bertempat di ruang Video Conference Fakultas Hukum Unhas (FH-UH), Kamis (19/6), DPD bekerjasama dengan Unhas menggelar focus group discussion dengan topik: Kedudukan dan Peran DPD dalam Pembahasan Rancangan Undang-undang Bertempat.

Sejumlah masukan dari beberapa guru besar dan mahasiswa FH-UH mencuat dalam diskusi tersebut. Kedudukan dan peran DPD sebelum adanya Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, yang dijabarkan dalam UU MD3 dianggap tidak sesuai dengan UUD. Setelah keluarnya putusan MK tersebut yang mengembalikan kewenangan DPD sesuai UUD, maka perlu daidakan perubahan UU MD3. “Pasca putusan MK, harus ada perubahan aturan ataupun melalui mekanisme sengketa kewenangan lembaga negara di MK untuk memperkuat kedudukan dan peran DPD,” ungkap Aminuddin Ilmar, Guru Besar Bagian Hukum Tata Negara FH-UH.

Keluarnya putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 tentang Judicial Review UU MD3 dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengambalikan kewenangan DPD sesuai dengan UUD. DPD pun turut terlibat secara aktif dalam pembahasan undang-undang tertentu sesuai UUD. Imbasnya, pembahasan RUU dilakukan dengan mekanisme tripartit, yaitu melibatkan presiden, DPR, dan DPD. Meskipun demikian, keterlibatan DPD tidak sampai pada tahap persetujuan. “Kita inginkan agar ke depannya melalui perubahan Undang-Undang Dasar, minimal DPD diberikan kewenangan sampai pengesahan undang-undang terkait persoalan tertentu. Tapi kalaupun itu tidak bisa, dalam UU MD3 ini, DPD harus diikutkan secara intens dalam proses pembahasan. Kalau ini sudah dilaksanakan, ini sudah baik,” jelas Aan Eko Widiarto, Staff Ahli DPD dalam Perancangan RUU MD3.

Aan menilai Kewenangan DPD untuk terlibat dalam pembahasan RUU selama ini pun tidak dilaksanakan sesuai putusan MK. Penyebabnya adalah adanya konflik kepentingan dengan DPR. “Wewenang DPD sebenarnya sudah ada, meskipun terbatas. Tapi, terkadang misalnya ada RUU dari DPD tidak dibahas oleh DPR, ataukah DPD tidak diikutkan secara intens dalam pembahasan RUU. Ini tergantung polical will DPR,” tambah Aan.

Menyikapi lemahnya kewenangan DPD, wacana amandemen kelima UUD pun mencuat dalam diskusi tersebut. Sejumlah peserta menilai perubahan UU MD3 saja tidak akan memberikan kewenangan yang mendasar kepada DPD. Aspirasi mengenai penyeimbangan kewenangan DPR dan DPD dalam legislasi dinilai terkendala pada ketentuan UUD. “Meskipun telah ada putusan MK yang menempatkan DPD sesaui dengan UUD, namun saya rasa harus ada amandemen, termasuk pada pasal 20 UUD,” ungkap Abdul Razak, Guru Besar Bagian Hukum Tata Negara FH-UH.

Setelah melaksanakan kunjungan ke kampus-kampus, aspirasi terkait RUU MD3 akan ditampung oleh Panitia Kerja. “Setelah ini, kita akan mengadakan rapat pleno di tingkat Panitia Khusus RUU MD3. RUU MD3 yang dibuat oleh DPD masih ada kekurangan, sehingga harus diperbaiki dengan sejumlah aspirasi dari kampus-kampus,” jelas Sofwat Hadi, anggota Panja RUU MD3 DPD. (RTW)

Related posts: