web analytics
header

The World of Deidamia

Cerpen_Elm_Pin

Elmayanti

Pengurus LPMH-UH Periode 2021-2022

 

PART IV

 

Ia membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali, berusaha menyesuaikan akan silaunya cahaya matahari. Sejauh matanya memandang, yang ada hanya padang dandelion. Padang dandelion itu memang ajaib, ketika dunia Deidamia tengah dilanda salju. Hanya padang itu yang masih dengan suasana musim panas. Sang Putri kemudian memilih berbaring begitu saja, tanpa alas, tak mempedulikan gaunnya yang bisa kotor.

Sang Putri memperhatikan gumpalan awan di atas langit sana. Tampak tak simetris, tak memiliki pola, berantakan. Tapi begitu indah, menjelma menjadi istana kapas.

“Ck,” Sang Putri berdecak kesal ketika awan yang semula menutupi matahari itu perlahan bergerak. Membuat cahaya matahari kembali menyilaukan matanya dan Sang Putri akhirnya memilih memejamkan matanya, baru hanya beberapa detik, karena setelahnya ia merasakan ada yang menghalangi cahaya itu. Dan ternyata benar. Sebuah tangan kekar berusaha melindungi wajah Sang Putri dari cahaya matahari.

Sang Putri yang menyadari kehadiran orang itu langsung menegakkan penggungnya.

“Kau jahat!” Bentak Sang Putri.

“Apakah melindungi Sang Putri Mahkota dari cahaya matahari termasuk kedalam bentuk kejahatan?”

“Berhenti memanggilku dengan gelar itu Orion!” Hardik Sang Putri.

Orion terkekeh pelan, membuat kedua lesung pipinya terlihat.

“Saya hanya mengikuti protokol kerajaan Yang Mulia Putri Mahkota.”

Sang Putri menggertakan giginya geram.

“Aku pergi!”

Sang Putri yang berbalik dan hendak melangkah pergi tertahan, ketika dua buah lengan melingkar di perutnya.

“Lepaskan aku Orion! Aku ingin pergi.”

Sang Putri meronta meminta dilepaskan.

“Kenapa?”

“Aku tak suka padamu. Aku benci padamu Orion! Bukankah sudah kubilang jangan pernah memanggilku dengan embel-embel Putri, kau benar-benar menye-“

“Maaf Lheora….” ujar Orion memotong perkataan Putri Lheora.

Putri Lheora berbalik, menghadap ke Orion. Menatap wajah tampan itu lamat-lamat.

“Ada apa Lheora? Kenapa menatapku seperti itu? Jatuh hati, eh?”

Kedua pipi Putri Lheora terkena semburat merah. Terlihat begitu menggemaskan.

“Sudah terlambat wahai pria asing. Aku sudah lebih dulu jatuh hati pada pria lain.”

Orion menaikkan sebelah alisnya. “Benarkah? Bolehkan saya tahu, siapa gerangan pria beruntung itu?”

“Namanya Orion dari kaum vampire.”

“Wah, apa sebuah kebetulan nama saya mirip dengan nama pria yang anda maksud? Atau memang pria itu adalah saya?”

“Enak saja! Pria yang kumaksud itu sangat tampan dengan jubah hitamnya. Walau dia jarang berkata-kata manis, tapi dia pria yang menyenangkan.”

Orion memajukan tubuhnya, mengikis jarak antar keduanya.

“Pria itu jarang berkata-kata manis?” Beo Orion.

Putri Lheora mengangguk kecil. “Pria yang sungguh kejam bukan?”

Orion tersenyum kemudian berucap, “kemudian biarkan pria kejam itu membisikkan sesuatu.”

Tangan Orion bergerak membawa anak rambut Putri Lheora ke belakang telinganya. Kemudian Orion mendekatkan bibirnya di telinga Putri Lheora.

Putri Lheora memejamkan matanya ketika merasakan deru nafas Orion yang terasa hangat menyentuh daun telinganya.

“Aku mencintaimu wahai Princessa Lheora Githzerai Blanca,” bisik Orion di telinga Putri Lheora.

Putri Lheora tersenyum bahagia.

“Aku juga wahai Orion Esta Melkyal.”

Orion tersenyum lembut sembari menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Cukup lama mereka saling merangkul, tak ada yang berniat melepaskan.

“Orion…..”

“Hm?”

“Bisakah besok kau datang ke pesta kerajaan?”

“Pesta? Sedang ada perayaan apa di kerajaan? Seingkatku ulang tahun kerajaan masih lama.”

Ucapan Orion barusan membuat Putri Lheora melepaskan pelukannya.

“Besok ulang tahunku Orion!!!” Hardik Lheora.

Orion tersenyum, suka sekali menjahili gadis kesayangannya itu. Wajahnya yang memerah akibat marah benar-benar menggemaskan.

“Aku tahu Lheora. Aku hanya bercanda.”

“Jadi, apakah kau akan datang?” Ulang Putri Lheora.

“Aku tak pantas berada di sana Lheora. Aku tak pantas disandingkan dengan Putri sepertimu.”

Putri Lheora memutar bola matanya kesal. Ia bukan kesal pada Orion, tapi pada posisinya sebagai seorang Putri itu. Andai ia bisa jadi warga biasa di Deidamia.

“Begini saja. Kau pernah bilang bahwa kau pernah ke kerajaan Blanca bukan?”

Orion mengangguk. Memang benar.

“Aku ingin menanyakan sesuatu.”

“Apa itu?”

“Apa yang kau lihat di sisi kiri kerajaan?”

Orion tak lantas menjawab. Ia tampak berpikir.

“Kalau aku tidak salah ingat, di sana aku melihat sebuah sungai,” bohong Orion.

Putri Lheora tersenyum puas mendengarnya.

“Ada kisah yang beredar bahwa orang yang melihat sungai di sisi kiri kerajaan berarti orang itu punya hati yang baik dan tulus. Itu sudah cukup membuktikan jika kau pantas untukku Orion.”

“Benarkah? Lalu bagaimana denganmu? Apa yang kau lihat?”

“Menara.”

“Menara? Apa artinya?”

“Itu artinya, kebaikan dan keburukan di diriku seimbang. Kaum Demon memang sudah dipastikan hanya bisa melihat menara. Di dalam diri kami ada kebaikan, ketulusan yang murni. Namun sejak dilahirkan, ada iblis yang bersarang di jiwa kami para kaum Demon. Sosok iblis yang hanya akan muncul ketika amarah menguasai kami.”

Orion mengangguk-angguk kecil.

“Jangan hanya mengangguk-angguk Orion! Jadi bagaimana? Kau akan datang ke pesta atau tidak?”

Orion terkekeh pelan. Kekasihnya itu sangat tidak sabaran.

“Kemarilah, duduk di dekatku….” Ajak Orion yang memang sudah duduk begitu saja di atas tanah. Putri Lheora alih-alih duduk di samping Orion, ia malah memposisikan diri duduk di depan Orion, menyanderkan kepalanya di dada bidang pria itu. Orion pun langsung membawanya ke dalam dekapan. Menghirup dalam-dalam aroma Lavender dari rambut Putri Lheora.

“Aku akan datang ke pesta itu,” ujar Orion setelah diam beberapa saat.

“Benarkah?” Lheora membulatkan matanya tak percaya. Pasalnya pria itu selalu menolak jika diajak ke kerajaan, dibujuk sekalipun. Pesta ulang tahun Sang Putri tahun lalu, Orion juga tidak hadir.

Orion mengangguk mengiyakan, tangannya bergerak membelai lembut pipi Putri Lheora. Setelah itu, bangkit berdiri.

Related posts:

GARIS TAKDIR

Oleh: Imam Mahdi A Lekas lagi tubuhku melangkahMelawan hati yang gundahKe ruang samar tanpa arah Sering kali, ragu ini menahan

Dialog Temaram dalam Jemala

Oleh: Naufal Fakhirsha Aksah (Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas) Bagaimana kabarmu? Kabar saya baik, Tuan.  Bagaimana sejak hari itu? Sungguh, saya

Bukan Cerita Kami

Oleh: Akhyar Hamdi & Nur Aflihyana Bugi Bagaimana kau di kota itu, Puan? Kudengar sedang masuk musim basahTidak kah ingin