web analytics
header

WD III FH-UH Bersama Tiga Lembaga Tinggi Bahas Kelanjutan PMH

Pertemuan antara WD III FH-UH Hamzah Halim dengan pengurus BEM, DPM, dan MKM di ruangannya, Selasa (7/2). Dokumentasi Ardy.

Pertemuan antara WD III FH-UH Hamzah Halim dengan pengurus BEM, DPM, dan MKM di ruangannya, Selasa (7/2). Dokumentasi Ardy.
Pertemuan antara WD III FH-UH Hamzah Halim dengan pengurus BEM, DPM, dan MKM di ruangannya, Selasa (7/2). Dokumentasi Ardy.

Makassar, Eksepsi Online – Wakil Dekan III (WD III) Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) Hamzah Halim melakukan pertemuan dengan pengurus tiga lembaga tinggi FH-UH yang terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Mahkamah Keluarga Mahasiswa (MKM). Pertemuan yang berlangsung di ruangannya, Selasa (7/2) membahas kelanjutan Pembinaan Mahasiswa Hukum (PMH).

Ditemui usai pertemuan, Hamzah menyampaikan agar permasalahan PMH segera menemukan titik terang. Menurutnya, jika mengacu pada pedoman Penerimaan dan Pembinaan Mahasiswa Baru (P2MB) tahun 2016, proses pembinaan tiap fakultas hanya dapat dilaksanakan hingga akhir Januari, jika lewat maka akan melanggar aturan yang ada. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar permasalahan PMH dibawa ke Kongres Keluarga Mahasiswa (Kema). Dari kongres nantinya, diharapkan menghasilkan keputusan terkait proses pembinaan mahasiswa angkatan 2016. “Intinya kenapa diusulkan ini adalah untuk mencari alternatif yang bisa menjadi alasan atau dasar sehingga mahasiswa angkatan 2016 ini bisa menjadi anggota Kema (Red, Kema Biasa),” tuturnya.

Namun Hamzah mengingatkan, jika dalam kongres nantinya diputuskan diadakan pembinaan, maka kegiatan tersebut tidak mengatasnamakan PMH. “Namanya bukan pembinaan lagi. Tidak boleh kalau pembinaan, ini melanggar,” jelasnya.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Presiden BEM FH-UH Kahar Mawansyah. Kahar menilai pembinaan tetap bisa dilaksanakan meski melewati batas yang ditetapkan di pedoman P2MB, dengan catatan jika ada izin pihak dekanat. “Teknis maupun pelaksanaan waktu, itu ada catatan tambahan. Bisa dilakukan di luar dari pada itu, jika disepakati oleh pimpinan fakultas,” terangnya.

Kahar pun menjelaskan, jika dalam kongres disepakati akan diadakan pembinaan dengan nama lain selain PMH, maka tetap ada aturan yang dilanggar. Justru menurutnya dengan ada persetujuan dari pimpinan fakultas mengenai PMH, maka tidak ada aturan yang dilanggar.

Dilain sisi Ketua DPM Addinul Haq mengungkapkan bahwa permasalahan sebenarnya bukan pada pelaksanaan pembinaan, melainkan bagaimana menentukan status Kema mahasiswa angkatan 2016. “Di konstitusi dijelaskan untuk menjadi Kema Biasa harus melalui proses pembinaan,” jelasnya.

Sementara usulan untuk melakukan pembinaan dengan nama lain selain PMH, dinilai oleh Dinul perlu dibuatkan aturan terlebih dahulu. Dalam Konstitusi Kema belum diatur mengenai hal tersebut, sehingga perlu dipertimbangkan dampak atau permasalahan ke depannya. “Nanti ada lagi yang mengatakan bahwa angkatan 2016 ini bukan Kema Biasa, ini tidak legal, karena mereka tidak lewati proses PMH,” ungkapnya.

Melihat permasalahan kelembagaan yang bisa terjadi, pihaknya pun telah meminta pertimbangan dari pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) FH-UH pada rapat yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pada saat itu pengurus UKM mengungkapkan membutuhkan adanya regenerasi untuk lembaga sehingga kaderisasi perlu dijalankan.

Sementara itu, keinginan untuk berlembaga dirasakan oleh mahasiswa angkatan 2016 Anisa. Menurutnya perlunya diadakan pembinaan agar angkatan 2016 dapat resmi sebagai anggota Kema Biasa dan mengikuti proses rekruitmen anggota UKM FH-UH. “Karena sebenarnya kita semua ini masuk di FH-UH, pastinya mau menjadi anggota Kema Biasa,” jelasnya. (Dia)

Related posts: