web analytics
header

Perpustakaan Sebagai Kunci Peradaban Kampus

Sumber: Nusa Bali

Sumber: Nusa Bali
Sumber: Nusa Bali

Oryza Nanda Aulia

(Peserta Kokur Jurnalistik LPMH-UH)

Sejak dahulu, sejarah telah memperlihatkan bagaimana perpustakaan menjadi kunci setiap peradaban manusia. Setiap peradaban yang mapan, kerap kali menyimpan sejarah kebudayaan hingga pengetahuan dalam berbagai bentuk karya literatur pada perpustakaan.

Itulah mengapa hingga hari ini, perustakaan acap kali menjadi tolak ukur majunya intelektualitas entitas manusia dalam kehidupan berbangsa. Perpustakaan menjadi cermin peradaban manusia, karena di sana segala seluk-beluk pemikiran tentang sesuatu mulai dicanangkan dan dipelajari.

Indonesia memiliki sejarahnya sendiri mengenai perpustakaan. Dari banyak literatur, jejak perpustakaan di Indonesia pertama kali muncul ditandai dengan ditemukannya Lingga Batu dan tulisan pallawa dari periode Kerajaan Kutai sekitar tahun 400-an. Walaupun tidak seperti bentuk perpustakaan hari ini, tetapi prasasti tersebut menjadi bukti bahwa pada periode kerajaan tersebut telah dibentuk peninggalan cerita dalam bentuk ukiran batu.

Periode itu kemudian berkembang terus-menerus hingga pada didirikannya perpustakaan negara pertama kali di Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian di Ambon pada tahun 1952, Bandung (1953), Ujung Pandang (1954), Padang (1956), Palembang (1957), Jakarta (1958), Palangkaraya, Singraja, Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya pada tahun 1995, Banjarmasin (1960), Manado (1961), Kupang dan Samarinda pada tahun 1964.

Secara harfiah perpustakaan merupakan sebuah tempat penyimpanan berbagai literatur, guna mengembangkan informasi dan pengetahuan manusia. Perpustakaan menjadi tempat memelihara dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar sebagai sarana edukasi yang efektif, yang pada hakikatnya hadir untuk kemudian menjadi pusat sumber belajar dan sumber informasi bagi para cendekiawan di dalamnya.

Perpustakaan mempunyai peran penting demi terciptanya budaya literasi bagi para pembaca dan memberikan kontribusi terbukanya akses infomasi. Selain itu, perpustakaan dapat juga menyediakan data yang akurat terkait sumber-sumber referensi.

Dalam peraturan perundang-undangan, fungsi perpustakaan diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (UU Perpustakaan) yang menyebutkan perpustakaan sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.

Perpustakaan mempunyai kaitan yang erat dengan pembaca. Keduanya memiliki hubungan timbal-balik menguntungkan karena dengan adanya pembaca, perpustakaan berfungsi baik, dari segi ketersediaan berbagai literatur dan referensi serta dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebaliknya kepada pembaca, adanya perpustakaan kemudian memudahkan menambah wawasan dalam usaha meningkatkan kekuatan intelektualnya.

Umumnya perpustakaan merupakan tempat berkumpulnya individu atau sekelompok orang yang membutuhkan ketenangan di dalam proses menimbah ilmu dengan cara memahami isi dari bacaan sebagai upaya menambah serta mengembangkan pengetahuannya atau biasa disebut dengan aktivitas membaca.

Membaca bukanlah satu-satunya aktivitas rutin dalam perpustakaan. Bagi mahasiswa, mengerjakan tugas di perpustakaan merupakan hal yang sering terjadi karena bahan pembelajaran biasanya terdapat pada literatur-literatur perpustakaan. Namun sayangnya, aktivitas membaca dan mengerjakan tugas bukanlah satu-satunya rutinitas yang dilakukan dalam ruang baca kita hari ini.

Sebut saja bagaimana perpustakaan kampus telah bertransformasi menjadi ruang bercengkrama bagi mahasiswa, atau bahasa kerennya, “ruang gosip”. Padahal suasana kondusif menjadi hal penting dalam setiap aktivitas membaca.

Dari penelitian skripsi yang dilakukan pada tahun 2014 oleh Maharani Dyah Nugrahanti Jurusan Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) bahwa suasana kondusif pembelajaran dapat memengaruhi tingkat konsentrasi, hal ini ditandai dengan perubahan yang cukup signifikan terhadap hasil analisa product moment yang dilakukan di MTs Negeri Wonosegoro. Itu artinya membaca dan kondusivitas keadaan di perpustkaan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan, karena setiap pembaca menginginkan suasana yang nyaman dan menenangkan artinya jauh dari gangguan suara yang merusak konsentrasi, dapat memengaruhi keberhasilan memahami isi bacaan.

Lalu bagaimana kondisi perpustakaan Unhas hari ini?

Berdasarkan jumlah pengunjung perpustakaan Unhas periode Januari sampai dengan Oktober 2017 jumlah pengunjung perpustakaan Unhas relatif banyak. Rata-rata kunjungan perpustakaan perharinya sebanyak 415 orang dan hampir mencapai 102,949 orang perbulannya.

Ketua Kelompok Layanan Sirkulasi Perpus Unhas, Awaluddin, S.Sos mengungkapkan dalam setahun, jumlah pengunjung perustakaan tidak dapat dijumlah secara konstan. Itu disebabkan karena pengunjung perpustakaan menyesuaikan dengan aktivitas perkuliahan. Menurutnya perpustakaan akan aktif jika masa perkuliahan dan akan pasif pada masa libur semester perkuliahan.

Selain jumlah pengunjung, statistika peminjaman pada periode tersebut juga hampir sama, naik-turun. Perharinya rata-rata peminjaman buku hanya sebanyak 38 buku saja.  Artinya, jumlah pengunjung dan jumlah peminjaman buku berbanding terbalik.

Lalu apa yang dilakukan selain meminjam buku? Penulis  mencoba melakukan survei terhadap 166 responden pengunjung aktif perpustakaan di Unhas yang terbagi atas beberapa latar belakang program studi yang berbeda. Hasilnya, Jika dipersentasikan maka 59% mahasiswa lebih memilih mengerjakan tugas di perpustakaan, 39% membaca buku, 18,1% untuk diskusi/bercengkrama, serta 12,4% menggunakan perpustakaan sebagai tempat tidur.

Yang menarik dari data di atas adalah ternyata aktivitas tidur termasuk aktivitas yang lumayan sering dilakukan di perpustakaan, di luar dari aktivitas bercengkrama dan nongkrong yang juga sering terjadi. Ini berarti, beberapa mahasiswa menganggap perpustakaan sebagai tempat yang nyaman untuk beristirahat.

Hanya saja, bagi perpustakaan yang memiliki ruangan sempit seperti di Fakultas Hukum Unhas, aktivtas tidur mahasiswa di perpustakaan menjadi hal yang relatif mengganggu. Ini disebabkan karena kadang kala mahasiswa tidur di pojok rak buku tempat di mana mahasiswa mencari buku yang diinginkan untuk dibaca.

Fakta lainnya adalah pada perpustakaan Unhas hari ini, sudah tidak lagi menjadi ruang baca tapi hanya sekedar ruang kerja. Ruang kerja yang penulis maksud adalah dijadikannya perpustakaan menjadi tempat beristirahat dan mengerjakan hal-hal perkuliahan kampus dan biasanya cenderung ramai dengan aktivitas ngobrol. Tidak salah memang, hanya saja dari segi peruntukannya seharusnya kegiatan utama dari perpustakaan adalah membaca dan suasana yang seharusnya adalah ketenangan.

Pada sisi lainnya, fasilitas perpustakaan juga mesti menjadi perhatian. Contohnya, bagaimana perpustakaan di Universitas Gadjah Madah menjadi satu contoh perpustakaan yang dapat diperhitungkan. Dengan fasilitas buku yang banyak, area akses wifi/hotspot di seluruh gedung perpustakaan, adanya ruang belajar mandiri dan belajar bersama, ruang diskusi, ruang seminar, komputer untuk akses kalatog/OPAC, ETD, bahkan taman belajar menjadikan perpustakaan ini menjadi salah satu perpustakaan terbaik di Indonesia. Kondisi yang penulis sebutkan di atas, sepertinya tidak perlu dibandingkan dengan perpustakaan pusat Unhas hari ini, karena semua mahasiswa tahu bagaimana kondisi perpustakaan pusat bahkan perpustakaan tiap fakultas hari ini.

Singkat penulis, dilengkapinya fasilitas perpustakaan memberikan banyak manfaat bukan hanya kepada pustaka, namun juga kepada negara di masa yang akan datang. Pertama, perpustakaan akan memenuhi kebutuhan para pustaka terkait suasana kondusif karena dengan ini transfer ilmu berjalan dengan mudah. Kedua dapat menambah minat baca dan minat diskusi karena disediakannya ruang untuk berekspresi. Ketiga untuk mencerdaskan kehidupan bangsa demi terciptaya sumber daya manusia yang baik dan lain-lain. Hal ini mengacu pada kenyamanan bersama dalam persamaan hak memperoleh pendidikan yang dapat mewujudkan kampus yang lebih berperadaban.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan