web analytics
header

Liberalisasi Kekayaan Indonesia

Sumber: BaleBengong

Sumber: BaleBengong
Sumber: BaleBengong

Muh. Ikram

(Reporter LPMH-UH Periode 2017-2018)

Dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang mengatakan bahwa, “Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dalam pasal tersebut ada dua unsur penting dalam pengusahaan Bumi, air, dan kekayaan alam Indonesia, yaitu unsur dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun, apakah memang dalam pengusahaan Bumi, air, dan kekayaan alam di indonesia dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat?

Ada dua perspektif dalam memandang hal tersebut, perspektif yang pertama adalah perspektif konservatif (das sollen) yaitu dalam pengelolaan sumber daya alam manusia harus berhati-hati karena sumber daya alam memiliki peran vital dalam keberlangsungan hidup suatu masyarakat, sumber daya alam tidak hanya menjadi kepunyaan dan dimanfaatkan oleh generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Dalam mengelola sumber daya alam tidak boleh berlebihan agar alam tetap terjaga kelestariannya, pergunakanlah alam untuk memenuhi kebutuhan bukan keinginan. Misalnya ketika mengambil pohon, kita juga harus menggantinya dengan bibit pohon baru agar tetap lestari.

Perspektif yang kedua adalah perspektif ekonomi (das sein) yaitu sumber daya alam harus dimanfaatkan seoptimal mungkin agar menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dan hal inilah yang dimanfaatkan oleh kapitalis untuk melakukan liberalisasi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, dan bahkan liberalisasi tersebut dikuasai oleh asing dengan memperdaya pemerintah Indonesia yang rakus akan materi, sehingga sumber daya alam di Indonesia digerus secara berlebihan tanpa ada pengawasan yang ketat terhadap hal tersebut, misalnya pembukaan lahan hutan secara besar-besaran, pertambangan emas di Papua dan lainya.

Oleh karena itu, dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang intinya sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, sekarang beralih menjadi dikuasai oleh asing dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan kapitalis dan masyarakat menjadi sengsara karenanya.

Dalam mengatasi hal tersebut pemerintah Indonesia harus memblokade pihak asing dalam penegelolaan tersebut yang berlebihan dalam hal ini, dan mengambil alih pengelolaan tersebut, kalau pun terbatas pada sarana teknologi, sekiranya masyarakat Indonesia juga memiliki orang-orang pintar dalam hal tersebut tinggal dimanfaatkan secara maksimal, kebanyakan juga masyarakat Indonesia ke luar negeri  merantau untuk mencari pengetahuan, kenapa kita tidak manfaatkan hal tersebut untuk mengembangkan teknologi dalam hal pengeloaan sumber daya alam Indonesia? Kenapa kita harus bergantung pada asing yang cuma memanfaatkan kekayaan Indonesia untuk memperkaya negaranya?

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan