web analytics
header

Human Trafficking Awal Perbudakan Modern

Sumber: Texasgopvote

Sumber: Texasgopvote
Sumber: Texasgopvote

Fitriani (Reporter LPMH-UH periode 2016-2017)

Saat ini marak dikabarkan banyak kasus perdagangan manusia, atau biasa disebut human trafficking. Human trafficking bukanlah sebuah isu baru yang berkembang. Lembaran sejarah telah mencatat bahwa perdagangan manusia telah terjadi semenjak Indonesia berada di bawah pimpinan para raja dan pada masa penjajahan. Masyarakat pribumi kerap dijadikan budak penjajah. Masalah perbudakan inilah yang menjadi akibat dari berkembangnya human trafficking.

Trafficking sendiri merupakan tindakan perekrutan, penampungan, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan didalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. (Arie Putra “Peranan Pemerintah dalam Mengantisipasi Bahaya Human Trafficking”).

Kejahatan ini tidak muncul dengan sendirinya, banyak hal yang melatarbelakangi berkembangnya human trafficking yakni, masyarakat berpendidikan rendah, tingkat kemiskinan yang tinggi, kebutuhan hidup yang meningkat serta lemahnya pengawasan pemerintah.

Berdasarkan data United Nation Office on Drugs and Crime  (UNDOC) perempuan dan anak kebanyakan menjadi korban perdagangan manusia dengan presentase 75%. Faktor penyebabnya karena perempuan dan anak dinilai makhluk yang lemah. Sementara itu, data yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sebanyak 188 kasus human trafficking terjadi di tahun 2013, 326 kasus pada tahun 2014 dan 584 kasus di tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kasus human trafficking setiap tahunnya semakin meningkat.

Awal terjadinya trafficking adalah dengan merekrut para korban agar mau mengikuti kehendak pelaku. Cara yang paling sering digunakan oleh para pelaku perdagangan manusia dengan mengiming-imingi korban menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan hidup yang layak, gaji yang tinggi dan pekerjaan yang mudah di luar negeri.

Setelah proses perekrutan ini selesai, selanjutnya yakni transportasi. Kebanyakan korban dari perdagangan manusia adalah pekerja ilegal yang bekerja di luar negeri, maka proses transportasinya juga ilegal yakni dengan mengirim para korban menggunakan paspor dan visa palsu. Perdagangan manusia ke luar negeri juga mempermudah para pelaku dikarenakan sulit dilacak, apalagi banyak masyarakat yang saat ini juga belum memilki catatan kelahiran.

Jika pun pengiriman korban perdagangan manusia dilaksanakan dengan legal, namun apabila dilakukan dengan cara kekerasan atau korban berada dalam keadaan tidak berdaya dan tidak memiliki pilihan lain serta selama menjadi korban dan telah dieksploitasi maka hal tersebut tetap dinamakan human trafficking.

Proses akhir yakni transfer korban. Korban dibawa kepada mereka yang membutuhkan pekerja yang dapat dieksploitasi. Ketika para korban dieskploitasi tenaganya baik sebagai buruh, pekerja seks, pekerja anak atau sebagai asisten rumah tangga, tindakan ini disebut sebagai perbudakan modern yang terjadi saat ini. Perbudakan modern ini diartikan sebagai kondisi di mana manusia diperlakukan oleh orang lain yang selanjutnya menjadi tuannya sebagai properti pribadi, sehingga kemerdekaan si korban tersebut terampas lalu dieksploitasi demi kepentingan orang lain yang melakukan praktik perbudakan modern tersebut. Kemudian dapat dikatakan bahwa korban dapat dipekerjakan dan dibuang begitu saja seperti barang.

Miris, ketika harus mendengarkan kisah asisten rumah tangga ilegal yang bekerja di luar negeri. Mereka harus kabur dari tuannya karena mendapat perlakuan yang tidak manusiawi, gaji yang rendah, mendapat kekerasan fisik maupun seksual bahkan mereka tidak bisa meminta berhenti kecuali mereka harus meregang nyawa.

Menurut penulis, human trafficking merupakan bentuk kejahatan transnasional. Maka dari itu kita selaku masyarakat tidak boleh menutup mata akan keberadaaan tindak pidana human trafficking karena kejahatan ini menghasilkan suatu akibat yakni perbudakan modern. Tentunya kita tak ingin melihat kejadian tersebut menimpa keluarga kita. Meskipun telah ada undang-undang yang mengatur tentang human trafficking yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, namun tetap saja tindak pidana tersebut semakin berkembang. Penguatan batas wilayah baik antar negara maupun antar daerah, memberikan penyuluhan akan bahaya human trafficking kepada para pekerja dapat menjadi solusi untuk mencegah kejahatan ini. Namun lebih dari itu diharapkan pula agar aparat hukum dapat menegakkan hukum dalam mengawal kasus-kasus yang berkaitan dengan human traffcking.

Related posts: