Daniel Akhyari
(Sekretaris Bidang Kaderisasi Garda Tipikor Fakultas Hukum Unhas periode 2016-2017)
Sejak rezim orde baru yang memiliki entitas otoritarian hingga zaman yang penuh hiruk-pikuk berdemokrasi, nyatanya korupsi masih menduduki tahta permasalahan tertinggi di negeri ini. Saat era orde baru, tepatnya pada tahun 1971, keberlakuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Tipikor) telah disetujui oleh perlemen dan pemerintah kemudian disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. Namun, perangkat legal tersebut tidak mampu membendung kompleksitas tindak pidana korupsi. Seiring berjalannya waktu, celah tersebut disadari sehingga undang-undang tersebut dicabut dan digantikan dengan UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di tahun pula terjadi gejolak kapital dan meningkatnya indeks korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Namun apabila kita merujuk kepada cita-cita negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat berbunyi:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”
Perlindungan dan seluruh tumpah darah melalui perangkat hukum yang berlaku merupakan hal yang mutlak untuk diwujudkan, tidak ada artinya kata-kata “melindungi seluruh tumpah darah” kalau pun masih adanya penderitaan yang dirasakan oleh rakyat berupa ketimpangan-ketimpangan dalam hak-hak ekonomi yang mencerminkan ketidaksejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketidaksejahteraan itu didorong dan diciptakan atas sistem pemerintahan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena masih membiarkan adanya praktik-praktik pemerintahan dimana kekuasaan dijalankan secara sewenang-wenang dan tidak berpihak pada rakyat.. Oleh karena itu, dalam suatu negara pemerintah sebagai dalang pengatur jalannya tatanan masyarakat yang sejahtera dan aman bagi rakyatnya. Salah satu kegagalan pemerintah dalam memenuhi hak konstitusional rakyat Indonesia adalah kesejahteraan. Tingginya korupsi kemudian melahirkan ketidaksejahteraan bagi masyarakat. Korupsi yang telah meluas dan berakar di Indonesia telah menghancurkan harapan bangsa atas mimpi kesejahteraan yang selalu didambakan, bahkan mengancam eksistensi negara yang seharusnya mewujudkan mimpi kesejahteraan tersebut. Menurut Nyo-man Serikat Putra Jaya:
“Tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme tidak hanya dilakukan oleh penye-lenggara negara, antar penyelenggara negara, melainkan juga penyelenggara negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara.”
Dalam kurun waktu tiga dekade terakhir, Indonesia termasuk negara korup yang menempati ranking teratas, Indonesia menempati nomor 86 dari 90 negara. Indonesia juga masuk lima besar negara yang paling korup versi Coruption Perception Index dan The Straits Times menyebut Indonesia sebagai nomor tiga paling korup dari 99 negara di dunia. Korupsi di Indonesia berkembang secara sistematik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sudah merupakan suatu kebiasaan. Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sementara pemberantasannya masih sangat lamban. Romli Atmasasmita menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan sejak tahun 1960-an. Langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat hingga sekarang. Hal demikian yang tidak bisa dibiarkan, maka inisiatif pemerintah membentuk UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang diundangkan pada 27 Desember 2002.
Berdasarkan analisis Lembaga Pengkajian Independen Kebijakan Publik (LPIKP) bahwa pemberantasan korupsi sejak terbentuknya KPK di Indonesia, dengan dukungan pers dan lembaga swadaya masyarakat telah memberikan pengaruh positif bagi keterlibatan masyarakat untuk turut proaktif dalam membantu penegak hukum. Sehubungan dengan itu berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) tentang implementasi pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta untuk menyelenggarakan pendidikan antikorupsi mulai tahun akademik 2012/2013 dalam bentuk mata kuliah wajib/pilihan atau disisipkan dalam mata kuliah yang relevan. Keterlibatan mahasiswa tentunya memiliki andil sebagai pelopor terdepan agen of change tentunya menimbang akan alat penyambung bagi masyarakat dalam penyampaian budaya antikorupsi berlandaskan tridarma perguruaan tinggi. Di samping itu juga perlu ditekankan penguatan nilai-nilai moral dan etika sangat difungsikan beriringan dengan pendidikan karakter berlandaskan falsafah Pancasila sehingga pada akhirnya akan memproduksi sumber daya manusia berkompeten, bermoral, beretika, dan berakhlak mulia.
Peran Pendidikan Moral dan Etika dalam diri Mahasiswa dalam Pencegahan Korupsi.
Pendidikan merupakan hal yang sedang diemban oleh bangsa Indonesia guna menghasilkan para insan terpelajar yang mampu mengkomprehensifkan keadaan baik dalam dunia kerja maupun persaingan global. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Indonesia sedang giat dalam mengembang yang ada, baik formal maupun informal. Namun keadaan ini berbanding terbalik dengan tujuan yang diharapkan bangsa Indonesia, dikarenakan pendidikan yang dilaksanakan tidak berbasis pengembangan karakter dari orang yang menerima pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan di Indonesia hanya berjalan di tempat pada pemberian ilmu secara teoritis tanpa memerhatikan dampak ke depannya. Tujuan dari diadakannya pendidikan bukan sekedar hanya membuat manusia menjadi pintar dan cerdas, namun pendidikan tentunya mampu menciptakan sumber daya manusia yang berintegritas tinggi yang memuat nilai-nilai moral dan etika.
Kata “etika” berasal dari Yunani, yaitu “ethos” yang artinya kebiasaan dan “moral” dalam bahasa latin “Moralismos, Moris” yang berarti adat istiadat, tingkah laku, ataupun kelakuan. Berbicara tentang moral dan etika sangat erat hubungannya dengan pendidikan yang pada saat ini sedang gawat darurat, sehingga menjadikan salah satu penyebab terjadinya korupsi di negeri ini. Bukan cuma dalam kaum elite, namun juga dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Faktanya, pengaplikasian nilai moral dan etika dalam dunia pendidikan dirasa kurang dan seakan mengalami pergeseran nilai yang seharusnya menciptakan sumber daya manusia yang berakhlak, bernoral, beretika, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila ditinjau dari sudut pandang yang lain itu pula menjadinya tindakan korupsi.
Pendidikan sekarang selalu mengedepankan bagaimana menciptakan orang-orang yang pintar dan cerdas dengan mengesampingkan nilai-nilai moral dan etika, sehingga memberikan cerminan untuk selalu mementingkan hasil yang diperoleh dibandingkan dengan cara memperoleh sesuatu itu dengan kata lain dengan cara-cara serba muda (instan). Keadaan itu sangat mendorong seseorang untuk cepat mendapatkan sesuatu, meskipun dengan cara-cara yang tidak jujur. Hal-hal yang dinilai kecil namun pula memberikan kebiasan buruk ke depannya sebagai awal memunculkan perilaku korupsi.
Hal yang seharusnya diubah saat ini yaitu membuang jauh-jauh nilai negatif itu, serta kembali membuat sistem baru dengan mulai menumbuhkan pendidikan karakter dalam lingkup keluarga yang dianggap awal, pendidikan religius atau agama sejak dini, serta sopan santun dan kejujuran dalam lingkup bermasyarakat. Sehingga pemerintah tidak lagi menjadikan nilai sebagai patokan utama, tetapi tetapi kejujuran dalam memperoleh nilai, memberikan kesempatan dan pada lembaga-lembaga pendidikan, jika belum ada yang memperoleh target dapat diberikan konseling, dan pembelajaran yang lebih intens agar semuanya dapat tercapai.. Hingga akhirnya mampu melahirkan generasi-generasi yang bernilai dasar negara dan mampu memberikan akuntabilitas tinggi bagi bangsa ini.
Pendidikan Antikorupsi bagi Mahasiswa
Melihat dari pandangan dunia bahwa Indonesia adalah bagian darinya, tak serta merta Indonesia harus merasakan malu dan memperburuk citranya akibat adanya kasus korupsi, sehingga terjadinya rasa rendah diri ketika berhadapan langsung dengan negara lain. Pemerintah berupaya kembali memberikan solusi yang dianggap cukup efektif guna membendung atau paling tidak mencegah adanya kasus korupsi melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan KPK membuat program pendidikan antikorupsi ke dalam mata kuliah. Program ini dirasakan cocok bagi kalangan mahasiswa guna memperlihatkan dan menambah pengetahuan mahasiswa serta perannya dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Mengingat nantinya, setelah selesai dari bangku perkuliahan mereka mampu mengimplimentasikan ilmu-ilmu mereka dalam dunia kerja serta tidak tergiur akan jabatan yang akan merujuk pada perilaku korupsi.
Pendidikan antikorupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai antikorupsi.. Pendidikan antikorupsi adalah program mata kuliah baru dikalangan mahasiswa berdasarkan surat dengan segala aspeknya di Indonesia. Dalam upaya memberantas korupsi, Presiden Republik Indonesia telah secara khusus mengistruksi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan berkerjasama dengan KPK dan dinyatakan dalam intruksi Presiden RI No 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Dalam rangka persiapan pembelajaran pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan KPK telah melaksanakan kegiatan Training of Trainers (TOT) Pendidikan Antikorupsi tahun 2012 bagi 1007 dosen di 526 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Dengan melihat uraian serta besarnya upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi merupakan kesadaran kembali yang haruslah dimulai dari setiap orang. Pendidikan antikorupsi bagi kalangan mahasiswa diyakini sebagai alternatif sebagai langkah awal mewujudkan mimpi pemerintah dan mampu cepat diterapkan di sejumlah perguruan tinggi. Melihat mahasiswa yang nanti akan keluar dengan gelar yang dipikulnya tentunya akan melanjutkan tongkat estafet perjuangan serta tanggung jawab demi terwujudnya pemerintahan yang bagus (good government).
Pembentukan Lembaga Pegiat Antikorupsi
Jika menengok sejarah dengan lahirnya reformasi sebagian besar dari perjuangan nyata peran serta mahasiswa dalam memberikan perubahan. Pada saat itu memang Indonesia sedang mengalami gejolak perekonomian yang tidak stabil serta tingginya kasus KKN sehingga pemikiran saat itu menyimpulkan untuk diadakannya suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Mahasiswa merupakan seorang individu yang dilekatkan kepadanya predikat dan di embani tugas sebagai kaum intelektual yang mampu menyebarkan virus-virus literasi dan kultur intelek kepada masyarakat. Dalam UU No.12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, mahasiswa didefinisikan sebagai peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi. Melihat dinaspektmisasi pergerakan mahasiswa dari masa ke masa, sehingga secara konsepsi lahirlah sebagai perspektif dan berdasarkan konsepsi dasar tridarma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian.Dalam dinamikanya peran serta mahasiswa sebagai berikut :
- Sebagai agent of change (agen perubahan)
- Sebagai iron stock (generasi pelanjut)
- Sebagai guardian of value (penjaga nilai)
- Sebagai social of control (pengontrol social)
Dengan menimbang seluruhnya apa yang menjadi hakikat serta peran mahasiswa dalam upaya pencegahan serta pemberantasan korupsi dinilai tidak sebatas dalam ruang kuliah dengan memahami teori pemberantasan, namun juga perlu pengimplementasiannya. Hal inilah yang menjadi peranan penting bagi perguruan tinggi untuk menyediakan sarana dan prasarana pengembangan diri bagi didikannya. Maka lahirlah sebuah wadah atau lembaga kemahasiswaan dalam rangka mengembangkan dirinya. Lembaga kemahasiswaan juga dijadikan sebagai sarana serta membina persaudaraan dan juga menjadi wadah untuk menampung aspirasi mahasiswa.
Apalagi sekarang mengungkapkan kondisi mahasiswa yang apatis terhadap sesuatu. Dalam sejarah kita selalu dihadapkan dengan cerita-cerita mengenai para kaum-kaum intelektual yang senantiasa menjadi tokoh dalam pencerahan peradaban bangsa. Kehadiran kaum intelektual ini selalu menjadi penting sebab kemampuan daya nalar dan kritisme mereka menjadi senjata utama dalam menentang segala bentuk penyimpangan yang dibuat oleh rezim. Kebutuhan akan sebuah model pergerakan yang paripurna dan porehensif dari para kaum intelektual ini memerlukan wadah yang amat menunjang menyuarakan aspirasi masyarakat, serta melihat bagaimana fenomena yang terjadi belakangan ini, akan makin meriahnya kasus korupsi di Indonesia tidak mampu begitu saja mencegah arus-arus tersebut. Meskipun demikian, dengan dibentuknya lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) namun nyatanya sejak dibentuknya masih saja korupsi masih saja dimana-mana. Maka dari itu, inilah menjadi hal urgensi perlu adanya lembaga pegiat antikorupsi.
Keberadaan lembaga pegiat antikorupsi yang diharapkan dijadikan titik acuan atau patron dalam pergerakan sosial, terutama dalam perlawanan memberantas korupsi sehingga membawa budaya mahasiswa untuk mengobarkan semangat perlawanan. Konsep gerakan mahasiswa dalam lemabaga pegiat antikorupsi haruslah memiliki model yang paripurna serta komprehensif, dimana pemaknaan konsep pengabdian menjamin sinergitas dengan tridarma perguruan tinggi yang nantinya dijabarkan dalam gerakan sosial. Tidak serta merta lembaga ataupun model dari organisasi tersebut dalam perannya tetapi juga kader-kader yang dimiliki juga memiliki integritas serta mampu mengajarkan keteladanan. Dengan cara ini, diyakini mampu menghambat virus koruptif dengan penguatan karakter. Oleh karenanya, mahasiswa diyakini mampu menjadi sosok paling berkualitas dalam perlawanan melawan korupsi serta dukungan dengan adanya lembaga pegiat antikorupsi yang harus segera di permanenkan. Oleh karena lembaga pegiat antikorupsi haruslah menjadi subsistem yang mampu membantu serta menjadi faktor penunjang bagi aparat hukum.
Penutup
Pendidikan moral dan etika dianggap sangat perlu dan dijadikan awal sebelumnya untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Pendidikan moral dan etika dapatlah di mulai dari ruang lingkup keluarga. Orang tualah menjadi guru pembimbing bagi anak-anaknya dan diiringi dengan penanaman serta penguatan nilai religius atau keagamaan terhadap anak itu sendiri, sehingga nanti mampu menilai dengan nalarnya mana yang seharusnya baik untuknya dan mana yang buruk untuknya.
Pendidikan antikorupsi bagi mahasiswa juga mampu memberikan warna terbaru serta memberikan pandangan bagi mahasiswa agar mereka mengerti akan dampak buruknya kejahatan korupsi serta meningkatkan daya pengetahuan mahasiswa akan bahaya korupsi, nantinya akan mengantar idealisme peran melawan korupsi.
Penerapan serta pengimplementasian dari nilai moral-etika, pendidikan antikorupsi tidak serta merta hanya ada dalam batasan ruang kuliah, sehingga disimpulkan untuk diadakannya suatu lembaga atau wadah yang mampu membina kekeluargaan serta membangun budaya kritisme dan kepekaan mahasiwa. Keberadaan lembaga pegiat antikorupsi ini dianggap dan diharpkan menjadi satu perlawanan terhadap tindak pidana korupsi yang secara sistematis dapat menyuarakan segala bentuk idealisme dan aspirasi masyrakat secara konstan. Lembaga antikorupsi harus segera dilanggengkan serta diterapkan di seluruh perguruan tinggi, mengingat perlu adanya pengawalan transparansi anggaran supaya tidak terjadinya kasus korupsi di sektor tersebut, sekaligus menjadikan mahasiswa ikut berpartisipasi membantu penegak hukum, dalam hal ini pamerintah demi terwujudnya pemerintahan yang baik (good government).
DAFTAR PUSTAKA
Mhtml :file://E:/mujtahid Upaya Melawan Korupsi,mht
Ridwan,”Kebijakan Formulasi Hukum Pidana dalam Pemberantasan Korupsi”. Jurnal Ilmiah Jure Humano, Vol.1 No. 1 Maret 2009. Serang: Fakultas Hukum Untirta;
‘http://id.wikipedia.org/wiki/korupsi di-indonesia,
Atmasasmita,Romli 2004, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Bandung: Mandar Maju.
LPIKP, Sisi Lain Akuntabilitas KPK dan Lembaga Pegiat Korupsi, Penrbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Tahun 2016.
Tipikor Garda, Kejahatan Korupsi, Rangkang education, Yogyakarta, 2016.
Anonim, Keadaan Pendidikan di Indonesia Saaat ini, Jakarta:Koran Antara At Available http;//www.antarnews/berita/467070/mendikbud—pendidikan-indonesia-dalam-kondisi=gawat-darurat. Diakses pada 2 Oktober 2016
http://afidburhanuddin.wordpress.com/perkuliahan/pendidikan-anti-korupsi, diakses Tanggal 4 Oktober 2016
Kemendikbud, Pendidikan Anti Korupsi bagi Perguruan Tinngi, Penerbit:Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi bagian hukum kepegawaian, Jakarta, 2011.
UU No 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi
Ibid. hlm. 74.
Ridwan, “Kebijakan Formulasi Hukum Pidana dalam Penanggulanagan Tindak Pidana Korupsi ” Jurnal Ilmiah Jure Humono, Vol 1 No. 1, Maret 2009, Serang:Fakultas Hukum Untirta hlm. 75.
Mhtml :file://E:/mujtahid Upaya Melawan Korupsi,mht.di akses pada 2/10/2016
http://id.wikipedia.org/wiki/korupsi di-indonesia, diakses pada 2/10/2016
Romli Atmasasmita, 2004, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Bandung: Mandar Maju, hlm. 1.
LPIKP, Sisi Lain Akuntabilitas KPK dan Lembaga Pegiat Korupsi, Penrbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Tahun 2016, Hal.12
Garda Tipikor, Kejahatan Korupsi, Rangkang education, Yogyakarta, 2016, Hal.146
Anonim, Keadaan Pendidikan di Indonesia Saaat ini, Jakarta:Koran Antara At Available http;//www.antarnews/berita/467070/mendikbud—pendidikan-indonesia-dalam-kondisi=gawat-darurat. Diakses pada 2 Oktober 2016
Garda Tipikor, Kejahatan Korupsi, Rangkang education, Yogyakarta, 2016, Hal.146
http://afidburhanuddin.wordpress.com/perkuliahan/pendidikan-anti-korupsi, diakses Tanggal 4 Oktober 2016
Dikutip dari Pengantar buku ajar Pendidikan Anti Korupsi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi
Pasal 1 ayat (9) UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi