web analytics
header

Generasi Tabah

Oleh : A. Muh. Ikhsan

Salam perjuangan dan salam perlawanan!

Beberapa minggu yang lalu terali besi yang ada di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) telah difungsikan untuk memenjarakan pergerakan dan kreativitas mahasiswa. Hal tersebut, imbas dari diberlakukannya Surat Keputusan Wakil Dekan III (WD III) yang terhormat, telah diberlakukan. Jam malam. Ah salah. Lebih tepatnya kita sebut saja “jam maghrib” karena pukul 18.00 WITA mahasiswa sudah dipaksa hengkang dari “rumah kecil” mereka.

Sapardi Djoko Damono pernah berkata dalam sajaknya “Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni” sepertinya Bapak Sapardi belum sempat melihat “ketabahan” teman-teman di FH-UH mahasiswa dikekang, namun mereka tetap tabah. Tapi entah sampai kapan ketabahan mereka akan terus berlangsung, entah kapan para idealis yang bermimpi ingin mengubah bangsa ini, bersuara untuk mengubah keadaan fakultasnya sendiri. Entah kapan para pendebat panggung dengan mimpi yang bergulung-gulung akan bersuara dan meruntuhkan setiap argumen para pemangku jabatan, atau tidak akan pernah. Mungkin karena kita lahir di generasi yang terlalu menjujung tinggi kesabaran. Memang sempat para mahasiswa di FH-UH duduk bersama seraya membicarakan pembentukan forum besar (forbes), tapi apa mau dikata, setelah mahasiswa bersepakat untuk membentuk forbes di keesokan harinya, jumlah masiswa yang hadir tidak sebanyak jumlah mahasiswa yang berkoar. Mungkin karena FH-UH telah dipenuhi dengan para pemalas yang peduli.

Kepada Tuan dan Puan, Mari Kita Duduk Bersama

Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni, entahlah kali ini Sapardi benar atau salah, tapi setidaknya hujan bulan Juni memang jauh lebih bijak dari para pengambil kebijakan di FH-UH. Mereka menyuruh mahasiswanya untuk berprestasi tapi malah mengunci tempat mereka berbagi gagasan-gagasan hebat. Mereka menyuruh mahasiswa percaya kepada pihak dekanat,tapi mereka sendiri yang tidak mempercayai mahasiswanya. Hal tersebut, terbukti dari pemasangan CCTV di selasar-selasar sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Bukankah seharusnya mahasiswa dididik dengan baik, bukan malah dicurigai dan dianggap sebagai tahanan lapas seperti itu. Entah apa guna pemasangan CCTV di koridor UKM.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa senjata kaum intelek bukanlah kekuasaan apalagi senjata api. Kekuatan kaum intelek adalah lidah mereka yang kritis dan ide-ide mereka yang rasional. Kita hidup di lingkungan kampus, tapi mengapa seolah para pemangku kebijakan terlihat enggan untuk duduk bersama dengan mahasiswa dan membicarakan kebijakan yang ingin mereka buat dan mendengar saran anak-anaknya.

Engkau mengajarkan mahasiswa bahwa “Negara bisa baik jika tidak ada sekat di antara penguasa dengan rakyatnya,” melalui buku-buku yang engkau suruh kami untuk baca,tapi nyatanya kalian adalah sebaliknya. Mungkin karena gelar-gelar yang kalian miliki mebuat kalian merasa tidak terlalu pantas duduk dan berdiskusi bersama “anak-anak” kalian yang belum memiliki label apapun di belakang namanya. Kepada Tuan dan Puan marilah duduk bersama dengan anak-anakmu ini. Mari bicara dari hati ke hati, bicara dengan kepala dingin.

Jangan Lebih Tabah dari Hujan Bulan Juni

Saya tidak berharap banyak karena seperti yang lainnya saya hanyalah si pemalas yang peduli yang berkata, namun tak banyak bertindak. Namun, bagi mereka yang telah terjun dan menceburkan dirinya ke dunia politik. Saya yakin mereka adalah satu di antara ratusan mahasiswa yang perkataan dan tindakannya selaras. Seperti sebelum-sebelumnya pemimpin adalah mereka yang sikap dan perilakunya mencerminkan kebijakan. Merekalah yang tak boleh lebih tabah dari hujan bulan juni. Pemimpin adalah mereka yang telah meminimalisir ego pribadi dan ego kelompoknya. Untuk Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa yang terpilih, kalian akan memimpin semua elemen mahasiswa FH-UH, bukan hanya memimpin mereka yang membantu kalian untuk menang. Ingat ketika masa kemimpinan kalian berhasil sejarah akan mencatatnya, tapi ketika masa kepemimpinan kalian gagal maka sejarah akan mengabadikannya.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan