web analytics
header

Aku Titip Mimpiku di Mimpimu

Sumber: muhammadaanxfarhan.wordpress.com

Sumber: muhammadaanxfarhan.wordpress.com
Sumber: muhammadaanxfarhan.wordpress.com

Cerpen oleh: Andi Besse Sitti Fatimah (Pengurus LPMH-UH)

Kepadamu yang selalu ada bahkan saat kuyakini kita tak lagi ada.

Hujan menyapa malam ini, terlihat samar titik-titik bening itu dari balik jendela kaca. Di meja telah tersaji secangkir kopi hangat dan sebuah laptop, kurasa hanya itu yang cukup untuk menghangatkan malam ini. Nuansa asing mengintaiku, semuanya terasa berubah dari dua tahun yang lalu, kali terakhir aku dan bahkan kita berada di sini.

Di pojok cafe, jam menunjukkan pukul 21.00 Wita waktu yang kunanti sedari tadi demi melihat unggahan terbaru itu. Benar saja kali ini sebuah opini telah tersusun rapi di blog itu dengan judul, “Telunjuk atau Kelingking Birokrasi ?”

Masih dengan penulis yang sama inisial NT, ia selalu berhasil membuatku terpanah dengan tulisannya, sama seperti tiga tahun yang lalu saat dia pertama kali membuatku terpanah dengan semua yang ada pada dirinya. Semuanya masih sama kecuali penampilannya yang kini lebih anggun memakai jilbab di foto.

Aku selalu ingin melupakan semuanya, namun hatiku tak pernah bisa. Sekeras dan sekukuh apapun otakku menghendakinya, dia selalu muncul begitu nyata. Rambut sebahu yang dicepol, gigi ginsul, batang rokok di telinga kiri, celana jeans robek dan pin nama di PDH yang bertuliskan Nurul Mutmainnah (Reporter).

Dia Noe yang ku kenal tiga tahun yang lalu. Dia Noe yang mampu membuatku takjub berkali-kali dan setiap hari, dia Noe’yang berhasil membuatku jatuh hati tanpa perlu tertatih.

Aku ingat malam itu, saat dia sekeras tenaga menyelesaikan beritanya di cafe ini. Dia mengaku bahwa deadline berita sama halnya dengan bersamaku, begitu takut, tidak ingin cepat usai, tertekan namun di sisi lain bersemangat.

Yah dia selalu mengeluhkan semua berita yang menumpuk dikepala, tapi demi apapun dia sangat mencintai pekerjaan ini sama seperti cintanya kepadaku, walaupun sering mengeluhkanku tapi aku dapat merasakan bahwa cintanya melampaui jangkauan kata, mungkin itulah sebabnya dia tak pernah mengatakan cinta padaku tapi lebih dari itu dia selalu menyatakan cinta tanpa mengatakan cinta.

“Kenapa kau menerimaku ?”

“Aku tidak menerimamu, aku hanya membutuhkanmu. Sama seperti benda yang kita hisap ini, kita tau bahwa ini akan membunuh kita tapi sekeras apapun otak kita menolaknya maka kita akan tetap memakainya karena kita membutuhkannya,” jawabnya sambil menyemburkan asap dari mulut.

“Mengapa kau menyamakanku dengan rokok?”

“Karena kalian persis sama. Benda inilah yang paling setia dihidupku, dia berbahaya tapi setidaknya dia berani mengakui bahwa dirinya berbahaya,” jelasnya sambil menunjuk peringatan dikemasan rokok sambil tersenyum.

Aku sangat paham dengan semua kata-kata Noe layaknya wartawan sudah jadi ciri khas kami menyampaikan sesuatu tanpa perlu menyakiti perasaan orang lain secara kasar.

“Tanza, aku tidak akan merubah apapun darimu, aku bersumpah.. tapi anggap saja ini mimpi kita. Maukah kau mewujudkannya bersamaku?” tanya Noe.

“Mimpi apa?”

“Mimpi agar di masa depan kita menjadi orang yang lebih baik hingga punya keturunan yang baik pula. Aku tau bahwa kau tidak bisa lepas dari benda haram itu dan kau berhasil membuatku memahaminya. Tapi layaknya manusia lain aku pun punya mimpi yang yang kuharap dapat menembus kata mustahil,” ucapnya sambil mengusap ujung matanya yang mulai basah.

“Noe mimpiku sederhana, aku hanya ingin melihatmu tertawa jadi berikan aku waktu untuk meninggalkan barang haram itu. Aku berjanji mimpi itu akan kita wujudkan, kelak kita akan menjadi orang yang diingat hanya dengan kebaikan.”

“Aku percaya padamu, selalu percaya. Bahkan jika kau ingkar maka percayalah aku orang yang masih memegang kepercayaanmu,” jelasnya sambil tertawa lalu mengeratkan ikat rambutnya.

Aku memberikan janji itu, kurasa mudah hanya dengan mengingat Noe ternyata aku salah. Hanya dua minggu jeda antara aku dan kebiasaan buruk itu dan benar saja, aku benar-benar membutuhkannya lagi. Aku kecanduan.

Sial saja, hari itu tugasku meliput bersama Noe dan tanpa kuduga tiba-tiba ada razia. Aku panik karena jelas di ranselku ada barang haram itu tapi dia hanya tersenyum saat petugas itu menggeledah kami. Dan mengejutkan Noe ditahan karena barang bukti yang sebenarnya milikku ada padanya, sementara aku bersih.

“Apa yang kau lakukan? Kenapa benda itu ada padamu?”

“Tanza, sudah kukatakan kau seperti rokok. Sejak pertama kali menghisap rokok maka aku harus siap dengan segala resikonya, bahkan jika puntungnya harus kutelan maka akan kulakukan,” jawabnya sambil memelukku.

“Maaf. Aku menyayangimu Noe, aku menyayangimu. Percayalah ini terakhir kali aku menghianatimu, semuanya akan baik-baik saja kita akan menjadi orang yang lebih baik dengan kehidupan yang terbaik.”

Sejak kejadian itu, Noe dikeluarkan dari kampus dan aku pun memutuskan untuk pindah kuliah. Keputusan yang membuatku melihat Noe untuk yang terakhir kalinya. Namun tak berselang lama di kampus baruku semuanya makin memburuk, lingkunganku fatal hingga merusak mental. Aku semakin mesra dengan barang-barang haram itu.

Ekstasi sungguh kenikmatan penuh fantasi. Aku hilang dan tak pernah pulang, aku lupa pulang untuk meraih janjiku. Semuanya hancur aku dikeluarkan dari kampus karena hanya sibuk bercumbu dengan ekstasi, tak sedikitpun ingatanku untuk mengunjungi Noe rasanya aku dan dia tak pernah ada, masa lalu kami tak nyata, kami hanya berita kedaluarsa.

Aku yang terlalu takut pada ikrarku kini mewujudkan ingkarku, setiap hari dia mengirim pesan dan menelponku hanya untuk memastikan aku baik-baik saja, tapi aku terlalu malu hingga kubiarkan semuanya berlalu, tak pernah sekali pun aku patuh pada hatiku.

Malam itu hujan begitu deras, dia mengirimkan pesan dan meminta padaku untuk menjenguknya karena dia sedang sakit. Katanya ini adalah pertanda baginya, jika aku datang maka kami masih baik-baik saja, sebaliknya jika aku tak datang maka itulah keputusan terbaik yang dia terima dariku.

Aku mengerti maksud Noe dan untuk itu, hal ini akan jadi keputusan terbaik dariku untuknya. Yah aku tidak datang, tak pernah datang. Sampai sekarang keputusan terbaik inilah yang menjadi penyesalan paling baik seumur hidupku.

Hingga akhirnya sebuah pengabaian menjadi alasan terbaik untuk menyerah baginya. Dia menyerah. Menyerah pada keyakinannya yang terlalu mempercayaiku, tapi tidak pada mimpi kami. Sungguh rasanya aku tak lagi ada saat membaca pesan terakhir darinya,

“Tanza, di sini aku masih percaya bahwa apapun itu pasti lahir dari semua kebaikan yang ada padamu, semua tentangmu adalah yang terbaik dan kita tentu akan selalu baik-baik saja. Tak kuubah apapun, biarkan aku sendiri yang mewujudkan mimpimu, mimpiku dan mimpi kita karena kau yang terlalu pulas hingga memutuskan untuk tak lagi bermimpi. Terima kasih.”

Kerinduan yang selalu menuntunku untuk mencari tahu tentang dia, dua tahun tanpa pertemuan, tapi aku tahu bahwa dia baik-baik saja. Dia sekarang telah menjadi orang yang lebih baik dan luar biasa sesuai dengan mimpi kami, sedangkan aku masih orang yang sama. Perasaan yang sama dan kecanduan yang sama pula. Aku selalu sama dengan hari-hari sebelumnya yang kusesali.

Jujur saja, bayangannya tak jemu menghadirkan penyesalanku. Membuatku merasa bersalah tentang janji-janji kebaikan yang kuingkari, membuatku merasa kalah akan mimpi-mimpi suci yang kukhianati. Aku salah, aku kalah. Maafkan aku yang tak bisa menggenggam harapan kita sampai akhir. Maafkan aku yang membebanimu dengan mimpi kita yang harus kau wujudkan sendiri.

 

Terima kasih telah rela menemaniku selama ini…

Terima kasih telah ikhlas menerima kenyataan ini…

Terima kasih telah mau mengabulkan mimpiku yang kutitip di mimpimu….

 

Related posts:

Aku dan Sayapku

Oleh: Anggya Nurayuni (Peserta Ko-Kurikuler Jurnalistik 2023) Di suatu pagi yang cerah, di atas rindangnya pepohonan hutan, seekor Merpati cantik

Rayuan Perempuan Gila

Oleh: Elmayanti (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Aku mengatur napas, mencoba terlihat biasa saja. “Ini sudah sampai mana?” tanyaku pada Kirtan,

Misteri Ayam Geprek Pak Jamal

Oleh: Muh. Abi Dzarr Al Ghiffariy (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Alkisah, terdapat sebuah toko ayam geprek legendaris yang selalu ramai