web analytics
header

Mapala Citakan Kode Etik Petualangan

 Dialog Interaktif berlangsung di aula Harifin A. Tumpa, Jumat (5/4)

Makassar, Eksepsi Online – BEM FH-UH  bekerjasama dengan UKM Carefa dan UKM ALSA, mengadakan Dialog Interaktif dengan tema “Pertanggungjawaban Hukum Pada Kecelakaan dalam Kegiatan Kepencintaalaman”. Acara yang merupakan rangkaian acara dari Hasanuddin Law Fair ini  dilangsungkan di Aula Harifin A. Tumpa, FH-UH,  Jumat (5/4). Hadir sebagai pembicara adalah Nevy James Tonggiro, Pemerhati Pencinta Alam, Abdul Azis S.H., M.H, Dosen Hukum Pidana FH-UH, dan Muhammad Sirul Haq S.H, Praktisi Hukum.
Dalam pemaparannya, Nevy James mengatakan bahwa persoalan  kegiatan kepencintaalaman saat ini adalah tidak adanya standar keilmuan kepencintaalaman, serta belum adanya prosedur kegiatan yang pasti dalam kegiatan kepencintaalaman. Meskipun telah ada Kode Etik Pencinta Alam, namun sampai sekarang belum ada aturan khusus berupa kode etik petualangan, termasuk untuk kegiatan memanjat gunung, memanjat tebing, dan menelusuri gua. “ Petualangan alam berbeda dengan pencinta alam, tetapi sama-sama di alam. Oleh karena itu, harus diatus secara khusus masalah petualangan alam,” tegas Nevy James.
Dicermati dari aspek hukumnya, pertanggungjawaban hukum sulit dimintakan kepada  organisasi kepencintaalaman dan pengelola lokasi petualangan, karena  kebanyakan tidak berbadan hukum. Abdul Aziz menyatakan bahwa aturan mengenai petualangan  sudah memiliki aturan dan harus dipatuhi. Pengaturan  tersebut terdapat dalam AD/ART organisasi, termasuk juga  kewajiban memiliki izin petualangan dari pihak yang berwajib, dan surat keterangan sehat yang harus dimiliki oleh setiap petualang.“ Pertanggungjawaban dalam kecelakaan kegiatan kepencintaalaman yang tidak memenuhi persyaratan hanya pertanggungjawaban moral, bukan pidana,” ungkap Abdul Aziz.
Para pembincara dalam acara tersebut sama-sama mendukung  adanya aturan yang lebih rinci mengenai petualangan alam. Nevy James menginginkan agar Unhas menjadi pionir perumusan aturan tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, Sirul Haq menyarankan dibentuk perhimpunan pencinta alam lingkup Sulawesi Selatan ataupun lingkup nasional yang akan berembuk merumuskan aturan tersebut. (RTW)

Related posts: