web analytics
header

Emergency Declaration, Batal Mendarat Atas Nama Kemanusiaan

emergency Declaration
Sumber: Google.com

Oleh: Rofi’ah Ridwan

Pengurus LPMH-UH Periode 2021-2022


“Emergency Declaration” merupakan film yang disutradarai dan ditulis oleh Han Jaerim. Film ini diproduksi sejak 30 Mei hingga 24 Oktober 2020, premier saat Cannes Film Festival 15 Juli 2021 dan resmi liris pada 3 Agustus 2022. Han Jaerim mengatakan film ini tidak didasarkan pada peristiwa nyata, tetapi masih disajikan dengan semacam naturalisme yang mengingatkan pada “United 93” karya Paul Greengrass. Diperankan oleh tiga bintang Korea papan atas Jeon Doyeon, Lee Byunghun, dan Song Kangho juga menjadi salah satu alasan “Emergency Declaration” menjadi film tragedi yang menyenangkan tentang krisis yang realistis.

Film berdurasi 2 jam 21 menit ini bercerita tentang sebuah pesawat komersial yang berangkat ke Honolulu, Hawaii dari Incheon, Korea Selatan. Penumpang penerbangan disandera oleh Jinseok (diperankan oleh Yim Siwan), seorang ahli biologi yang dengan sengaja membuat dan melepaskan virus buatannya sendiri hanya dengan alasan “Sepertinya menyenangkan!”

Detektif Inho (diperankan oleh Song Kangho) berusaha mencari pelaku dari video teror yang ramai di internet. Kepanikannya semakin menjadi ketika menyadari pelaku teror tersebut sedang bersama istrinya (diperankan oleh Woo Mihwa) ada di penerbangan Sky Korea K1501. Kemudian munculah sejumlah karakter pendukung yang penting secara naratif, tetapi tidak dijelaskan secara rinci, termasuk co-pilot Hyunsoo (diperankan oleh Kim Namgil) dan pramugari Heejin (diperankan oleh Kim Sojin).

Beberapa adegan menjelaskan mengenai penumpang yang ada di dalam penerbangan K1501, tetapi sekitar 40 menit pertama dari film ini sebagian besar menyangkut Jinseok yang psikopat. Ada adegan dimana Jinseok melecehkan dan berkata kasar pada karyawan Sky Korea yang menolak memberi tahunya berapa banyak orang yang terbang ke Hawaii. Kemudian penonton diajak untuk mengikuti Jinseok saat dia bertabrakan dengan ayah Jaehyuk (diperankan oleh Lee Byunghun) yang khawatir dan menghujaninya dengan pertanyaan canggung tentang putrinya yang pemalu Soomin (diperankan oleh Kim Bomin) yang menderita penyakit eksim parah.

Ketika Jinseok ketahuan menyebarkan virus mematikan di kamar mandi pesawat, dia dengan cepat ditahan oleh Jaehyuk. Di luar pesawat, Inho menemukan bahwa Jinseok biasa menyiksa hewan untuk “bersenang-senang” dan juga bereksperimen pada tikus laboratorium untuk membuat wabah buatan sendiri yang dapat bermutasi dan menyebar di antara manusia dengan sangat cepat. Di dalam pesawat, Jinseok yang berkeringat akibat virus menjelaskan kepada awak maskapai bahwa dia menyerang mereka karena tidak ada cara bagi penumpang penerbangan komersial untuk melarikan diri begitu mereka sedang berada di udara. Latar belakang kisah Jinseok digambarkan dengan singkat dan dialognya tidak mendeskripsikan banyak tetapi secara samar-samar berkaitan dengan gangguan jiwa manusia.

Anggota awak pesawat dan penumpang berusaha untuk tidak panik sementara di darat pejabat publik terutama Menteri Transportasi Sookhee (diperankan oleh Jeon Doyeon) sedang merencanakan tindakan yang akan negara lakukan bersama Inho dan rekan-rekan polisinya. 

Adegan penting yang tidak boleh dilewatkan ketika Jaehyuk menyampaikan pidato yang menjelaskan mengapa dia bertindak atas nama sesama penumpang dan menyampaikan keputusannya untuk tidak mendaratkan pesawat setelah segala rintangan yang telah dilalui. Beberapa adegan reaksi dari penumpang lain menunjukkan bahwa mereka juga sudah pasrah untuk nasib mereka dan secara pasif sepakat ketika mendengarkan pengumuman Jaehyuk.  

Dalam adegan penting lainnya, penumpang K1501 menggunakan ponsel dan Wi-Fi untuk memberi kabar orang yang mereka cintai dan menyelesaikan urusan mereka. Adegan ini memberikan gambaran emosional yang sangat dalam dan juga secara visual karena disajikan dengan bentuk serangkaian panggilan obrolan video. Para penumpang dan keluarga mereka saling menatap wajah-wajah yang saling membanjiri tangisan untuk satu sama lain.

Setelah beberapa masalah yang dihadapi, visual kamera perlahan-lahan mengecil dan menghilang. Kemudian adegan berikutnya dimulai, karena pesawat itu harus kembali ke darat dengan atas nama kemanusiaan dan dengan cara apapun yang diperlukan.

Kelebihan dari film ini terdapat dalam alur yang lamban untuk mengajak penonton merasakan keputusasaan dan rasa kemanusiaan. Film ini murni berkembang dari imajinasi fiktif yang hampir semua yang ada di film ini diperhitungkan untuk memaksimalkan perasaan cemas ke para penonton. Mulai dari taktik menakut-nakuti yang lemah hingga adegan yang membuat penonton merasa tidak yakin dan takut menebak alurnya.

Sedangkan kekurangan dalam film ini yaitu protagonis utama yang tidak digambarkan secara mendetail tentang kepribadian mereka di luar tuntutan dari adegan mereka. Selain itu, munculnya sejumlah karakter pendukung yang penting secara naratif, tetapi tidak dijelaskan secara rinci menjadi tanda tanya ketika menonton film ini. Sinematografi dalam film ini juga menjadi salah satu nilai kurang karena masih jelas terlihat efek latar hijau dalam beberapa pengambilan adegan.

Meskipun beberapa adegan terlihat tidak realistis, tetapi film ini sangat direkomendasikan bagi siapa saja yang menyukai genre thriller karena ketegangan yang tersampaikan dengan baik.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan