web analytics
header

Opini: Tertindas

Rachmat Setyawan

Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas

Innalillahi wa innailaihi roji’un, telah mati Lembaga Kemahasiswaan (Lema) FH-UH. Saya secara pribadi, harus mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya atas pengekangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait terhadap Lema FH-UH. Berlandaskan surat Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Nomor 45806/UN.4.3/UM.13/2015 Tanggal 7 Desember 2015 perihal Ketertiban dan Kemanan Kampus, terdapat larangan melakukan kegiatan di kampus pada 22.00 – 06.00 WITA. Hal itu  diatur dalam Bab VII Pasal 10 ayat (1), (2) dan (3) dari Keputusan Rektor Unhas Nomor: 1295/UN.4/05.10/2013 tentang Ketentuan Tata Tertib Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Universitas Hasanuddin (dikutip dari surat Wakil Rektor III). Pada 15 Desember, pihak Dekanat mengeluarkan surat edaran terkait hal tersebut.

Namun, entah ada angin apa, dekanat FH-UH melakukan aksi  tegas terkait penegakan peraturan ketertiban kampus, bukti ketegasan yang diambil oleh pihak dekanat FH-UH adalah pemberlakuan larangan aktivitas kampus lebih awal dibandingkan surat  edaran yang disebarkan oleh pihak rektorat.

Selasa, 8 Maret 2016, tepat 17.30 WITA pihak dekanat FH-UH melakukan penguncian lebih awal terhadap Lema FH-UH. Miris melihat teman-teman UKM di ‘paksa’ untuk meninggalkan sekretnya saat sedang seru-serunya berdiskusi karena jeruji besi yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari akan dikunci. Berlandaskan dalil menegakkan aturan yang ada serta menekan tingkat kriminalitas dan pemborosan listrik Kepala Bagian Tata Usaha yang diberi amanat oleh Wakil Dekan III (WD III) untuk memimpin penguncian hari itu pun melakukan tugasnya dengan mulus. Mendengar hal itu bukannya teman-teman lembaga tanpa reaksi, tetapi karena kekuatan yang minim dan kurangnya koordinasi terkait hal tersebut menyebabkan teman-teman harus menanggung sakit hati akibat terusir dari “rumah sendiri”. Satu hal yang  disesali adalah WD III saat ini seharusnya berada dalam satu jalur memperjuangkan hak-hak mahasiswa. Nyatanya, justru berada dalam barisan paling depan untuk menegakkan aturan yang sama sekali tidak berpihak kepada mahasiswanya. 

Pihak dekanat yang terhormat, dalam Surat Edaran yang beredar 15 Desember 2015 yang juga merupakan surat edaran terakhir terkait peraturan tata tertib kampus dari pihak birokrat, jelas tertulis bahwa larangan aktivitas malam adalah pukul 22.00-06.00 WITA.

Tetapi apa yang terjadi pada Fakultas Hukum Unhas?

Wahai orang-orang yang berlandaskan aturan, siapakah orang-orang yang taat aturan?

Apakah mereka yang menjalankan aturan ataukah mereka yang bergerak melampaui wewenang?

Bukankah pelampauan wewenang merupakan bentuk pengkhianatan terhadap aturan?

Saya mewakili suara teman-teman yang merasakan hal tersebut hanya meminta pihak-pihak terkait menegakkan aturan yang semestinya, menegakkan aturan yang sebenar-benarnya sebagaimana hukum mengajarkan kita untuk patuh terhadapnya. Hentikan kesewenang-wenangan dan hentikan segala bentuk intervensi terhadap lembaga kemahasiswaan karena kami punya hak untuk berlembaga sesuai amanat Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Menurut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155 /U/1998 tentang Pedoman Umum dan Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi Bab I Pasal 1 ayat (5) menjelaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kemahasiswaan yang meliputi: penalaran dan keilmuan, minat dan kegemaran, upaya perbaikan kesejahteraan mahasiswa dan bakti sosial bagi masyarakat. Kemudian pada pasal 3 ayat (2) tentang bentuk organisasi kemahasiswaaan dijelaskan bahwa organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi dibentuk pada tingkat perguruan tinggi, fakultas dan jurusan. Hal ini berarti unit kegiatan mahasiswa (UKM) dapat diartikan sebagai bagian dari organiasi kemahasiswaan intra yang dibentuk dalam tingkat fakultas dan statusnya merupakan badan pekerja badan eksekutif mahasiswa (BEM).

Lebih lanjut jika melirik dalam pasal 2 menyebutkan organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa. Hal ini juga semakin menjelaskan bahwa UKM merupakan lembaga yang memiliki prinsip demokratis yaitu dari, oleh dan untuk mahasiswa.

Terkait pro dan kontra terhadap penguncian lema FH-UH, saya berharap semoga kedepannya dapat diadakan pertemuan antara pihak dekanat dan mahasiswa untuk membahas permasalahan itu, dan kedepannya permasalahan dapat diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat sesuai asas yang kita anut yaitu asas kekeluargaan.  

Ketika pasukan penindasan datang untuk mempertahankan kekuasaan mereka dengan melawan hukum yang ditetapkan, perdamaian dianggap telah rusak.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan