web analytics
header

Memandang Penulis Sebagai Suatu Pekerjaan

Sumber: Kertas

Sumber: Kertas
Sumber: Kertas

Hanifah Ahsan

(Anggota Magang LPMH-UH Periode 2017-2018)

Hidup di zaman penuh kemajuan, perlahan membuat pemikiran para masyarakatnya berubah. kehidupan dengan materi sebagai pokok utama dalam melanjutkan hidup, membuat mencari keuntungan yang banyak menjadi salah satu tujuan utama dalam keberlangsungan hidup. Materi inilah yang perlahan menimbulkan beberapa pertanyaan yang menjadi tolak ukur penilaian kesejahteraan atas kehidupan seseorang. Salah satu dari pertanyaan itu ialah “Apa pekerjaanmu?” Pertanyaan itu yang akan selalu terdengar, kapanpun dan dimanapun. Entah saat pertemuan dengan kawan lama ataupun saat pertemuan dengan orang tua pasangan Anda (Jika Anda seorang lelaki). Pertanyaan yang nantinya akan menjadi penentu apakah pertemuan Anda berlanjut menjadi perbincangan seru atau sekedar menjadi pertanyaan sepintas. Lebih tepatnya, pertanyaan ini bisa saja menjadi salah satu penentu nasib dalam kehidupanmu. 

Adanya pertanyaan itu yang secara tidak langsung menjadi alasan seseorang untuk mencari “posisi aman” dalam hidup mereka. Mencari pekerjaan yang dinilai memiliki masa depan terjamin, sehingga saat pertanyaan tersebut menghadang mereka, mereka dengan lantang dan percaya diri menjawab pertanyaan tersebut. Bagaimana caranya? Sebagian pasti mencari cara untuk menjawab pertanyaan itu dengan bekerja keras mendapat suatu posisi di suatu perusahaan tertentu, atau dengan meningkatkan keahlian dalam diri mereka sehingga mereka bisa menemukan pekerjaan yang sesuai dengan itu. 

Sayangnya, tak semua nasib baik mendatangi seseorang, entah karena kemampuan diri yang tak bisa menyesuaikan atau karena takdir yang belum berpihak padanya. Istilah “pekerjaan yang bagus adalah hobi yang dibayar” mulai tersebar menjadi suatu motivasi tersendiri bagi orang-orang yang memiliki kemampuan diri tetapi tak bisa menyesuaikan dirinya dengan perkembangan. Salah satunya, seorang penulis. 

Bagi orang-orang dengan pemikiran tertentu, penulis dianggap menjadi sesuatu pekerjaan yang belum dapat menjanjikan kehidupan yang lebih sejahtera, selain karena gaji yang tidak menetap juga karena penulis dinilai tidak selalu dapat menulis dalam waktu dan jadwal tertentu atau dalam jangka cepat. Sehingga seseorang yang dengan pekerjaan sebagai penulis dinilai belum bisa sejahtera selagi tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai penulis.

Padahal, jika dilihat kondisi saat ini, sudah banyak penulis yang mencapai kejayaannya dengan menulis, Raditya Dika salah satunya. Ia memulai perjalanan karirnya dengan menulis buku harian tentang apa yang terjadi dengan dirinya, yang berbeda Raditya Dika mampu mengenali hobinya tersebut dan menyampaikannya dengan bagus terhadap pembacanya. Ia mengawali hobinya dengan menulis buku harian dalam bentuk blog harian online. Blog yang terisi dengan kesehariannya yang unik dan disampaikan dengan gaya tanpa tertekan sekalipun membuat karyanya akhirnya dikenal dan berlanjut sampai saat ini.

hal ini membuktikan,  bahwa menjadi penulis tak menghalangi keinginan diri dalam mengartikan keberadaanmu, yang menjadi titik utama ialah bagaimana cara seorang penulis menyampaikan cara dia menulis sehingga karyanya bisa diterima dan dikenang dengan baik, tanpa harus merasa karyanya harus bagus, tanpa harus berfikir hasil dari karya yang ditulis serta tanpa berfikir apakah karya ini berhasil atau tidak. Karena yang utama bagi penulis adalah bagaimana pesan yang ia tulis tersampaikan dan dianggap ada oleh para pembacanya.  Karena istilah “pekerjaan yang bagus adalah hobi yang dibayar” bisa dianggap benar adanya, hobi adalah sesuatu yang kau senangi, jika kau melakukan hal yang kau senangi dengan mendapat hal yang kau inginkan, di situlah sebenarnya keberadaan dari seorang penulis. Maka kenali dulu dirimu, potensimu, serta keinginanmu, baru kau laksanakan pekerjaanmu agar kebahagiaan dan “posisi aman” menjadi milikmu.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan