web analytics
header

Jangan berhenti, Kawan!!!

Oleh : Ghina Mangala Hadis Putri
        Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. Sedangkan hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
        Banyak orang yang berani untuk mengekspresikan pendapatnya tentang apa itu HAM. Dan Hak mereka adalah sama, hak untuk berpendapat. Kini, saat kata kembali merangkai tentang kasus-kasus HAM, sudah ada seabrek cara untuk melawan yang namanya penindasan HAM.Namun, sekali lagi tentang HAM. Pada tanggal tujuh September yang lalu, tidak bosan-bosannya pengungkapan Kasus Aktivis HAM  Munir menjadi kembali marak di media, baik media cetak maupun media elektronik. 
        Munir, bukanlah satu-satunya aktivis yang memperjuangkan tentang HAM di Indonesia. Munir, merupakan sosok yang masih perduli dengan para aktivis-aktivis yang sempat hilang di jaman orde baru. Kegigihannya utnuk mengungkap keterlibatan negara terhadap hal itu, membuatnya harus bertemu dengan maut. Tepat tanggal tujuh september beberapa tahun silam nyanwanya direnggut dengan kronologis pembunuhan yang penuh dengan intrik belaka. Sebelum sosok Munir tepat, pada masa orde baru silam begitu banyak para aktivis yang memperjuangkan nasib rakyat justru menjadi sasaran dari terjadinya pelanggaran-pelanggaran  HAM. Hingga kini keberadaan kasus-kasus mereka tak jua meberikan hasil. Kasus pembunuhan Munir yang telah memasuki usia ke tujuh tahun nyatanya tak juga mampu terselesaikan. Lantas bagaimana dengan kasus-kasus di era orde baru yang berkaitan dengan para aktivis?
        Sebut saja, seorang seniman di Era Orde Baru yang juga merupkan aktivis, Whiji Tukul. Whiji Tukul merupakan sosok bersahaja yang terus gencar menyuarakan perlawanan terhadap keberingasan penguasa di Orde baru. Mengajak para buruh untuk bertindak melawan ketidakadilan yang terjadi pada saat itu. Membentuk Perlawanan yang dilakukannya, cukup unik. Melawan dengan sajak. Sajak-sajaknya yang kritis, secara tidak langsung mengkritik bagaimana keadaan perpolitikan di Indonesia. Perlawanan yang dia lakukan, nyatanya membawa celaka baginya. Sosoknya, tiba-tiba menghilang pada tahun 1994 silam. Tak ada yang pernah tahu keberadaanya. Namun Sebuah sajak, yang pernah terlontar dari sosoknya tetap akan abadi.
Peringatan
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada
dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam
kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
        Yah, itulah yang sempat menjadi kenangan tersendiri tentang “pahlawan” seperti mereka  bagi kita para generasi muda. Usaha dan perjuangan mereka memang terhenti karena kematian itu namun kenangan tentang mereka tidak akan pernah mati. Kelanjutan usaha-usaha mereka untuk memperjuangkan nasib rakyat nyatanya kini tak pernah terhenti. Meski kekuasaan orde baru telah berganti, keberingasan kekuasaan dahulu telah tergantikan, namun HAM dan nasib rakyat masih  saja menjadi “bahan yang empuk” bagi para penguasa di negeri ini. Namun, satu kata Jangan Berhenti, Kawan!! Lawan !!

Related posts: