web analytics
header

Puisi : Ahh Anak Muda (Refleksi Sumpah Pemuda)

Oleh : Farit ode Kamaru, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Apa kabar anak muda?

Sudahkah kau putar lagu cinta hari ini untuk memanjakan telingamu yang lembut itu?

Apa kabar anak muda?

Berapakah receh yang kau kumpul hari ini?

Adakah cukup untuk membeli parfum buat kau pakai malam nanti?

Malam yang kau tunggu untuk penuhi hasrat selangkangan mu.

Apa kabar anak muda yang jiwanya terikat?

Kenapa begitu sibuk hidup mu dengan mengejar harga-harga itu?

Mengapa tak pulang saja?

Berbaringlah dipangkuan Ibumu.

Apa kabar mahasiswa?

Berapa milyar dana yang kalian sepakati dengan bapak-bapak buncit itu?

Apa tawaran ibu-ibu dengan senyum sinis itu?

Sudahkah buat kenyang perut busungmu?

Sudakah menggantikan gizi mie instan mu?

Hai anak muda

Pecinta music, pecinta alam, pecinta sesame jenis, pecinta miras, pecinta perjudian

Para pecinta abu-abu kehidupan, pecinta duit bapak-bapak beranak

Para demonstran, para pemakai narkotika, para penikmat kopi yang aduhai retorik

Para penyuka pestapora, para anak petani, para anak nelayan, para anak kuli bangunan

Ku beritahu padamu

Dalam kekang sunyinya pergolakan

Masih ada nurani polos yang terbangunkan

Meski segelintir, ya segelintir

Tapi kerasnya seperti martir

 

Buanglah sekatmu itu

Buang ego kerajaanmu

Kini kita berada pada titik jenuh akan buaian

Biarkan panji-panji itu berdampingan

Bukankah kita satu tujuan?

 

Di jalan-jalan kita selalu teriakkan

“Hidup Rakyat! Hidup Rakyat!”

Tapi….

Di gang-gang sempit kau umbar maki dan melecehkan

Tanpa di adu kita sudah beradu

Rakyatmu pilu

Bubarlah republikmu

 

Related posts:

GARIS TAKDIR

Oleh: Imam Mahdi A Lekas lagi tubuhku melangkahMelawan hati yang gundahKe ruang samar tanpa arah Sering kali, ragu ini menahan

Dialog Temaram dalam Jemala

Oleh: Naufal Fakhirsha Aksah (Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas) Bagaimana kabarmu? Kabar saya baik, Tuan.  Bagaimana sejak hari itu? Sungguh, saya

Bukan Cerita Kami

Oleh: Akhyar Hamdi & Nur Aflihyana Bugi Bagaimana kau di kota itu, Puan? Kudengar sedang masuk musim basahTidak kah ingin