web analytics
header

ALSA Bahas Revisi UU Kepailitan dan PKPU di Seminar Nasional

Sumber : ALSA LC Unhas

Sumber : ALSA LC Unhas

Sumber : ALSA LC Unhas

Makassar, Eksepsi Online – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)  Asian Law Students  Association Local Chapter Universitas Hasanuddin (ALSA LC Unhas) menggelar Seminar Nasional bertempat di Auditorium Prof. Amiruddin Fakultas Kedokteran Unhas, pada Sabtu (7/7).

Seminar yang merupakan rangkaian dari Seminar dan Workshop Nasional (Semworknas) ini mengangkat tema “Urgensi Revisi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)”.  

Adapun pemateri pada kegiatan ini yakni, Daulat P. Silitonga, S.H selaku Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham)  Republik Indonesia, Oscar Sagita, S.H selaku Ketua Umum Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI), Nani Indrawati, S.H., M.Hum selaku Hakim Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, serta Anwar Barahima, S.H, M.H selaku Guru Besar Fakultas Hukum Unhas.

Di dalam seminar Oscar Sagita mengungkapkan bahwa, ada beberapa permasalahan yang kerap terjadi dalam proses kepailitan, namun tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) kepailitan dan PKPU. Sehingga revisi terhadap UU tersebut memang perlu dilakukan.

“Pertama, adalah kepastian terkait masa insolvensi. Kedua, kepastian status debitur pailit setelah pemberesan boedel. Ketiga, kepastian perlindungan kurator atau pengurus dalam menjalankan profesi. Menurut saya, ketiga hal tersebut perlu dibahas lebih lanjut,” ungkap Oscar (7/7).

Dalam kesempatan yang sama, Nani Indrawati, menjelaskan bahwa syarat yang diperlukan untuk menentukan seseorang atau suatu badan hukum menjadi debitur yang dinyatakan pailit terlalu sederhana. “Syarat pailit terlalu sederhana dan tanpa minimum nominal utang. Hal itu bisa diajukan hanya dengan satu kreditur yang utangnya telah jatuh waktu,” jelasnya.

Lebih lanjut, Nani berharap apabila dilakukan revisi terhadap UU Kepailitan dan PKPU, maka beberapa pasal sebaiknya dihapus karena ada beberapa pasal yang saling bertentangan dengan pasal lainnya. “Menurut saya, terkait pasal 56 tentang hak kreditur separatis perlu dihapuskan. Penghapusan tersebut karena pasal ini bertentangan dengan pasal 55,” tambah Nani dalam forum (7/7).

Menanggapi seminar ini, Mutiara Annisa Baswedan mahasiswa Universitas Indonesia yang merupakan salah satu delegasi yang hadir, memberikan apresiasi positif untuk kegiatan ini. “Menurut saya pribadi, acara ini bagus. Tidak hanya sebagai tempat mendapatkan ilmu terkait hukum kepailitan  tetapi juga sebagai tempat curah pendapat bagi mahasiswa,” ungkapnya saat diwawancarai kru eksepsi (7/7).

Terakhir, Eka Denis Tanoto selaku ketua panitia juga berharap agar dengan adanya kegiatan ini dapat memberi kontribusi gagasan kepada pemerintah dalam hal revisi UU Kepailitan dan PKPU.  (Jet/Mhd)

Related posts: