web analytics
header

DPD RI dan FH-UH Bahas Harmonisasi Legislasi Pusat dan Daerah di FGD

fgd
Suasana pada saat FGD dengan tema Peran DPD RI dalam Harmonisasi Legislasi Pusat dan Daerah, pada Kamis (11/10).
Makassar, Eksepsi Online – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Peran DPD RI dalam Harmonisasi Legislasi Pusat dan Daerah, bertempat di Ruang Promosi Doktor Prof. Dr. Mr. Andi Zainal Abidin Farid FH-UH, pada Kamis (11/10).

Kegiatan yang dipandu oleh Dr. Muh. Hasrul selaku moderator ini, menghadirkan tiga orang  narasumber, yakni Prof. Dr. Aminuddin Ilmar selaku akademisi FH-UH, Dr. H. Usman Monta selaku perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Asriani S.H, M.H selaku perwakilan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI.

Pada kegiatan ini, Asriani selaku perwakilan dari Kemenkumham menyatakan bahwa, dalam pelaksanaan pengawasan harmonisasi antara pemerintah dengan legislasi di pusat maupun daerah, KemenkumHAM kerap kali terkendala dikarenakan kurangnya tenaga dan sering pula terkendala oleh regulasi yang ada.

“Meskipun demikian, kami harus tetap menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh peraturan dan tetap pada regulasi yang ada,” tambah Asriani dalam forum.

Pada kegiatan ini juga, Prof. Dr. Aminuddin Ilmar berharap agar dalam pelaksanaan pembuatan Peraturan Daerah (Perda), agar Perda yang dibuat dapat mewakili segala bentuk kepentingan yang ada di daerah.

“Agar dapat mewakili segala bentuk kepentingan yang ada di daerah, tentunya harus dengan menerapkan skala prioritas dalam pembuatan setiap peraturan. Selain itu juga harus dengan pengunaan metode pelaksanaan yang baik dan tepat sasaran,” tambahnya dalam forum.

Prof. Dr. Muhammad Djafar Saidi selaku akademisi FH-UH yang juga ikut dalam FGD, menyarankan perlunya ada pengawasan terhadap setiap pengajuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda).

Lebih lanjut Djafar menjelaskan bahwa, sebelum adanya pengajuan Raperda, terlebih dahulu seharusnya diawasi pembuat Raperdanya. Sebab kerap kali, terjadi ketimpangan antara aturan dan pembuat peraturan yang latar belakang bidangnya tidak sesuai dengan aturan yang dibuat.

“Hal ini dapat berpotensi merugikan keuangan negara. Akhirnya pejabat negara akan terseret ke dalam tindak pidana korupsi. Sebab, ia dalam hal ini memanfaatkan uang negara untuk memperkaya diri sendiri dengan alasan untuk mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda),” tambah Djafar dalam forum.

Pada kegiatan FGD ini juga turut hadir para akademisi, praktisi hukum, perwakilan pemerintah dan mahasiswa. (Mys)

Related posts: