web analytics
header

Kekosongan Jabatan Hakim MKM Dipersoalkan Peserta Kongres Kema FH-UH

Makassar, Eksepsi Online-Pada agenda kongres Kema FH-UH, yaitu Penetapan Laporan Pertanggungjawaban Sementara oleh Mahkamah Keluarga Mahasiswa (MKM) FH-UH, sejumlah peserta kongres mempersoalkan kekosongan jabatan hakim akibat dua hakim telah yudisium. Kedua Hakim tersebut adalah Helvi Handayani dan Gustia. Alasannya, kerja-kerja MKM yang berlangsung hingga 21 Mei pun terpengaruh. Kondisi itu ditakutkan mengganggu proses penyelesaian permohonan yang ditangani MKM, yaitu uji materil yang diajukan Hasanuddin Ismail atas Peraturan Keluarga Mahasiswa (Perma) FH-UH No. 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Perma FH-UH No. 3 Tahun 2011 tentang Pengkaderan Kema FH-UH. Pasalnya, untuk pemeriksaan pokok perkara, hakim MKM harus berjumlah lima orang.

Setelah melalui adu argumentasi, akhirnya peserta kongres menyepakati proses penyeleksian hakim pengganti yang telah diminta MKM kepada Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sebagai lembaga yang mengajukan kedua hakim yudisium tersebut, segera menindaklanjuti. Jika ditelisik, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Keluarga Mahasiswa (Perma) No. 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Perma FH-UH No. 2 Tahun 2010 tentang MKM FH-UH, maka lembaga pengusul hakim yang berhenti atau diberhentikan, harus mengajukan kembali hakim pengganti paling lambat 14 hari sejak terjadi kekosongan. Selanjutnya, Pada ayat (3) menyatakan bahwa hakim pengganti yang diusulkan ditetapkan dalam Keputusan Presiden BEM paling lambat selama 7 hari sejak diterimanya.

Dituturkan Wakil Ketua Hadrian Tri Saputra, belum diprosesnya hakim pengganti untuk menghindari prosesnya belum hingga laporan pengawasan DPM dibacakan dalam kongres. Untuk itu, rencananya persoalan ini akan dilimpahkan ke DPM periode kepengurus baru setelah dilantik. Meski begitu, akhirnya kongres menetapkan bahwa DPM periode sekarang akan tetap menindaklanjuti proses penggatian hakim itu, meskipun penetapan hakim pengganti akhirnya dilanjutkan DPM periode kepengurusan selanjutnya.

Selain persoalan kekosongan hakim, kinerja MKM juga kembali dipertanyakan oleh peserta sidang. Hasanuddin Ismail yang disapa Erik, menyesalkan lambannya penyelesaian permohonan yang ia ajukan. Namun di sisi lain, Ketua MKM Frandy AL Fanggi kembali menyatakan bahwa terdapatnya dua versi Peraturan Kema No. 2 Tahun 2010 tentang MKM FH-UH yang berbeda dari segi tanggal pengesahannya dan beberapa substansi pasalnya, juga menjadi alasan lambannya penyelesaian permohonan tersebut. Setelah MKM menyampaikan persoalan tersebut ke DPM pada 26 November 2014, barulah pada tanggal 5 Februari 2015, DPM menetapkan hasil revisi berupa Perma yang dianggap sah, yaitu Peraturan Kema No. 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Perma No. 2 Tahun 2010 tentang MKM FH-UH. Frandy pun menyatakan bahwa keterlambatan proses penyelesaian permohonan tersebut tidak menyalahi aturan karena Perma tentang MKM tidak menetapkan batas waktu dari sidang pendahuluan hingga keluarnya putusan. “Menurut Peraturan Keluarga Mahasiswa, tidak diberikan range waktu kapan dari sidang pendahuluan ke sidang pleno. Kami juga terkendala di pengisian kekosongan jabatan hakim. Untuk itu, setelah sidang pemeriksaan, kami masukkan surat (permintaan penetapan hakim penggganti kepada DPM, Red) untuk menunggu tindak lanjutnya,” tuturnya

Seperti diberitakan sebelumnya, Erik mengajukan uji materil terhadap konstitusionalitas kewajiban mengikuti pra pengaderan sebagai syarat utama mengikuti PMH tahap 1, sebagaimana dinyatakan Pasal 12 ayat (1) dan (2) Perma FH-UH No. 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Perma FH-UH No. 3 Tahun 2011 tentang Pengkaderan Kema FH-UH. Hal itu ditafsirnya bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2), Pasal 51 ayat (2) dan (3), Aturan Tambahan Pasal II Konstitusi Kema FH-UH. Menurutnya, pra pengaderan seharusnya tidak diwajibkan karena berdasarkan konstitusi Kema, syarat menjadi Kema FH-UH hanyalah mengikuti rangkaian Pengaderan Mahasiswa Hukum (PMH) tahap I-III. “Bagi saya, kinerja MKM tidak memuaskan, seharusnya permohonan saya ditanggapi dengan cepat, tapi ternyata lamban,” sesalnya.

Terkait permohonannya, Erik berharap agar majelis hakim MKM mengeluarkan putusan yang tepat. Ia menurutkan bahwa jika tuntutan permohonannya dikabulkan, maka tidak adal lagi legalitas untuk mewajibkan pra pengaderan. Di sisi lain, jika permohonannya ditolak, maka ia meminta agar MKM mempertegas bahwa pra peradilan wajib dan status Kema yang disandang oleh mahasiswa baru tahun 2014 dapat dipertanyakan. Alasannya, secara formal, ia menilai pra pengaderan tidak dilaksanakan. Ia pun menuturkan telah mengajukan surat permohonan klarifikasi ke BEM terkait pelaksanaan pra pengaderan dan juga molornya pelaksanaan PMH yang dinilai bertentangan dengan konstitusi. Ia juga telah meminta klarifikasi DPM selaku lembaga pengawas terkait kinerja BEM dalam pelaksanaan pra pengaderan dan PMH. Meski begitu, ia menyatakan tidak mendapatkan respons.

Erik telah mengajukan permohonannya di MKM pada 24 November 2014, namun baru mendapatkan panggilan pada 27 Februari 2015, yaitu setelah melayangkan surat permintaan klarifikasi tindak lanjut permohonannya sebanyak 3 kali. Selang itu, baru pada tanggal 9 Maret 2015, permohonannya masuk pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang menghasilkan rekomendasi untuk memperbaiki berkas permohonan. Sidang pemeriksaan pendahuluan lanjutan akan dilaksanakan besok, Kamis (2/4), pukul 13.00 Wita, di Aula Manggau. Sedangkan terkait sidang pokok perkara, Ketua MKM Frandy AL Fanggi belum dapat memastikan waktunya, dan ia berharap hakim pengganti segera ditetapkan.

Untuk selanjutnya, kongres dengan agenda penetapan laporan pertanggungjawaban pengawasan DPM akan dilaksanakan pada hari Senin (6/4), pukul 11.00 dengan ruangan yang masih dikondisikan. (RTW)

 

 

Related posts: