web analytics
header

Ada Apa dengan Fakultas???

Sumber: Maskun Mo

Sumber: Maskun Mo
Sumber: Maskun Mo

Hasbi Assidiq

(Wakil Koordinator Divisi Litbang dan Advokasi Media LPMH-UH Periode 2017-2018)

Pintu baru itu kini menghiasi sekretariat lembaga kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas). Fakultas berbenah untuk memantaskan diri memenuhi kategori sertifikat ASEAN University Network Quality Assurance (AUN-QA) akreditasi yang dapat membuat lulusannya dapat bersaing dan diterima di negara ASEAN, inilah upaya kampus untuk menjawab tantangan globalisasi yang perlahan-lahan mengetuk pintu rumah kita untuk memberikan peringatan bahwa apa yang menjadi potensi milik kita telah dibuka secara global dan membuka persaingan dengan warga negara lain di kawasan ASEAN. Sehingga bisa jadi ketika kita tidak peka dengan hal ini akan membuat kita hanya menjadi penonton di negeri sendiri atau yang paling sering kita dengar adalah bahwa warga negara menjadi buruh kasar di negara lain, khususnya di kawasan ASEAN sendiri.

Dalam ranah hukum, akreditasi AUN-QA memungkinkan kita sebagai mahasiswa untuk menjadi praktisi hukum yang dapat diperhitungkan di kawasan ASEAN. Keran mobilitas yang dibuka secara bebas, menuntut kita untuk meningkatkan intelektualitas yang kita miliki, yang tidak hanya sekedar memahami kondisi dan realitas hukum kita saat ini, tetapi juga diharapkan mampu memahami secara utuh kondisi dan realitas hukum di kawasan ASEAN. 

Internal Kampus Kita

Namun, ada hal yang mengganggu pikiran penulis melihat kondisi realitas kampus kita saat ini yang berjalan ke arah World Class University yang digaungkan oleh petinggi kampus. Setelah berdiskusi dengan salah satu teman tentang program yang akan dilaksanakan untuk menguatkan intelektualitas mahasiswa, dia mengatakan kepada saya, “Perbaiki saja dulu internalmu, baru ko urus eksternal”. Perlahan penulis merenungkan kata tersebut, wah rupanya betul juga yang dia katakan, eksternal tidak mungkin dapat berjalan dengan baik jika kondisi internal sedang kacau dan rapuh, tidak dapat dijadikan sebagai pondasi untuk menegakkan yang lain.

Perlahan penulis merefleksi kebijakan yang dilakukan oleh orang tua kita di fakultas dalam mewujudkan World Class University tersebut, fasilitas di ruang kelas dibenahi, meningkatkan kualitas pendingin ruangan sehingga lebih sejuk, bahkan ketika Anda datang di pagi hari dengan sedikit orang di ruangan, pendingin ruangan disetel dengan suhu rendah yang membuat kita kedinginan seolah sedang tidak berada di negara Indonesia yang beriklim tropis tetapi lebih seperti berada di wilayah Eropa di musim dingin (seolah penulis pernah ke Eropa hahaha, ini penulis nilai berdasarkan pengetahuan dari internet) akhirnya dalam kondisi seperti ini, secara perlahan membuat kita lupa bahwa kondisi lingkungan sedang tidak baik-baik saja karena kita masih dapat merasakan kesejukan. Namun, hal yang berbanding terbalik ketika di siang hari yang terik  kita kuliah tetapi pendingin ruangan tak berfungsi dengan baik dikarenakan listrik yang tidak berfungsi, maka di saat itulah kita akan merasakan kondisi sesungguhnya dari lingkungan kita, tidak menunggu waktu lama untuk melihat keringat yang bercucuran membasahi pakaian kita, dalam kondisi seperti inilah terkadang ada beberapa dosen yang tidak tahan dengan memberikan kuliah dan kemudian menghentikan perkuliahan yang belum  habis waktunya, dikarenakan kondisi yang tidak sangat kondusif untuk dilakukan proses perkuliahan.

Dalam kondisi seperti itu kita akan menyadari bahwa lingkungan kita sedang tidak baik-baik saja, karena kita berkuliah dengan kondisi dalam ruangan yang keringat membasahi pakaian kita, alam memberikan peringatan kepada kita bahwa pendidikan yang dilakukan seharusnya juga tidak abai melihat lingkungan sekitar yang sedang memberikan peringatan akan perilaku kita yang kurang memberi perhatian terhadap mereka.

Tuntutan Globalisasi

Dunia yang semakin meng-Global semakin menuntut kita untuk melakukan pengembangan potensi yang kita miliki. Sehingga jika kita memang serius untuk menghasilkan mahasiswa yang produktif dan dapat bersaing secara global tentunya kita harus menyadari untuk membuka ruang diskusi  secara  terbuka sehingga mahasiswa yang dilahirkan bukan mahasiswa mesin yang individualis melainkan mahasiswa produktif yang sadar akan kondisi lingkungannya yang memiliki kecintaaan terhadap tanah airnya.

Dalam peraturan perundang-undangan, tepatnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dijelaskan bahwa pendidikan harus dilihat sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga nilai-nilai yang dijunjung tinggi di pendidikan tinggi merupakan nilai-nilai universal untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat, manusia, seperti  kebenaran ilmiah, penalaran, kejujuran, keadilan, manfaat, kebajikan tanggung jawab, kebhinnekaan dan keterjangkauan untuk  mewujudkan World Class University yang sadar akan diri dan lingkungan sekitar serta bangsanya.

Sehingga diperlukan upaya bersama untuk membangun hubungan yang baik antara warga kampus sebagai upaya untuk peningkatan kualitas bersama, dialog terbuka antara petinggi dengan mahasiswa harus dipahami sebagai orang tua yang hendak membimbing anaknya, bukan sebagai orang tua yang ketika melihat anaknya melakukan kesalahan, yang tiada lain sebagai bentuk protes melihat kampus yang telah menjadi alat politik bagi segelintir orang yang ingin menodai kesucian kampus sebagai, lalu diberikan sanksi skorsing untuk menutup ruang bagi mereka yang hanya menyuarakan aspirasinya.

Memikirkan Kembali Makna Prestasi dan jalan tengah kemahasiswaan

Dalam hal lain tuntutan dari petinggi kampus untuk meningkatkan prestasi kemahasiswaan sangatlah baik. Namun, dalam beberapa hal terkadang kita kurang memperhatikan basis dari setiap lembaga kemahasiswaan yang ada, terkadang kita hanya melihat prestasi itu ketika kita memenangi suatu lomba tertentu, dan ketika terdapat lembaga kemahasiswaan yang tidak pernah sekalipun baik itu mengikuti atau bahkan memenangi lomba tertentu dipahami sebagai lembaga kemahasiswaan yang tidak berprestasi. Padahal basis dari lembaga kemahasiswaan tersebut adalah misalnya kegiatan sosial yang berdampak langsung dalam mengurai permasalahan masyarakat. yang tiada lain  hal itu merupakan salah satu dari wujud tri darma perguruan tinggi yakni pengabdian kepada masyarakat.

Sikap dari orang tua kita juga yang terkesan ingin menampakkan diri sebagai orang tua yang ingin menjaga anaknya agar tak terjatuh dalam jurang kejahatan dengan perbuatan kriminal, terkesan over protektif, ini terlihat dengan penguncian sekretariat lembaga kemahasiswaan menggunakan double kunci, yang pintu kedua merupakan pintu terali besi mirip sel di rutan,  seolah memperlakukan kita sebagai pelaku criminal dengan pembatasan berkegiatan hanya sampai pada pukul 18.00 WITA untunglah sekarang waktu tersebut diperpanjang hingga pukul 20.00 WITA semoga kelak pemberlakuan jam malam ini dapat di tinjau ulang untuk meningkatkan pengembangan diri mahasiswa itu sendiri, karna apa yang bisa kita peroleh jika hanya diruang kuliah yang terbatas hanya beberapa jam, tentunya perlu waktu yang lebih untuk mendiskusikan apa yang telah kita dapatkan di ruang kuliah tersebut dan itu bisa kita lakukan di malam hari, kita perlu mengingatkan bahwa kami mahasiswa sudah dewasa, tau yang baik dan buruk tentunya kami tidak akan melakukan pengerusakan dengan kampus kita tercinta tempat kita bisa melahirkan gagasan yang kontributif untuk bangsa dan negara.

Tentunya kita berharap kemajuan bersama bagi kampus itu sendiri. Namun, membuka ruang untuk globalisasi  dengan peningkatan fasilitas fisik kampus tentunya juga harus selaras dengan upaya peningkatan intelektualitas mahasiswa, yang harus kita lihat secara utuh dengan semakin membuka ruang diskusi untuk membicarakan kebijakan yang dilakukan, terwujudnya nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi merupakan hal yang diharapkan untuk mewujudkan sertifikat akreditasi international tersebut dapat dirasakan secara maksimal oleh warga kampus sendiri, tanpa adanya pihak yang terpinggirkan dari kemajuan kampus kita tercinta.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan