web analytics
header

Laut Bercerita

WhatsApp Image 2021-12-06 at 11.54.08
Sumber : Google.com

Resensi Novel: Laut Bercerita Karya Leila S. Chidori

Oleh:

Nur Hikma HS

Pengurus LPMH-UH Periode 2020-2021

“Matilah engkau mati
Kau akan lahir berkali-kali…”

Sebuah kalimat pembuka yang tidak hanya sekedar pemantik awal dikisahkannya perjuangan Biru Laut dan kawan-kawannya dalam melawan Pemerintah Orde Baru yang bengis nan tak berperasaan, melainkan sepenggal puisi yang menjadi sumber kekuatan dari para tokoh aktivis yang ada dalam Laut Bercerita. Kasus penghilangan orang paksa yang terjadi merupakan inti dari novel tersebut.

Dibagian pertama, disajikan sudut pandang melalui tokoh utama yaitu Biru Laut adalah seorang mahasiswa yang aktif menyuarakan ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat serta pembungkaman yang marak dilakukan oleh rezim Orde Baru. Bersama dengan rekan-rekan seperjuangannya, rumah kontrakan di Seyegan, Yogyakarta menjadi tempat persembunyian dan pertemuan mereka untuk membahas aksi-aksi yang akan dilakukannya.

Meskipun Laut bersama sahabat-sahabatnya terus tertangkap, disiksa, dan dipaksa mengaku tidak membuat mereka menyerah dalam berjuang untuk Indonesia yang lebih baik di masa depan tanpa diisi oleh orang-orang diktator, haus kekuasaan, serta mengabaikan tangisan malang rakyat. Cerita semakin menyesakkan saat Laut, Sunu, Alex, Kinan, Daniel, Julius, Bram, dan lainnya ditangkap satu persatu dan dibawah ketempat pengasingan masing-masing. Mereka yang diculik mengkhawatirkan nasib keluarga, sahabat, pasangan, dan dirinya sendiri. Menanti kapan waktunya ajal menjemput disudut ruangan disuatu tempat pada tahun 1990-an.

Dibagian kedua, Asmara Jati yang merupakan adik perempuan Laut tidak henti-hentinya mencari jejak kakaknya yang hilang bersama rekan-rekannya. Bersama dengan Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin Pradana, Asmara melacak dimana keberadaan kakak laki-lakinya yang menghilang. Seiring berjalannya waktu, mereka yang diculik mulai dikembalikan ke keluarganya masing-masing namun sayangnya Laut tidak pernah muncul di depan pintu rumahnya.

Hingga akhir cerita, Asmara bersama Alex dan para keluarga serta sahabat yang menunggu kepulangan 13 aktivis yang menghilang tetap tenggelam dalam kesedihannya masing-masing. Luka yang ditorehkan dari perginya orang yang terkasih yang tidak diketahui rimbanya memunculkan trauma mendalam.

Laut Bercerita menjadi novel yang membuat orang yang membacanya ikut mengarungi sejarah masa lalu yang menjadikan bangsa Indonesia terbentuk hingga hari ini yang berasal dari perjuangan orang-orang yang menuntut keadilan namun dihilangkan secara paksa. Leila S. Chudori melalui tulisannya telah mengajak orang-orang untuk menelaah misteri sejarah yang tidak diajarkan di bangku sekolah.

Kelebihan dari novel ini terletak dari riset mendalam yang dilakukan penulis sehingga mampu menciptakan cerita fiksi sejarah yang membuat para pembaca ikut hanyut dan merasakan penderitaan yang dialami oleh tokoh-tokoh di dalamnya. Diksi cerita yang pas dan menarik juga menjadi daya tarik karena banyak kosakata baru yang jarang ditemui sehingga menambah wawasan.

Sementara kekurangannya sendiri terdapat pada alur maju-mundur yang dipaparkan membuat pembaca yang asing dengan daya penulisan tersebut dapat bingung dan harus membaca beberapa kali agar paham apa maksud yang ingin disampaikan. Penjelasan narasi yang cukup lambat juga dapat membuat pembaca bosan dan berhenti ditengah jalan.

Selebihnya Laut Bercerita merupakan salah satu karya fiksi sejarah yang terbaik, cerita yang disuguhkan sangat menarik dan layak untuk diapresiasi.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan