web analytics
header

Makassar Menuju Kota Industri Ramah Lingkungan

maks
sumber: kophisulsel.wordpress.com

Senin (17/10), bertempat di Aula Prof. Amiruddin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK-UH), Hasanuddin Law Student Centre (HLSC) mengadakan seminar nasional dengan mengusung tema “Penegakan Hukum untuk Makassarku Menuju Kota Industri yang Ramah Lingkungan.” Hadir sebagai pembicara Kepala Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulawesi Selatan Ir. Muhammad Nur, Ahmad Ashov Birry dari Green Peace, Muhammad Al Amin dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan Prof. Irwansyah selaku pakar hukum lingkungan.

Dalam pemaparannya Al Amin menjelaskan bahwa jika pengusaha tujuannya adalah usaha yang lestari dan berkelanjutan, maka tentu pilihan yang tepat adalah dengan menjaga lingkungan. Menurutnya jika lingkungan mengalami kerusakan dan berdampak pada masyarakat maka usaha tersebut tidak akan pernah sustainable. Sehingga pengusaha yang baik menurutnya adalah pengusaha yang menyadari faktor-faktor alam untuk keberlangsungan usahanya. “Tidak hanya memperhatikan profit jangka pendek, melainkan keuntungan jangka panjang pun diperhatikan dan bukan hanya untuk kegiatan usahanya tetapi juga untuk lingkunganya,” jelasnya. Namun hal tersebut sulit terwujud disebabkan kejahatan lingkungan banyak dilakukan oleh korporasi. Ia beranggapan korporasi mengabaikan aspek lingkungan.

Senada dengan itu, Ahmad Ashov Birry melihat dewasa ini banyak zat kimia tercemar yang diproduksi oleh perusahaan tanpa memerhatikan kemana limbahnya akan dibuang. Sekitar seratus ribu bahan kimia diracik di pabrik untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, namun dari seratus ribu itu hanya dua persen yang dapat dibuktikan aman.

Ashov menyatakan bahwa manusia dapat selaras dengan alam jika manusia bisa melaksanakan aktivitas ekonomi dan ekologi secara seimbang, kata kuncinya adalah hidup sesuai konteks.

Lebih lanjut, Ashov menilai hukum atau kebijakan terkait kontrol pencemaran masih lemah, karena masih menggunakan pendekatan mengatur dan mengawasi. Sementara menurutnya pendekatan tersebut memiliki banyak kekurangan, baik itu dari sistem maupun pelaksanaannya. Permasalahan lain dari pendekatan tersebut  terdapat di provinsi atau kabupaten yang memiliki keterbatasan sumber daya manusia dalam mengawasi puluhan ribu industri.

Penegakan hukum yang tegas dipandang sangat penting bagi Ashov demi Makassar menuju kota industri yang ramah lingkungan. Selain itu faktor yang tidak kala pentingnya adalah peran publik itu sendiri. “Masyarakat harus menyadari hak-haknya untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat,” ungkapnya. “Kita exercise hak itu melalui jalur-jalur yang konstitusional, kita harus menyadari potensi dampak dari tiap pilihan kita.” Jika publiknya seperti itu, Ashov dengan tegas mengatakan, kota industri yang ramah lingkungan lebih mudah terwujud. (Dia&Nof)

Related posts: