web analytics
header

Opini : Menggunggat Semangat Kepemudaan

Oleh Muhammad Ansyar, Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Tanggal 28 Oktober 1928 sebagai tanggal dan tahun yang menyimpan makna yang cukup dalam bagi sejarah perjuangan dan pergerakan pemuda bangsa Indonesia, sumpah pemuda dikumandangkan di bawah kaki langit nusantara, hal ini menunjukan, betapa besar dan berjasanya kaum muda dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonial/imperialis Belanda, hingga Sang Saka Merah Putih dapat berdiri kokoh nan gagah dibawah langit peradaban kebangsaan.  Begitu banyak peristiwa pergerakan yang dipelopori oleh pemuda dalam rangka kemerdekaan bangsa Indonesia, diawali dengan pembentukan berbagai organisasi seperti Boedi Utomo, Dll. Namun beberapa penilain muncul, salah satu diantaranya adalah sifat dari wadah tersebut masih cukup primordial, sehingga perlawanan yang dilandasi dengan semangat nasionalisme belumlah terumuskan dengan baik, hal ini mengharuskan para pemuda Pra kemerdekaan untuk melakukan upaya perjuangan secara bersama dalam melawan penjajahan, yang tecatat telah terjadi cukup lama, penulis menulai bahwa hal ini menjadi salah satu faktor lahirnya satu gerakan yang dilatar belakangi dengan jiwa dan semangat Nasionalisme, termaterialisasi dalam Sumpah Pemuda.

Sejarah telah menunjukan bahwa pemuda sebagai satu unsur yang perlu untuk diperhitungkan, jiwa ke-Aku-an yang dimiliki oleh pemuda dapat menjadi satu hal yang postif dan sebaliknya, dapat pula menjelma melalui tindakan yang bertentang dengan norma hukum dan norma sosial, ke-Aku-an yang terjelma dalam satu tindakan yang cenderung mengarah pada sesuatu yang negatif dapat dilihat dari beberapa daerah di Indonesia, perkelehian baik secara individu maupun antara kelompok yang didasari oleh hal yang sepeleh,  hal ini sebagai sebuah fakta yang tak bisa kita tutupi lagi dengan argumentasi pembenaran. Penulis menilai fenomena tersebut diakibatkan oleh ketidakmampuan individu dalam mengaktualisasikan serta menciptkan ego universal, menurut penulis, hal tersebut akan melahirkan disintegrasi yang berujung pada keruntuhan.

Fakta-fakta kepemudaan dewasa ini telah menunjukan hal yang cukup menyedihkan, perbedaan prinsip yang dimiliki oleh pemuda pra dan pasca kemerdekaan begitu mencolok, hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah harus membiarkan tetap seperti itu? Ataukah perlu untuk melakukan restorasi? Hingga dewasa ini penulis masih cukup yakin dengan kekuatan yang dimiliki oleh pemuda, bahwa pemuda sebagai gerbong perjuangan dalam melawan berbagai bentuk penindasan. Oleh karena itu dibutuhkan ruang dan instrumen yang cukup untuk mengembalikan masa keemasan pemuda, jika bangsa ini masih memiliki kepedulian terhadap nasib pemudanya sebagai generasi palanjut pemegang estafet dimasa yang akan datang, penentu arah kemerdekaan, bukan malah sebaliknya, kita selalu mempertanyaakan kehadiran negara dalam berbagai fenomena-fenomena yang telah penulis sebutkan diatas, penulis menilai negara begitu pasif dalam konteks preventif, dalam arti, negara melalui instrumennya tidak berupaya untuk mencari Causa prima  dari fenomena-fenomena tersebut, serta merumuskan langkah strategis untuk mengakhirinya, disisi lain keterlibatan elemen-elemen seperti organisasi kepemudaan untuk tetap konsisten, walau diblejeti oleh negara sendiri.

Hampir disetiap tahunnya kita memperingati hari kelahiran sumpah pemuda, namun begitu banyak fakta-fakta yang membuat hati terhenyak, dan hanya sebagian kecil pemuda meresahkan itu, oleh sebab itu peringatan sumpah pemuda ditahun ini dapat memberikan sedikit perubahan serta dapat memperkokoh kembali bingkai kepemudaan yang telah di ikrarkan, bukan hanya peringatan yang bersifat ceremonila belaka. Penanaman makna nasionalisme dalam era ini cukup penting.

Ketika persoalan bangsa tak lagi dibicarakan oleh pemuda, maka itu adalah pertanda dari keruntuhan  negara. . .

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan