Sudah cukup akrab di telinga rasanya judul tulisan saya kali ini. Namun ini beda. Saya tidak berniat menceritakan kepada anda kisah kehidupan tiga pemimpi Ikal, Arai, dan Jimbron. Tidak bermaksud pula mempesona anda dengan kisah akan kekuatan mimpi-mimpi mereka. Tulisan saya kali ini tidak untuk membedah buku kedua tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata itu. Tapi ada yang menarik yang rasanya perlu kita bedah bersama, kita hayati dan renungkan dari diskusi pelataran yang dilaksanakan BEM Fakultas Hukum Unhas, Jumat (8/3) lalu.
Ada yang beda hari itu. Pemandangan langka yang lama kita dambakan. Sang Dekan duduk bersama puluhan mahasiswa Fakultas Hukum mengupas berbagai problem yang hobi bertamu dan tak kunjung pergi dari salah satu fakultas tertua di Unversitas Hasanuddin itu.
Predikat akreditasi A telah disandang prodi strata satu Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unhas sejak Juli 2012 lalu. Tidak menuntut kesempurnaan, namun predikat ini harusnya menggambarkan bahwa Fakultas Hukum telah berdiri di tangga teratas. Persoalan sepele seperti sarana prasarana sudah menjadi barang ‘haram’ untuk dipersoalkan ketika ‘A’ telah digenggam. Namun realitanya berbeda.
Diskusi dengan mengangkat tema “Kondisi kekinian Fakultas Hukum Unhas“ yang dihadiri langsung oleh Dekan Fakultas Hukum Prof. DR. Aswanto, S.H., M.Si., DFM., siang itu tidak disia-siakan oleh mahasiswa. Segala unek-unek yang menyesakkan dada mereka tumpahkan saat itu.
Mulai dari masalah prasarana hingga transparansi dana mereka keluhkan. Tak luput pula pelayanan pegawai akademik yang dinilai buruk dan tidak ramah terhadap mahsiswa. Mereka juga menyayangkan dosen yang malas masuk mengajar. Seperti yang menjadi tren “wakil kita” di Senayan, doyan “mangkir”, membubuhkan tanda tangan kemudian ngacir. Ada dosen seperti itu yang dikeluhkan mahasiswa.
Kurang lebih tiga jam duduk bersama, dekan banyak menjawab masalah-masalah terkait transparansi keuangan yang diutarakan mahasiswa dengan memaparkan mimpi-mimpinya yang sampai saat ini tidak kesampaian. Terkait keluhan mahasiswa tentang transparansi dana, Aswanto mengungkap mimpinya untuk membuat baliho besar yang di dalamnya tertera anggaran Fakultas Hukum disertai dengan penggunaannya dengan maksud agar mahasiswa mengetahui jelas penggunaan anggaran Fakultas Hukum. Namun sampai saat ini tak pernah nampak baliho seperti itu di Fakultas Hukum.
Masih mengenai transparansi dana, ada satu lagi mimpi Sang Dekan. Aswanto mengaku telah membuat matriks dana SPPD dengan maksud mengungkap nama-nama dosen yang paling banyak menggunakan dana SPPD. Namun karena alasan banyak dosen yang protes, lagi-lagi mimpinya tidak berhasil Ia wujudkan.
Mahasiswa juga mengeluhkan distribusi dana kemahasiswaan yang tidak merata. Mahasiswa menilai ada salah satu UKM yang menjadi “spesial”. Sang Dekan sendiri mengakui hal ini. Sangat mengagetkan ketika Dekan “buka-bukan”. Ia bercerita salah satu UKM pernah sampai menghabiskan puluhan juta karena mengadakan kegiatan di hotel. Dan sumber dana yang dipakai untuk menanggulangi biaya itu adalah dana kemahasiswaan Fakultas Hukum Unhas. Namun Dekan menjanjikan bahwa itu tidak akan terjadi lagi.
Beralih ke masalah prasarana. Ini menjadi perbincangan yang menarik melihat kondisi fakultas yang masih banyak kekurangan dalam hal prasarana yang dirasa sudah tidak sejalan dengan status yang telah disandang. Mulai dari keberadaan AC yang kesannya hanya menjadi pajangan, juga LCD dan mike yang tidak memadai. Hal ini dinilai berkontribusi besar dalam ketidakefektifan proses belajar mengajar di kelas. Bukan hanya mahasiswa, dosen pun mengeluhkan hal itu. Juga dengan keluhan, sang Dekan menanggapi. AC yang tidak berfungsi itu disebabkan ada mahasiswa bahkan juga dosen yang merokok di ruangan ber-AC. itu yang menyebakan AC-nya rusak dan kesannya hanya menjadi pajangan. Padahal secara rutin AC tersebut dibersihkan dan menelan biaya sampai puluhan juta rupiah.
Di ruang akademik, Aswanto mengaku memesan langsung banner bertuliskan “Ruang bebas asap rokok”, namun yang ia sayangkan, masih ada juga dosen yang merokok ketika masuk, sehingga pegawai juga ikut-ikutan merokok. “Silahkan merokok, tapi ada tempatnya. Jangan di ruangan ber-AC” himbaunya. Sulit memang hal yang satu ini. Kita sudah kehilangan sosok tauladan. Sangat disayangkan ketika dosen, dengan status dan kapasitasnya, tidak memberikan keteladanan.
Disela-sela pembicaraan mengenai prasarana, Sang Dekan mengungkap sedang merencanakan pembangunan untuk gedung pusat kegiatan mahasiswa. Gedung yang direncanakan tiga lantai ini khusus disiapkan untuk menunjang kerja-kerja penggiat UKM di Fakultas Hukum Unhas. Sedikit membocorkan, Dekan mengungkap bahwa gambar untuk gedung tersebut sudah siap dan sponsornya juga sudah ada. yakni pengacara kondang OC Kaligis. Dekan mengatakan rencana ini tinggal meminta persetujuan mahasiswa, “kita tinggal berdoa saja,” tuturnya.
Juga yang tak luput disorot mahasiswa adalah perilaku malas dosen. Padahal jelas bahwa tugas utama dosen adalah mengajar, kembali pada hakikatnya, Tridarma Perguruan Tinggi. Bukan untuk mengurus ini itu dan menghadiri ini itu. Tapi yang sering terjadi adalah banyak dosen yang menelantarkan kelas yang menjadi tanggung jawabnya dan membiarkan mahasiswa pulang dengan tangan kosong.Menjawab masalah ini, Dekan dengan tegas menghimbau mahasiswa untuk tidak tinggal diam dengan perilaku disorientasi dosen. “Kalau ada dosen yang masuk tanpa mengajar lalu dia tanda tangan, tolong kerja sama yang baik. Coret namanya,” tutur dekan.
Di akhir-akhir diskusi, dekan menjanjikan akan mengadakan diskusi seperti ini untuk membahas secara khusus masalah akademik bersama Wakil Dekan I dengan seluruh staf akademik, membahas secara khusus masalah sarana dan keuangan bersama Wakil Dekan II dan seluruh stafnya serta membahas bidang kemahasiswaan bersama Wakil Dekan III dan seluruh stafnya. Dekan menyayangkan rendahnya animo mahasiswa untuk mengikuti diskusi seperti ini dan berharap lebih banyak lagi mahasiswa yang hadir selanjutnya. “Saya akan catat semua yang teman-teman sampaikan tadi. Kita berharap tidak ada dusta di antara kita, tidak ada janji, tidak ada dongeng. Kita betul-betul implementasikan apa yang kita sepakati.” Kata Dekan Fakultas Hukum Unhas mengakhiri pembicaraannya.
Miris memang melihat fenomena sosial kita hari ini, khususnya di Fakultas Hukum tercinta. Banyaknya mahasiswa yang mengalami disorientasi. Masih ada juga dosen yang tidak memberikan keteladanan, dan segala macam hal yang masih jauh dari harapan. Tapi bagaimana pun, diskusi bersama Bapak Dekan Jumat itu tak dipungkiri memberikan angin segar kepada BEM, UKM-UKM dan seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Unhas. Suara mahasiswa didengar. Janji-janji untuk memperbaiki Fakultas Hukum Sang Dekan tabur sendiri. Dan kami tentu mencatat baik setiap janji-janji itu. Mimpi-mimpi Sang Dekan kami harap tidak sampai disini saja. Kami harap mimpi itu bisa segera terwujud. Karena mimpi itu. Mimpi sang Dekan. Adalah mimpi kita! (ISA)