web analytics
header

Menyoal Transparansi: Telaah Atas UU Pendidikan Tinggi

Acara Talk Show Daerah Bicara di Ruang PKP Unhas, Kamis (18/4)
Makassar, Eksepsi Online-Radio KBR68H Jakarta dan Tempo TV bekerjasama dengan dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH-UH sebagai penanggung jawab panitia lokal dan tujuh BEM fakultas di Unhas, mengadakazan Program Talk Show Daerah Bicara dengan tema; “Kebutuhan Transparansi Perguruan Tinggi: Telaah Atas UU Pendidikan Tinggi”. Acara tersebut diselenggarakan di Ruang Seminar Lantai Dasar PKP (Pusat Kegiatan Penelitian) Unhas, Kamis (18/4). Kegiatan yang didanai sepenuhnya oleh Radio KBR68H Jakarta dan Tempo TV ini menghadirkan pembicara; Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi, Sp. B., Sp.BO selaku Rektor Unhas, Patdono Suwignjo selaku Sekjen Dikti, Prof. Dr. Abd. Rahman S.H.,M.H selaku Pengamat Pendidikan, dan Muhammad Al Amin selaku perwakilan dari mahasiswa Unhas.

Dalam Pemaparannya, Al Amin mengkhawatirkan dampak dari disahkannya Undang-Undang Perguruan Tinggi (UUPT) pada tanggal 10 Agustus 2012, yaitu terjadinya otonimisasi perguruan tinggi. Akibatnya dapat timbul kesewenangan birokrasi kampus terhadap mahasiswa, termasuk penetapan besaran iuran bagi mahasiswa. Menurutnya, meskipun dalam Pasal 83 UUPT dinyatakan bahwa pemerintah menyediakan dana  pendidikan pinggi yang dialokasikan dalam APBN, namun hal itu masih belum menjamin pemerintah akan melaksanakan kewajibannya secara menyeluruh. Terlebih lagi dalam beberapa pasal, termasuk Pasal 84 dan Pasal 85, Perguruan tinggi masih dimungkinkan untuk memperoleh dana berupa hibah, sumbangn individu atau perusahaan, dan iuran dari mahasiswa.

Menanggapi hal itu, Patdono Suwignjo menungkapkan, hadirnya UUPT malah memberikan keuntungan besar bagi perguruan tinggi. Salah satu kebijakan yang muncul setelah UUPT adalah standar satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (BOPT) sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 88, dengan mempertimbangkan aspek predikat akreditasi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah. BOPT tersebut akan menjadi dasar untuk mengalokasikan dana APBN ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Khusus Unhas kata Idrus Paturusi, berdasarkan BOPT mendapatkan alokasi dana sebesar Rp. 63 milliar, jauh lebih besar dibandingkan jumlah dana SPP Unhas yang sekitar Rp. 30 milliar per tahun.

Disoroti mengenai transparansi pengelolaan keuangan di Unhas, Idrus Paturusi menyatakan bahwa segala upaya menuju tranparansi akan ditingkatkan. Termasuk bersedia melakukan pertemuan dengan perwakilan BEM tiap-tiap fakultas untuk membahas mengenai dana universitas jika mahasiswa menginginkannya. Mengenai transparansi keuangan yang selama ini hanya mencakup besaran pemasukan SPP setiap tahunnya, tanpa keterangan yang jelas mengenai besaran dana yang bersumber dari pemerintah, ia menegaskan bahwa sebagian besar anggaran pendidikan dari pemerintah digunakan untuk menggaji tenaga pengajar dan pegawai di Unhas, tanpa melalui pihak rektorat.

Dalam pandangan Abd Rahman, ia menyatakan transparansi pengelolaan dana oleh perguruan tinggi  dikarenakan pihak birokrasi perguruan tinggi masih menggunakan paradigma lama, yang menganggap persoalan pengelolaan dana merupakan masalah internal dan tidak perlu diketahui oleh publik. Menurutnya, pandangan seperti ini harus ditinggalkan, terutama karena telah ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang mewajibkan  pejabat publik untuk membuat laporan keuangan sekali dalam enam bulan, juga ditegaskan dalam UUPT yaitu sekali dalam satu tahun. (RTW)

Related posts: