web analytics
header

Sistem Outsourcing Wujud Perbudakan

Suasana diskusi pelataran yang diadakan oleh komunitas Katalog di pelataran UKM FH-UH, Jumat (9/3). Tom

Suasana diskusi pelataran yang diadakan oleh komunitas Katalog di pelataran UKM FH-UH, Jumat (9/3). Tom
Suasana diskusi pelataran yang diadakan oleh komunitas Katalog di pelataran UKM FH-UH, Jumat (9/3). Tom

Makassar, Eksepsi Online – Diskusi pelataran yang diadakan Komunitas Kata dan Logika (Katalog) di pelataran Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) pada Jumat (9/3) mengambil kesimpulan bahwa sistem outsourcing adalah wujud dari perbudakan modern.

Muhammad Maulana selaku anggota dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menuturkan perbudakan merupakan wajah dari outsourching, pekerja tidak memiliki posisi tawar apapun, kekerasan terhadap pekerja outsourcing adalah hal yang tidak dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak wajar.

Selanjutnya Maulana menjelaskan bahwa, dengan konteks persoalan yang terjadi di Universitas Hasanuddin (Unhas), pihak Unhas secara moral seharusnya memberikan respon dan melindungi pekerja outsourcing.

“Sikap yang ditunjukan oleh pihak Unhas sendiri, itu menunjukkan bahwa watak dan mentalitas Unhas secara sepenuhnya telah mengadopsi watak dari neoliberalisme itu sendiri dan melihat pekerja bukan sebagai manusia tapi sebagai mesin saja,” jelasnya.

Maulana juga menambahkan pendapatnya, menurutnya paradigma dari sistem outsorching ini berangkat dari wujud implikasi dari sistem ekonomi neoliberalisme yang banyak dilegitimasi oleh beberapa produk perundang-undangan. Salah satunya adalah Undang-Undamg (UU) Ketenagakerjaan dan berikutnya UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi WTO.

Sistem outsourcing, watak dan mentalitasnya ini dapat dilihat dari bagaimana skema pengelolaan perguruan tinggi, skema UU perguruan tinggi dalam UU No. 12 Tahun 2012 ini sistem outsourcing dapat dilihat dari bagaimana universitas tersebut itu telah berubah wajah menjadi koorprasi sehingga kemudian seluruh pekerja yang sebagaimana dimaksud dalam UU sistem outsourcing tentang pendidikan tersebut.

“Dalam UU No. 12 Tahun 2012 tersebut mengadopsi watak-watak kerja atau nilai kerja dari sistem outsourcing itu harus dilawan,” ujarnya.

Lebih Lanjut, Maulana menuturkan bahwa hubungan pekerja tidak terikat dengan lembaga penerima jasa tetapi terikat secara langsung dengan perusahaan pemberi jasa perusahaan outsourcing.

“Hubungan atau hak pekerja terhadap penerima jasa tidak ada, hak tenaga kerja outsourcing hanya terikat langsung pada kontrak yang dibuat antara pekerja dengan lembaga pemberi,” tuturnya.

Untuk menghapus sistem kerja outsourcing, Maulana berpendapat bahwa dibutuhkan peran langsung dari seluruh elemen pekerja termasuk dalam hal ini adalah mahasiswa. Dilihat dari segi pengorganisasian, tawaran untuk mahasiswa yang pertama adalah, mengedentifikasi kekuatan dulu, kemudian memperkuat perspektif, ke mana perspektif ini dibangun, ke mana wacana ini dibangun.

“Mahasiswa dulu, jika mahasiswa sudah oke dan mempunyai kepentingan juga untuk mengintegrasikan perspektif dan wacana gerakan pada gerakan pekerja, maka koordinasi dengan  para pekerja membangun suatu gerakan yang kuat,” katanya.

Terakhir, Maulana berharap untuk mengubah sistem kapitalis ke sistem yang lebih baik lagi, yaitu denga memulai dari diri sendiri terlebih dahulu. “Dimulai dari diri kita sendiri, orang-orang terdekat kita dan kelompok-kelpmpok kita, bagaimana memperkokoh perspektif bagaimana membangun perspektif alternatif selain dari kapitalisme itu,” harapnya. (Dlp&Tom)

Related posts: