web analytics
header

Altan adalah Pusat

IMG-20220814-WA0053

Rofi’ah Ridwan

(Pengurus LPMHUH Periode 2022-2022) 

“Gimana, La? Udah selesai?” adalah pertanyaan pertama Altan ketika melihat sosok Nala yang baru saja memasuki sekretariat OSIS sambil mendekap laptop.

“Udah, nih. Baca ulang dulu deh. Kalau menurut lo udah oke, tinggal print aja.” Jawab Nala yang sudah terduduk dikursi yang biasanya mereka gunakan rapat.

Altan mendekat, menunggu Nala menunjukkan file yang mereka bahas sedari tadi. Mengamati dengan cermat sebelum akhirnya mengatakan, “Sip. Ayo ke kesiswaan, kita print.”

Hari ini hasil wawancara pertama pengurus baru OSIS sudah keluar. Yang Nala dan Altan sedari tadi bahas ialah tabel data nama siswa yang dinyatakan lolos untuk tahap kedua. Karena sudah memasuki tahap ini Nala akhirnya semakin sadar jika masa kepengurusan mereka akan segera berakhir.

Sembari menunggu Altan yang tengah sibuk mencetak kertas pengumuman hasil wawancara, Nala berinisiatif untuk mencari perekat yang akan digunakan untuk menempal pengumuman tadi dimading.

Setelah berhasil menemukan selotip, Nala kembali pada Altan yang juga sudah selesai mencetak menjadi beberapa rangkap.

“Mading dekat 11 IPA aja dulu kali, ya?” Usul Nala yang dibalas anggukan oleh Altan.

Suasana sekolah tengah ramai pada istirahat kedua. Sepanjang perjalanan dari Ruang Kesiswaan hingga Mading 11 IPA, Nala berjalan berdampingan dengan Altan sambil memerhatikan lapangan yang dipenuhi siswa bermain bola.

Bakal kangen banget, Nala membatin. Ia akui masa SMA adalah masa ter-drama dalam hidupnya. Tapi tidak bisa ia pungkiri berkat semua drama itu, Nala semakin akan susah untuk melupakan kehidupan SMA-nya.

Mereka tiba di depan mading. Nala kemudian mengambil satu rangkap kertas pengumuman lalu menempelnya pada papan dihadapannya. Adik kelas satu persatu mendekat karena penasaran, yang selanjutnya beberapa dari mereka mulai heboh sendiri ketika sadar pengumuman tersebut adalah hasil wawancara untuk masuk menjadi pengurus OSIS.

Selepas mading 11 IPA, Altan dan Nala melanjutkan perjalanan mereka menuju mading gerbang. Mading gerbang namanya, karena posisinya tepat di samping dinding gerbang keluar-masuk sekolah.

Agak sulit kali ini. Pasalnya dihadapan mading gerbang ada meja yang biasanya guru tempati ketika piket menunggu siswa terlambat ataupun yang bolos ketika pelajaran sedang berlangsung sehingga ruang untuk berdiri sekitar situ cukup sempit ditambah sekarang sedang ada dua siswi yang sibuk membaca brosur-brosur yang tertempel di mading. 

Altan dan Nala saling menatap kemudian terdiam agak jauh dari para adik kelasnya itu yang tidak sadar ada orang lain selain mereka. Nala kemudian maju untuk berdesakan sehingga siswi-siswi tadi sadar akan kehadirannya, namun sayangnya ruang kosong pada mading gerbang cukup tinggi dari jangkauan Nala. Nala berbalik menatap Altan tanpa suara namun tatapan matanya dapat Altan mengerti, anak ini minta bantuan. 

Yang tidak pernah Nala duga setelahnya adalah ketika Altan kemudian maju, mencolek salah satu pundak dari siswi tersebut dan hanya berkata permisi, siswi tadi dan temannya justru berteriak tertahan lalu menjerit dan minggir secara heboh untuk memberikan ruang kepada Altan sambil berbisik dengan keras dan memukul kecil pada satu sama lain, “Kak Altan! Kak Altan! Kak Altan!”

Setelah bereaksi melebih-lebihkan, mereka kemudian berlari menjauh meninggalkan Altan dan Nala yang lagi dan lagi saling tatap keheranan. Apa-apaan itu tadi? 

Mereka berdua terkekeh sambil melanjutkan tujuan utama mereka, Altan mengambil kertas dari Nala, menjulurkan tangannya pada bagian kosong papan kemudian menempelkannya dengan bantuan selotip dari Nala. Persis seperti adegan klise di novel yang tokoh pria mengambilkan buku pada rak tertinggi untuk tokoh perempuan. Mengggelikan.

Tapi bagi Nala, kejadian reaksi berlebihan adik kelas tadi jauh lebih menggelitik perutnya. Memikirkan bagaimana Altan mungkin sudah tidak asing dengan para penggemarnya, sebenarnya Nala juga sudah sering kena dampaknya karena menjadi sekretaris pria itu. 

Contoh kecil lain selain kejadian mading tadi adalah ketika ia memasuki kantin sekolah, ada siswi dari kelas Altan yang akan memandanginya dari atas hingga ujung kaki seolah-olah sedang menghakimi. Nala tidak bereaksi banyak karena sudah menduga hal ini. Maka dari itu jika terpaksa harus berurusan dengan Altan di luar ruangan, Nala sebisa mungkin berjalan lebih cepat atau lambat dibanding Altan. Asalkan tidak sejajar dengan pria itu, karena tatapan menilai dari penggemarnya akan mengikuti setiap langkah Nala.

Setelah menempelkan beberapa rangkap kertas daftar nama tadi di tiga mading, Nala dan Altan kemudian berpisah untuk kembali ke kelas masing-masing. Belum sempat Nala masuk kelas, temannya menghadang, “Tadi depan mading, kenapa tuh adik kelas?”

Nala menghela napas, segala sesuatu tentang Altan ini memang menarik ya dimata semua orang? Kenapa Nala merasa hanya dirinya yang tak tertarik dengan Ketua OSIS itu? 

Karena diberi tatapan penasaran oleh teman-temannya, Nala kemudian menceritakan kejadian itu yang ditanggapi dengan kalimat dih, lebay banget tuh adik kelas yang bernada cemburu dari temannya.

Memang, ya, Altan adalah pusat. Tapi bukan untuk Nala.

 

**Altan adalah Pusat.**

Related posts:

GARIS TAKDIR

Oleh: Imam Mahdi A Lekas lagi tubuhku melangkahMelawan hati yang gundahKe ruang samar tanpa arah Sering kali, ragu ini menahan

Dialog Temaram dalam Jemala

Oleh: Naufal Fakhirsha Aksah (Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas) Bagaimana kabarmu? Kabar saya baik, Tuan.  Bagaimana sejak hari itu? Sungguh, saya

Bukan Cerita Kami

Oleh: Akhyar Hamdi & Nur Aflihyana Bugi Bagaimana kau di kota itu, Puan? Kudengar sedang masuk musim basahTidak kah ingin