web analytics
header

Narkoba Kriminal Bangsa

Arief Try Dharma Jaya (Anggota Magang LPMH-UH)

Penyebaran narkoba kini seperti tidak lagi menjadi sesuatu yang asing di kalangan masyarakat, baik terkait transanksi antara pembeli dan penjual, maupun pemakai dan pengedar. Saking mudahnya barang ini diperoleh, penggunanya pun bukan hanya golongan menengah ke atas tetapi banyak juga didominasi golongan menengah ke bawah.

Penggunaan narkoba di Indonesia saat ini mencapai 2,2% atau sekitar 4,2 juta orang dengan usia 10 sampai 60 tahun. Dampaknya, kurang lebih 40 orang meninggal setiap harinya karena narkoba. Dalam satu tahun saja, diperkirakan sekitar  14.400 orang meninggal dengan kerugian material kurang lebih sekitar 83,1 triliun.

Melihat kondisi Indonesia sekarang, pemerintah harus bersikap tegas dalam memerangi narkoba. Penyalahgunaan narkoba kini bukan lagi ancaman, tetapi mengarah pada tindak kriminal. Sebanyak 40 orang meninggal dalam sehari bukanlah angka yang sedikit. Pihak terkait harus bertanggung jawab di balik semua kenyataan ini.

Penjatuhan sanksi seberat-beratnya terhadap pengedar narkoba patut dilakukan dengan serius, sebagai wujud nyata bahwa Indonesia mendukung pemberantasan narkoba sepenuhnya. Tidak hanya itu, perlunya kesadaran masyarakat akan bahaya narkoba yang sewaktu-waktu bisa menyeret mereka ke “zona merah” atas penyalagunaan benda haram tersebut.

Dalam Pasal 112, 113, 114, 116 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ditegaskan bahwa dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan I, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Penerapan hukuman mati di Indonesia sudah menjadi langkah ampuh menindak para pengedar narkoba. Terlebih kebanyakan penyuplai narkoba yang masuk ke Indonesia berasal dari negara-negara tetangga. Secara tidak langsung, keadaan itu membawa dampak buruk dan menjadikan Indonesia sebagai ladang investasi haramnya.

Lemahnya pengamanan di armada laut, udara, dan darat menjadikan pelaku jaringan narkoba bisa dengan leluasa memasukan barang haramnya ke Indonesia tanpa rasa kahwatir sedikit pun. Bukan rahasia publik lagi, dalam menjalankan aksinya, tak jarang pihak aparat ikut terlibat membantu masuknya narkoba ke Indonesia. Semua dilakukan semata-mata karena iming-imingan uang.

Namun jika kembali melihat pada hukuman pidana mati pada Pasal 113 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, masih menuai banyak kontroversi dari masyarakat, baik dari luar maupun dalam negeri. Bermunculan ketidaksetujuan atas pidana mati yang diberlakukan di Indonesia. Apalagi posisi bangsa Indonesia selama ini dipandang aktif menyuarakan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia (HAM).

Beberapa kelompok pegiat HAM pun menolak hukuman mati dikarnakan bertentangan dengan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Banyak yang menilai hukuman mati bukanlah solusi yang ampuh dalam pemberantasan narkoba di Indonesia. Apalagi tindakan pengedar banyak dipengaruhi faktor ekonomi. Kondisi ini pun dinilai terjadi akibat berlakunya sistem ekonomi kapitalisme liberal yang gagal mendistribusikan kekayaan negeri secara merata dan berkeadilan kepada seluruh rakyat.

Peran Pemerintah

Mengingat saat ini Indonesia merupakan negara pengedar narkoba terbesar keenam di dunia, tentu peran aktif pemerintah dalam upaya pemberantasan narkoba sangat dibutuhkan. Pemerintah harus mengambil tindakan antisipasi. Jika tidak, akibat buruk yang diderita bangsa Indonesia akan sangat fatal. Terlebih masalah ini menyangkut masa depan bangsa.

Pemerintah juga perlu peran serta dari masyarakat dalam upaya mencegah penyalagunaan narkoba, misalnya melakukan penyuluhan, pembinaan, dan kampanye anti narkoba. Tidak hanya itu, institusi pendidikan juga diharapkan berkontribusi dengan berperan aktif menghindarkan generasi muda dari narkoba.

Upaya mengawasi pengendalian produksi dan distribusi narkoba dalam negeri sudah menjadi tugas bagi aparat terkait, seperti polisi, balai pengawasan obat dan makanan (BPOM), departemen kesehatan, bea cukai, imigrasi, kejaksaan, pengadilan. Tujuannya agar narkoba tidak beredar luas dalam lingkup masyarakat.

Pemerintah juga harus memperkuat pengamanan di bidang rawan masuknya narkoba, baik itu di sektor udara, laut, maupun darat. Di sisi lain, diperlukan penambahan jumlah satuan pengaman di berbagai bidang tersebut agar pelaksanaannya berjalan ketat. Para pengedar narkoba yang masuk di Indonesia pun akan berpikir dua kali sebelum menyalurkan barang haramnya.

Mengingat Indonesia saat ini krisis narkoba, tentu penerapan undang-undang yang mengatur tentang narkotika sudah seharusnya lebih tegas. Pemerintah tidak boleh pilih kasih dalam memberantas narkoba. Siapa yang terbukti bersalah, maka dia harus dihukum sesuai undang-undang yang berlaku.

Pemerintah jangan gentar menghadapi kritikan dari dalam maupun luar negeri, sebab indonesia adalah negara hukum. Sudah sepatutnya hukum menjadi dasar pengadilan tertinggi. Dalam penegakannya pun tak boleh pandang bulu terhadap tindakan atau perbuatan yang tidak sebagai mana mestinya. Tindakan menyimpang dan merusak bangsa harus ditindak tegas.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan