web analytics
header

Dibalik COVID – 19

Dokumentasi Eksepsi

IMG-20200324-WA0029
Google.com

Oleh : Hanifah Ahsan

(Pemimpin Redaksi LPMH-UH Periode 2019-2020)

Semenjak dikeluarkannya Surat Edaran Rektor Nomor 7522/UN4.1/PK.03.02/2020 tentang Kesiapsiagaan dan Upaya Pencegahan Penyebaran Infeksi Covid – 19 di Lingkungan Universitas Hasanuddin, yang ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Surat Edaran Dekanat Nomor 2459/UN4.5/PK.03.02/2020 tentang Upaya Pencegahan Penyebaran Covid – 19 di Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin berhasil menyebabkan berkurangnya atau bahkan dihentikannya beberapa aktivitas dalam kampus, khususnya Fakultas Hukum Unhas.

Sistem “Perkuliahan Daring” pun menjadi tren di kalangan Mahasiswa. Sama seperti “Work From Home”, “Learn From Home” juga menjadi dampak dari keadaan Negeri yang sedang tidak baik-baik saja. Penyebaran Infeksi Covid – 19 memang berhasil menibulkan ketakutan yang cukup mendalam dikalangan masyarakat. Hingga saat ini, langkah #dirumahaja memang dianggap cukup tepat dalam mengurangi meningkatnya kurva pasien yang terinfeksi Covid – 19. Selain Unhas, hampir seluruh Universitas di Makassar menerapkan sistem Perkuliahan Daring, baik itu menggunakan applikasi kelas, atau hanya sekedar Whatssapp Group.

Himbauan juga diberikan Oleh Pemerintah Kota Makassar, dalam Surat Edaran Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 440/1972/B.um.UM/2020 terkait Pencegahan Penularan Covid – 19 yang beberapa diantaranya ialah ; 

  • Menghindari tempat keramaian atau berkumpulnya orang banyak, menjaga jarak minimal 3 meter ketika beraktivitas di luar rumah dan sebisa mungkin melaksankana pekerjaan dari rumah.
  • Memindahkan setiap aktivitas belajar dari sekolah ke rumah bagi pelajar dari tingkat PAUD hingga Universitas.
  • Menunda perjalanan baik dalam/luar negeri
  • Menghindari melaksanakan kegiatan yang kemungkinan menghadirkan banyak orang.

Social Distancing Sebagai Upaya Menjaga Diri

Dengan begitu cepatnya informasi yang dapat diakses saat ini berhasil menjadikan Covid – 19 menjadi sesuatu hal yang benar – benar menakutkan. Penyebarannya yang tidak butuh waktu lama, berbanding dengan penampakan gejala yang tak langsung diperlihatkan, berhasil membuat kehati-hatian yang muncul bersamaan dengan ketakutan yang cukup besar. 

Social distancing atau pembatasan bersosial menjadi solusi “terbaik dan sederhana” yang bisa dilakukan masyarakat dalam upaya memutus penyebaran Covid – 19. Menjaga jarak minimal dua meter dengan orang lain, menghindari menyentuh benda-benda yang berpotensi disentuh oleh banyak orang, sebisa mungkin menghindari berjabat tangan atau bersentuhan dengan orang lain, segalanya merupakan bentuk – bentuk dari Social distancing.

Work From Home adalah Sebuah Privilege

Dampak dari adanya Social Distancing sendiri menimbulkan beberapa cara lain yang belakangan menjadi hal yang cukup “Tren” dikalangan Masyarakat saat tengah maraknya penyebaran Covid – 19 di Indonesia. Salah satu diantaranya ialah Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah, juga di ikuti dengan trendingnya hastag #dirumahaja yang terus digunakan. Sama seperti Social distancing, WFH lagi – lagi dianggap menjadi solusi agar rantai penyebaran Covid – 19 bisa terputus dan grafik penularan menurun. 

Sayangnya, tidak semua dapat merasakan amannya bekerja dari rumah, merasakan bekerja dengan “sedikit santai” sembari minum teh dan melihat berita perkembangan Covid – 19 di  saluran televisi kesayangannya.

Sayangnya, tidak semua dapat merasakan amannya menjaga diri dirumah, mengamankan diri dari menyentuh benda – benda yang rawan terkontaminasi di luar rumah, atau kewajiban bertemu orang – orang yang tidak diketahui “kesehatannya”.

Hal ini cukup terbukti dari beberapa “buruh” kerja yang tidak diliburkan bahkan ditengah Covid – 19 yang semakin mengancam. Para “buruh” yang dipaksa keadaan untuk tetap tunduk dan mengabaikan sedikit ketakutannya akan kesehatan yang cukup mengancam. 
Orang- Orang  yang dipaksa Kuat

Tidak kerja – tidak dapat uang – tidak bisa makan – tidak bisa hidup.

Seperti itu kira-kira prinsip yang diterapkan orang-orang “bandel” yang tidak bisa bekerja dari rumahnya. Bukan, kita tidak berbicara tentang Dokter, Perawat, atau orang – orang hebat lainnya yang turut langsung membantu di garis depan melawan Covid – 19. Mari bahas “mereka” yang “dipaksa keadaan” untuk tetap berani. Mereka yang tanpa kita sadari cukup berarti dalam memberikan informasi. Mereka yang masih tetap berupaya memberikan informasi akurat kepada kita yang tetap bekerja di rumah. Mereka yang bertemu para narasumber tetapi harus tetap positif thinking bahwa mereka baik – baik saja. Mereka Para “Buruh Tulis”.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan