web analytics
header

Lebih dari Perayaan, Butuh Perubahan Bagi Bumi

e82697441725244a3d87b85b0e727dc8
Sumber : Pinterest

Oleh : Elmayanti

Pengurus LPMH-UH Periode 2021-2022

“Akan tiba hari di mana bumi menolak abadi, di mana bumi tak lagi sudi dipijaki, di mana bumi dan penghuninya bergantian melukai. Tapi bukan hari ini. Karena aku, kau, ataupun bumi belum siap diakhiri.”

Bagaimana kabarmu hari ini? Siap beraktivitas dengan tubuh fit atau sedang kurang enak badan karena faktor cuaca? Tengah memosisikan diri di depan kipas dengan peluh dan keluh merasa gerah akibat teriknya matahari ataukah sedang berlindung dibalik selimut tebal karena hujan yang puas mengguyur kotamu? Tapi bagaimana jika panas ataupun dinginnya cuaca tidak lagi kamu rasakan? Bukan karena indramu tiba-tiba mati rasa, tapi karena kamu maupun bumi tempatmu berpijak saat ini sudah tidak ada lagi. 

Begitulah kiranya skenario terburuk yang digagaskan sekelompok Ilmuwan National Aeronautics and Space Administration (NASA) dalam aksi kampanye internasional yang berhasil menjadi buah bibir di media sosial akhir-akhir ini. Para ilmuwan tersebut menyerukan anjuran menghentikan penggunaan bahan bakar fosil karena dunia sedang dilanda pemanasan global. Lebih lanjut, mereka menegaskan bahwa apabila pemberhentian tidak dilakukan, bumi akan berakhir dalam kurun waktu 3-5 tahun.

Lantas apakah itu berarti kita sedang menghitung mundur menuju peristiwa kepunahan massal keenam dalam sejarah? Musibah memang tidak diketahui pasti kapan datangnya namun tentu seruan dari para ilmuwan tak seharusnya dijadikan angin lalu. Terlebih badan PBB yang mengawasi tentang perubahan iklim, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) merilis sebuah laporan pada 28 Februari 2022, diambil dari 34.000 studi dan melibatkan 270 penulis dari 67 negara menunjukkan bagaimana perubahan iklim telah berdampak pada setiap sudut dunia dengan terjadinya kenaikan suhu 1,1 derajat diseluruh dunia. 

Emisi karbon menjadi salah satu kontributor utama terjadinya kenaikan suhu tersebut. Emisi dari satu triliun ton karbon cenderung menyebabkan peningkatan suhu global sebesar dua derajat Celcius. Dari mana asal emisi karbon tersebut? Gaya hidup modernitas yang tidak diimbangi dengan manajemen yang baik serta aktivitas perekonomian yang semakin besar menjadi sumber emisi karbon. Jika kita gagal mengatasi kenaikan suhu akibat emisi karbon yang tak terkendali, bencana masif akan terjadi di mana-mana. Krisis pangan, wabah penyakit, kebakaran hutan dan bencana lainnya kini tak hanya mimpi buruk semata. Kita perlu melakukan pergerakan demi menciptakan perubahan untuk bumi yang lebih aman.

Tak menutup mata, dilansir langsung dari laman resmi earthday.org tema hari Bumi Sedunia tahun ini adalah “Invest In Our Planet” atau jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia berarti “Berinvestasi di Planet Kita”. Tema kali ini diangkat setelah melihat dampak perubahan iklim yang semakin mengancam dunia. Hal ini menunjukkan pentingnya bagi kita untuk berinvestasi demi masa depan bumi yang lebih baik. Tapi apalah guna tema yang dikemas semenarik mungkin jika tak jua direalisasikan dikehidupan sehari-hari. Suara save earth yang bergema di mana-mana pada hari ini harus pula diiringi dengan aksi atau tindakan nyata.

Seperti halnya dengan aksi kampanye menghapus email yang berhasil menjadi tren baru-baru ini. Dalam kampanye tersebut, digadang-gadang bahwa menghapus email dapat menurunkan risiko pemanasan global di Bumi. Dikutip dari The Washington Post, setiap email yang kita kirim bisa menghasilkan emisi karbon yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu. Lebih sederhannya, tumpukan email yang ada di dalam perangkat kita dapat membuat kinerja server layanan menjadi lebih besar sehingga menghasilkan polusi yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat meningkatkan emisi karbon yang berakibat pada peningkatan suhu. Kampanye tersebut dapat dikatakan berhasil mengingat banyaknya pengguna media sosial yang ikut melakukan aksi tersebut.

Tapi disisi lain, beberapa orang menyebut kampanye menghapus email tersebut tak lebih dari sekadar greenwashing belaka. Dengan alibi bahwa layanan server tidak akan pernah mati dan cloud base systems semakin banyak digunakan sehingga langkah menghapus email tidak memberi dampak besar bagi perubahan iklim.

Menghapus email memang buka solusi paling ampuh untuk mengatasi perubahan iklim yang sudah mengancam di depan mata. Namun melihat banyak pengguna media sosial menyadari dan tidak memungkiri ancaman tersebut menjadi salah satu kabar baik di hari yang dipenuhi bayang-bayang kehancuran dunia saat ini. Kesadaran memang haruslah kita pupuk. Pelajaran sejak Sekolah Dasar tentang global warming tidak boleh hanya menjadi teori yang hanya dibaca sekilas kemudian dilupakan, kita harus mengambil langkah. Setiap aspek kehidupan harus bekerja sama guna menciptakan solusi besar yang dapat menciptakan perubahan signifikan. 

Selain tindakan-tindakan kecil dari individu-individu, aksi dari pemerintah dan perusahaan swasta yang memegang andil besar di dunia industri tentu menjadi yang paling dibutuhkan. Pemerintah dapat mengambil langkah konkret dengan menciptakan regulasi-regulasi yang mengarah pada perbaikan alam sekitar. Peraturan yang telah disahkan perlu diperkuat dengan penindakan atau penegakan hukum bagi pihak yang melanggar ketentuan. Untuk swasta, investasi dan pertumbuhan ekonomi hijau menjadi penting. Contohnya, investasi untuk pembangkit listrik ramah lingkungan (energi terbarukan), gedung hijau (ramah energi), dan pengembangan komoditas pertanian tanpa membuka lahan baru apalagi melakukan pembakaran hutan.

Pada akhirnya dampak perubahan iklim bukan lagi bualan semata. Film-film sci-fi yang biasa kita tonton seolah menjadi representatif keadaan saat ini. Kampanye yang hari-hari ini marak disuarakan dari ilmuwan hingga masyarakat luas semoga dapat menjadi langkah awal dalam meniti bumi yang lebih terjaga. Kita harus mulai beraksi, menyadarkan diri, bahwa jaga bumi tak hanya menjaga sendiri tapi juga ada generasi selanjutnya yang menanti untuk menikmati bumi yang tetap asri.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan