web analytics
header

Cegah phubbing itu penting

Sumber : www.123rf.com

Sumber : www.123rf.com
Sumber : www.123rf.com

Oleh : Saldy

(Pengurus LPMH – UH Periode 2019-2020)

Di era revolusi industri 4.0 seperti sekarang ini teknologi sudah berkembang sangat maju dan saling bersinergi dengan bidang-bidang lainnya. Situasi sekarang ini menghadapkan kita pada segala hal yang berkaitan dan dibantu dengan mesin, terkait hal tersebut banyak timbul akibat-akibat yang tidak hanya positif namun juga negatif. Sebut saja pada bidang transportasi kita sudah dapat menemukan pegawai atau petugas transportasi yang sudah tergantikan oleh mesin, tepatnya robot. Dan yang akan kita bicarakan ialah yang terkait pada komunikasi, lebih tepat pada fenomena akibat perkembangan teknologi dibidang komunikasi saat ini yang telah merubah pola perilaku generasi milenial yang bukan hanya di Indonesia tapi juga diseluruh dunia.

Smartphone, sebagai salah satu bukti nyata paling kuat telah berkembang sangat jauhnya perkembangan teknologi di bidang komunikasi. Smartphone yang awalnya difungsikan sebagai media komunikasi telah menjelma menjadi media hiburan dan sekaligus mempermudah kegiatan-kegiatan yang hendak kita lakukan terlebih pada kemampuan smartphone yang bisa mengakses internet kapanpun dan dimanapun serta dapat dibawa kemana-mana dengan mudah. Akan tetapi, diluar kelebihannya, penggunaan Smartphone juga memiliki berbagai kekurangan yang dapat berdampak negatif dan yang akan disinggung di paragraf-paragraf selanjutnya ialah Phubbing.

 

Phubbing  

Phubbing menurut IE Youarti dalam E-journal STKIP MPL mengatakan Phubbing merupakan sebuah kata singkatan dari phone dan snubbing, dan digunakan untuk menunjukkan sikap menyakiti lawan bicara dengan menggunakan Smartphone yang berlebihan. Masih terkait dengan jurnal yang sama, pelaku phubbing terindikasi menyakiti orang lain dengan pura-pura memperhatikan saat diajak berkomunikasi, tetapi pandangannya sebentar-sebentar tertuju pada smartphone yang ada di tangannya. Turnbull (2010) mengemukakan bahwa seseorang yang banyak menghabiskan waktu untuk mengakses internet, maka dia hanya punya sedikit waktu untuk berkomunikasi dengan orang lain secara nyata. Hal ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Rinjani dan Firmanto (2013) yang mengukur antara kebutuhan afiliasi remaja dengan intensitas mengakses facebook, didapatkan hasil bahwa 54 subjek memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi.

Phubbing sendiri mengacuh pada tindakan atau perilaku seseorang yang tidak mempedulikan lingkungan sekitarnya dengan lebih terfokus pada Smartphonenya. Masih dalam e-jurnal IE Youarti, phubber – pelaku phubbing menggunakan Smartphone sebagai pelarian untuk menghindari ketidaknyamanan di keramaian atau biasa disebut awkward silent, seperti, di lift atau bepergian sendiri dengan naik bus atau bosan di pesta. Namun sekarang perilaku phubbing sudah semakin parah, remaja tidak lagi karena hal-hal diatas saja. Tetapi melakukannya setiap saat dan kepada siapapun, bahkan ketika sedang mengikuti pelajaran di dalam kelas. Pada saat guru menjelaskan di dalam kelas, remaja seringkali mengecek smartphone yang ada di sakunya.

 

Cegah: Phubbing itu penyakit

Phubbing sejatinya perbuatan yang membuat seseorang jauh dari lingkungan sosialnya dan membuatnya menarik diri dari lingkungan. Adica Wirawan dalam tulisannya yang dimuat di kompasiana mengatakan phubbing disebut-sebut bisa menjadi “biang keladi” dari renggangnya sebuah hubungan. Jika diperhatikan, dalam kehidupan sekarang ini yang memang menuntut segalanya serba efektif telah membuat kita larut dalam penyalahgunaan smartphone. Bagaimana tidak, sering kita temui belakangan ini sekumpulan orang dalam suatu tempat saling berhadapan akan tetapi tidak saling berkomunikasi satu sama lain malah sibuk dengan smartphone mereka masing-masing. Selain menjauhkan diri dari lingkungan, phubing juga berdampak mengubah pribadi seseorang menjadi lebih pendiam, lebih pemalas, bahkan menjadi lupa dengan dunia nyatanya karena sibuk dengan smartphonenya. Dalam postingan yang sama terkait phubbing, dikatakan phubbing dan nomophobia memiliki gejala yang mirip. Berangkat dari ungkapan tersebut meskipun tidak sepenuhnya sama namun dapat dikatakan phubbing sendiri sudah menjelma menjadi penyakit yang tidak disadari kita – generasi milenial menjadi orang yang paling banyak terjangkit.

Oleh karena itu, berdasarkan dari perkataan pepatah “lebih baik mencegah daripada mengobati” maka akan lebih baiklah jika kita mencegah dan menjauhi perilaku phubbing. Bukan hanya meningkatkan pribadi yang lebih bersosialisasi dan bermasyarakat dengan menghindarinya juga kita telah terhindar dari penyakit mental yang diam-diam menyerang dan membunuh kepribadian diri. Mari jaga kepribadian, jaga perilaku, demi masa depan dan masyarakat yang lebih maju.

 

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan