Makassar, Eksepsi Online – Dalam upaya menyosialisasikan dan mengimplementasikan United Nations Convention Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) mengadakan seminar nasional yang bertemakan “Rezim Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Tantangan Diplomasi Kelautan Indonesa.” Bertempat di Ruang Senat Rektorat Lantai 2, kegiatan yang dilaksanakan pada hari Sabtu, (18/5) ini dihadiri oleh beberapa civitas akademika dan instansi yang terkait. Diantaranya adalah dosen FH-UH, KKP, mahasiswa, serta berbagai kalangan masyarakat yang hadir dalam kegiatan tersebut.
Kegiatan yang dipelopori oleh Bagian Hukum Internasional ini disambut oleh Prof Aswanto (Dekan FH-UH), dan Linggawati Hakim (Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional).
Dalam pemaparannya, Linggawati mengungkapkan berbagai persolan mengenai pengelolaan sumber daya yang ada di laut. ”Untuk mengelola sumber daya mineral yang ada di laut serta memberikan keuntungan yang adil dan seimbang dalam eksplorasi, maka partisipasi kita sangat penting dalam kebijakan diplomasi kelautan,” ungkapnya.
Selain itu, Gellwyn Jusuf (Dirjen Perikanan Tangkap) lebih menjelaskan mengenai organisasi regional di bidang perikanan dalam pemaparannya. ”RFMOS merupakan organisasi perikanan regional yang mengelola persediaan ikan yang beruaya jauh (highly migratory) dan persediaan ikan-ikan yang beruaya teratas,” paparnya.
Secara keseluruhan, seminar ini merupakan bentuk sosialisasi dari UNCLOS 1982 sebagai konvensi dari hukum laut. Kemudian Maasba Magassing (Ketua Panitia Seminar) juga menambahkan dalam wawancaranya dengan kru Eksepsi, “Karena Indonesia sudah meratifikasi konvensi ini sejak tahun 1985, maka Indonesia harus menerima konsekuensinya. Sebenarnya Indonesia sudah memiliki beberapa peluang untuk mengembangkan sumber daya kelautannya. Namun ternyata Indonesia kurang bisa memanfaatkan peluang itu.”
Maasba juga melanjutkan salah satu contohnya adalah di bidang perikanan. Dalam implementasinya Indonesia masih sangat minim melakukan agreement dengan negara lain. Indonesia baru mengadakannya dengan Australia dan Malaysia menyangkut traditional fishing rights. Kedua, menyangkut the other resource. Hal ini mengatur bahwa selain perikanan ada juga sumber-sumber lain berupa hak mineral yang seharusnya dinikmati bangsa Indonesia. Ketiga, Indonesia belum memanfaatkan kebebasan wilayah di laut lepas dan kawasan laut nasionalnya. Padahal setiap negara berhak atas kedaulatan nasionalnya. (Syh)