web analytics
header

Pemberdayaan Masyarakat Menuju Indonesia Emas Kini dan Nanti

Rizkie Library. Pemberdayaan Masyarakat

Rizkie Library. Pemberdayaan Masyarakat
Rizkie Library. Pemberdayaan Masyarakat

Nurul Fuadyah Kahar

(Layouter LPMH-UH Periode 2016-2017)

Menempati angka keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk tertinggi di dunia, tentunya Indonesia semakin terjepit dengan berbagai permasalahan sosial. Masalah terbesar adalah kuantitas penduduk yang tinggi, tidak berbanding lurus dengan kualitas yang dimiliki tiap individu. Hal ini kemudian menjadi pemicu utama besarnya tingkat kemiskinan di Indonesia. Peringkat ke empat nyatanya bukanlah kedudukan tertinggi yang dapat dicapai oleh Indonesia. Pasalnya Indonesia saat ini harus mempersiapkan bonus demografi pada tahun 2045. Menurut proyeksi yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan menilik populasi absolut Indonesia di masa depan, maka negeri ini akan memiliki lebih dari 270 juta jiwa pada tahun 2025, lebih dari 285 juta jiwa pada tahun 2035 dan 290 juta jiwa pada tahun 2045. Baru setelah 2050  akan berkurang. (http://www.indonesia-investments.com)

Saat ini Indonesia dengan jumlah penduduk 258.316.051 jiwa, dengan rasio 3,5% dari jumlah penduduk dunia, telah mengalami permasalahan kemiskinan yang cukup tinggi. Pemerintah Indonesia tentunya telah menjalankan berbagai program dalam mengikis tingginya tingkat kemisikinan tersebut. Upaya yang ditempuh mulai dari tingkat daerah hingga nasional. Salah satu program pemerintah dengan tujuan mengatasi kemiskinan adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). PNPM ini adalah salah satu program yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, dimana pemerintah tidak hanya memberikan bantuan secara berangsur-angsur, tetapi terkhusus pada pemberian pembekalan  agar masyarakat lebih produktif dengan pelatihan yang diberikan. Sehingga masyarakat dapat mandiri dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya.

PNPM sendiri resmi diperkenalkan oleh pemerintah Republik Indonesia pada 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah, saat masa pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono. Selain PNPM, sebelumnya telah ada program yang berorientasi pada bagaimana menyelesaikan konflik kemiskinan di Indonesia. Seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT), pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin), Kompensasi Bahan Bakar Minyak, Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), dan berbagai program lainnya. Namun dalam proses berjalannya program tersebut, tentu akan ditemukan kelemahan yang menjadi evaluasi bagi pemerintah untuk lebih memikirkan  upaya apa yang paling tepat dalam menanggulangi tingkat kemiskinan.

Hambatan pemerintah saat ini adalah menumbuhkan kesadaran pada masyarakat untuk berusaha sendiri dalam mewujudkan kesejahteraan hidupnya. Sebab, program yang seharusnya perlu lebih digencarkan oleh pemerintah adalah program yang dapat memperkuat jiwa saing masyarakat dalam perekonomian. Terutama tingginya daya saing manusia saat ini di tengah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Hal tersebut dapat ditempuh melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang mampu dikembangkan di Indonesia adalah, peningkatan mutu masyarakat dari segi keahlian maupun keterampilan. Kemudian masyarakat diharapkan lebih produktif dan mempunyai kualifikasi untuk bersinergi maupun membangun persaingan pada perekonomian dunia.

PNPM adalah sebagai salah satu wujud tindakan pemerintah dalam upaya melaksanakan Millennium Development Goals (MDGs). MDGs ditandatangani oleh Indonesia bersama 189 negara lain pada Deklarasi PBB tentang upaya, sasaran dan target-target pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan. Dengan adanya MDGs pada tahun 2000 tersebut, Indonesia beserta seluruh elemen pemerintahan tingkat daerah, kabupaten, kota hingga provinsi menggencarkan kegiatan yang mengarah pada upaya peningkatan taraf kesejahteraan hidup masyarakat.

Seiring dengan berjalannya program PNPM oleh pemerintah, hal yang menjadi polemik kemudian adalah bagaimana exit strategy dari program nasional yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat tersebut. Exit strategy menurut Rogers and Macias (2004: 8) adalah rencana khusus yang menggambarkan bagaimana suatu program akan ditarik dari suatu wilayah sementara pencapaian tujuan pembangunan dapat dipastikan tidak akan terganggu dan perkembangan tujuan lebih lanjut akan dicapai. Strategi pengakhiran yang dimaksud adalah apakah manfaat yang akan dihasilkan setelah berjalannya PNPM di Indonesia. Karena sudah semestinya diakhir sebuah program adalah lahir manfaat besar bagi kesejahteraan masyarakat sebagai sasaran utama.

Persoalan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat merupakan dua hal yang menjadi permasalahan kompleks bagi pemerintah. Di mana benang merah dari keduanya adalah bagaimana memberdayakan masyarakat, sehingga masyarakat yang dipandang sebagai kategori tidak mampu, tidak lagi bergantung pada bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Berdasarkan hal tersebut perlu diperhatikan bagaimana proses berjalannya PNPM itu sendiri, dan apa yang dihasilkan oleh program tersebut. Karena selama ini program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah adalah pemberian bantuan tunai maupun bahan pokok, adalah suatu kenyataan yang menimbulkan kekhwatiran, tentang bagaimana pemberian bantuan tersebut tidak menyebabkan masyarakat terus-menerus berpangku tangan mengharapkan uluran tangan pemerintah, dan tidak melakukan upaya yang mandiri.

Mengatasi kemiskinan, menurut penulis sudah sepatutnya dimulai dari memberdayakan masyarakatnya serta memfasilitasi masyarakat guna dapat membuat usaha sendiri, mempunyai skill agar dapat memperoleh pekerjaan yang dapat mengangkat harkat dan martabat manusia. Kembali harus senantiasa berpandangan ke depan, maka tetap dalam rangka mengatasi kemiskinan, saat ini Indonesia juga perlu strategi menghadapi Indonesia Emas 2045. Sehingga bonus yang ada pada tahun 2045 adalah sebuah anugerah yang dimiliki Indonesia dengan jumlah penduduk yang produktif, berkompeten dan mempunyai jiwa saing serta kompetitif diharapkan mampu membawa Indonesia ke negara maju.

Terkait strategi persiapan menghadapi kenyataan pada tahun 2045, maka di sinilah dibutuhkan pengawasan terhadap program pemberdayaan masyarakat. Pengawasan yang diperlukan adalah senantiasa menjaga stabilitas program yang dijalankan agar berorientasi penuh pada peningkatan kualitas individu yang mengarah pada kesejahteraan hidup masyarakat dan tidak ada kepentingan-kepentingan yang menyimpang. Tentunya juga ada exit strategy yang dihasilkan. Adapun pengawasan terhadap berbagai program upaya mengatasi kemiskinan melaui pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Sehingga kemiskinan tidak lagi menjadi keluhan setiap masyarakat, namun di atasi bersama. Menyiapkan generasi yang dapat mewujudkan “Indonesia Emas” bukan hanya pada tahun 2045, namun Indonesia harus mencapai keemasannya lewat program pemberdayaan yang tidak dijalankan sebagai formalitas belaka, namun ditandai dengan keberhasilan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Untuk masyarakat sejahtera juga demi “Indonesia Emas” kini dan nanti.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan