web analytics
header

The World of Deidamia

Cerpen_Elm_Pin

Oleh Elmayanti

Pengurus LPMH-UH Periode 2021-2022

PART III

Sang Putri kemudian menggeser teropongnya, mengarahkannya ke sisi kiri kerajaan. Tidak bisa ditentukan bangunan apa yang disana. Karena bangunan itu seperti ilusi. Kadang ia sebuah menara, istana kecil yang angker, atau bisa juga sebuah aliran sungai yang jernih.

Konon katanya, apa yang seseorang lihat itu menggambarkan sifatnya. Jika yang kau lihat istana kecil angker, itu berarti ada iblis jahat yang bersarang di dirimu. Jika yang kau lihat adalah aliran sungai jernih, itu berarti ketulusan hatimu sejernih dan setenang sungai itu. Dan jika yang kau lihat adalah sebuah menara, itu berarti kau netral, ada kebaikan juga keburukan di dirimu, keduanya seimbang.

Tapi ketika kau mendekat ke bangunan itu, maka yang kau temukan adalah sebuah sekolah. Sekolah kerajaan, yang dihuni oleh kaum witch. Kaum witch, selain sebagai ahli sihir, mereka memang dikenal sebagai kaum paling cerdas di Deidamia. Jadi wajar, jika kaum witch yang mengambil alih sekolah kerajaan.

Bangunan ilusi, yang sebenarnya adalah sekolah kerajaan. Sekolah yang bernama Beachston. Sekolah yang terletak disisi kerajaan, kaveling kaum witch.

Sang Putri kembali menggeser teropongnya. Tak ingin berlama-lama menatap menara itu, tak ada istimewanya sama sekali.

Lensa teropong itu kemudian jatuh pada bagian depan kerajaan. Hamparan taman bunga. Lavender, rose, jasmine, lili, tulip dan masih banyak lagi. Wanginya menguar ke seluruh penjuru kerajaan. Kumbang-kumbang berterbangan di atasnya. Namun, dibalik pemandangan yang luar biasa mengagumkannya itu, terdapat sebuah kisah suram.

Taman bunga itu dulunya dijaga dan dirawat oleh kaum fairy. Saat matahari mulai terbit, kaum fairy akan membangunkan semua bunga. Menyiraminya serbuk ajaib, membuat bunga itu menjadi hidup. Berbicara, bernyanyi, bahkan menari. Nyanyian para bunga adalah hal yang paling dinantikan orang-orang kerajaan di pagi hari. Bunga-bunga itu memberi semangat dan menyalurkan energi bahagia pada semua orang.

Tapi itu dulu. Sejak kaum fairy meninggalkan kerajaan, sejak kaum fairy menyatakan bukan bagian dari kerajaan Blanca, dan sejak kaum fairy menentang Raja Athos. Kaum fairy membuat kerusakan di kerajaan, mereka meracuni semua tumbuhan, membuat bangkai tumbuhan itu mengeluarkan bau tak sedap. Setelah melakukan itu di malam hari, kaum fairy kemudian meninggalkan kerajaan. Tak ada yang tersisa, bahkan satupun. Kaum bersayap itu sudah lama tidak terdengar kabarnya. Mereka bersembunyi. Sayup-sayup berita terdengar, kaum itu sedang mempersiapkan penyerangan besar melawan kerajaan Blanca.

“Huft…..” Sang Putri menghembuskan nafas berat. Ia rindu mendengar nyanyian bunga. Ia rindu dengan sahabatnya, Putri Daisy. Ia rindu dengan Euna, mantan pelayan pribadinya yang berasal dari kaum fairy. Ia rindu si tiga bersaudara, Nalchael, Zachriel dan Naaririel. Ketiga fairy kecil itu suka sekali menghiasi gaun Sang Putri. Menambahkan hiasan bunga atau sekedar menaburinya serbuk ajaib, membuat gaun itu begitu mengkilau diterpa cahaya lampu.

Pandangan Sang Putri kemudian tertuju pada seorang pria berusia separuh baya yang baru saja keluar dari salah satu paviliun. Sang Putri mengenalinya, itu paman Thompson, kaum manusia. Ia salah seorang yang bertugas merawat kuda milik kerajaan.

Lebih dari separuh paviliun yang mengepung kerajaan ditinggali oleh kaum manusia. Kaum manusia bekerja sebagai pelayan di kerajaan, sebagai petani dan juga pengurus hewan kerajaan. Ladang buah dan lapangan ternak hewan masing-masing berada disudut kanan dan sudut kiri kerajaan.

Ladang buah dan lapangan ternak, sebut saja itu kaveling kaum manusia. Walau pada dasarnya, mereka tinggal di vapiliun.

Lalu bagaimana dengan kaum Demon? Tidak memiliki kaveling? Dimana mereka tinggal? Tentu saja di dalam kerajaan.

Kaum emon adalah kaum terkuat diantara semua kaum. Penguasa semua jenis kekuatan, sihir sekalipun. Kaum Demon hanya perlu berucap, maka terjadilah. Sejak awal dunia Deidamia ini terbentuk, Demon memang selalu menjadi pemimpin. Kaum Demon begitu langka. Saat ini saja, yang tersisa hanya dua orang. Raja Athos dan Sang Putri Mahkota. Dua orang dengan kekuatan terdahsyat se-dunia Deidamia, paling disegani, paling ditakuti.

“Putri…..”

Suara Eve yang memanggilnya menyadarkan Sang Putri dari lamunan.

“Air untuk Putri mandi sudah disiapkan.”

Sang Putri mengangguk. Ia lantas mengulurkan tangan kanannya kepada Eve.

Eve mengernyit bingung. “Ada apa, Putri?”

“Aku ingin turun. Apa kau ingin tetap disini? Atau kau ingin melewati ribuan anak tangga itu lagi? Membuat kakimu pegal?”

Eve tersenyum kecil, baru paham maksud Sang Putri. Ia pun menerima uluran tangan Sang Putri. Seperti tersengat sihir penyembuh jiwa, hanya dengan menggenggamnya saja sudah membuat batin Eve terasa begitu damai dan tenang.

Seperkian detik kemudian, mereka berdua sudah berada di dalam kamar Sang Putri. Sang Putri langsung menuju kamar mandi, di sana sudah ada Claire yang menunggunya. Setelah Claire melepaskan jubah dan gaun tidur Sang Putri, Sang Putri langsung masuk dan berendam ke dalam air penuh kelopak bunga mawar itu.

“Tinggalkan aku sendiri, Claire,” pinta Sang Putri.

Claire tanpa berani menolak segera beranjak keluar. Sang Putri kemudian menghela napas panjang, matanya terpejam sambil menghirup aroma mawar yang terasa begitu menenangkan.

Beberapa saat setelah membersihkan diri, Sang Putri keluar dari kamar mandi. Eve kemudian memakaikan gaun kuno bernuansa biru langit ditubuh gadis cantik itu. Gaun dengan ukiran yang begitu rumit.

Setelah selesai dengan gaunnya, Sang Putri beranjak ke meja rias. Hanna pun mendekat, sekarang giliran gadis yang berasal dari kaum manusia itu.

Hanna dengan telaten merias wajah Sang Putri. Tak sulit, toh Sang Putri memang sudah memiliki kecantikan natural. Hanya dengan bedak bubuk dan pewarna bibir cair, Hanna membuat Sang Putri bertambah menawan. Hanna kemudian beralih ke rambut Sang Putri. Rambut ikal yang panjang dan berwarna seputih salju, dengan aroma lavender. Hanna memasangkan beberapa hiasan bunga di rambut Sang Putri.

“Selesai, Putri.”

Sang Putri tersenyum manis, “terima kasih, Hanna.”

“Sudah tugas saya, Putri.”

Sang Putri berdeham pelan sebelum kembali berucap, “Kalian bertiga silahkan keluar, aku ingin istirahat. Jangan ada yang masuk ke dalam kamar sebelum aku mempersilahkan.”

Ketiga pelayan yang usianya sepantaran dengan Sang Putri itu mengangguk patuh kemudian meninggalkan kamar.

Sang Putri kemudian mengedarkan pandangannya. Setelah memastikan semuanya sudah aman, ia memejamkan matanya kemudian melakukan teknik teleportasi.

Related posts:

GARIS TAKDIR

Oleh: Imam Mahdi A Lekas lagi tubuhku melangkahMelawan hati yang gundahKe ruang samar tanpa arah Sering kali, ragu ini menahan

Dialog Temaram dalam Jemala

Oleh: Naufal Fakhirsha Aksah (Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas) Bagaimana kabarmu? Kabar saya baik, Tuan.  Bagaimana sejak hari itu? Sungguh, saya

Bukan Cerita Kami

Oleh: Akhyar Hamdi & Nur Aflihyana Bugi Bagaimana kau di kota itu, Puan? Kudengar sedang masuk musim basahTidak kah ingin