web analytics
header

Disertasi : Eksistensi Hak Masyarakat Adat dalam Penataan Ulang Wilayah di Kabupaten Teluk Bintuni

Makassar,Eksepsi-online. Selasa (15/9), George Frans Wanma mahasiswa strata tiga (S3) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) melaksanakan sidang promosi doktor sebagai salah satu persyaratan wajib untuk mendapatkan gelar Doktor di ruang promosi doktor FH-UH.
“Eksistensi Hak Masyarakat Adat dalam Penataan Ulang Wilayah di Kabupaten Teluk Bintuni” adalah tema disertasi yang diangkat oleh Wanma. Pada kesempatan itu, Prof. Farida Patittingi selaku pemimpin sidang sekaligus penguji membuka seminar tersebut. Beliau didampingi oleh Prof. Aminuddin Salle (Promotor), Prof. Abrar Salleng (K-O Promotor sekaligus Penguji), Prof. Suryaman Mustari Pide, (KO Promotor sekaligus Penguji), Prof. Hery Tahir (Penguji Eksternal), Prof. M.Arifin Hamid, (Penguji), Prof. A.M Yunus Wahid (Penguji), Dr. Sri Suryanti Nur (Penguji). Selain disaksikan oleh beberapa dosen FH-UH dan mahasiswa FH-UH, sidang tersebut juga disaksikan oleh rekan dan keluarga Wanma.
Alasan Wanma mengangkat isu tentang hak masyarakat adat di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni adalah karena dengan melihat hakikat, partisipasi, serta kepastian hukum masyarakat adat dalam penataan ruang Kabupaten Teluk Bintuni yang sampai saat ini masih dipersoalkan. Masih ditemukannya konflik-konflik vertikal dan horisontal antara masyarakat adat Bintuni dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat. Berdasar pada ketentuan Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Ketentuan tersebut memberikan tanggung jawab kepada negara untuk menjamin perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya termasuk kepada persekutuan masyarakat hukum adat, melihat bahwa masyarakat hukum adat Bintuni masih eksis, tumbuh dan berkembang.
Salah satu Promotor mengungkapkan bahwa tujuan masyarakat adat adalah keharmonisan, keseimbangan, dan kedamaian. Selama prinsip itu masih diaktualisasikan di lingkungan mereka, masyarakat ulayat tidak akan menentang kebijakan pemerintah.
Wanma berharap hasil penelitiannya tersebut dapat berguna bagi Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni sebagai bahan rujukan, maupun perbandingan dalam pembentukan produk hukum daerah yang berkaitan dengan pengakuan, perlindungan, dan pengaturan hak-hak masyarakat hukum adat. (ube)

Related posts: