Oleh : Nurul Hasanah
A
|
khir-akhir ini gencar protes mengenai larangan berjilbab bagi polisi wanita (Polwan). Seperti yang kita ketahui di Indonesia Polwan dilarang berjilbab kecuali bagi Polwan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Larangan tersebut terkait aturan seragam Polri dalam Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/702/IX/2005 tentang sebutan penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS polisi. Bagi Polwan yang nekad berjilbab maka dianggap melanggar aturan dan dapat dikenakan sanksi.
Banyak dugaan mengenai alasan dibalik larangan berjilbab bagi Polwan. Di antaranya karena tidak semua Polwan beragama Islam sehingga larangan tersebut ada agar terjadi keseragaman. Dugaan lain apabila Polwan berjilbab ditakutkan akan mengganggu kinerja dalam melayani masyarakat. Selama belum ada peraturan yang memperbolehkan Polwan berjilbab, kecuali di Aceh, dapat dikatakan bahwa berjilbab haram bagi Polwan di Indonesia.
Sebaliknya bila ditinjau dari sudut pandang agama Islam, berjilbab wajib hukumnya bagi wanita muslim, hal tersebut tertuang dalam surah Al-Ahzab 33:59, “Wahai Nabi, perintahkanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri kaum mukmin untuk mengenakan jilbab”. Bukankah Indonesia merupakan negara yang menjunjung Hak Asasi Manusia serta membebaskan warga negaranya dalam memeluk agama dan beribadah menurut kepercayaan masing-masing?. Hal itu bahkan dengan jelas terdapat dalam UUD NRI 1945 pasal 29 ayat (2) yang berbunyi : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Sudah seharusnya undang-undang dasar menjadi landasan dalam menentukan segala bentuk peraturan.
Selanjutnya jika ada pernyataan yang mengatakan berjilbab dapat mengganggu kinerja Polwan, hal tersebut tentu kurang logis. Buktinya di Aceh Polwan yang berjilbab tetap dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan tidak menimbulkan masalah. Bahkan di luar negeri, seperti di Australia, Perancis dan Swedia yang memperbolehkan Polwan berjilbab juga terbukti tidak mengganggu kinerja Polwan. Kinerja Polwan sebenarnya tidak tergantung dari jenis seragam yang digunakan, tapi dari individu masing-masing dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Sungguh sebuah ironi, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam melarang Polwan berjilbab, sedangkan beberapa negara di Eropa yang minoritas muslim justru mengijinkan Polwan berjilbab karena menghormati hak asasi mereka yang ingin menunaikan kewajiban sebagai umat Islam. Adanya protes dari Polwan dan dukungan dari berbagai pihak diharapkan agar Polri khususnya Kapolri dapat menanggapi persoalan ini dengan serius dan menerapkan peraturan baru yang tidak merugikan pihak manapun.
Tidak mungkin hal yang bersifat positif seperti berjilbab dapat menimbulkan dampak negatif. Hal tersebut justru semakin menunjukkan adanya saling menghormati antar umat beragama di Indonesia dalam menunaikan kewajiban masing-masing. Selain itu dengan berjilbab kinerja Polwan lebih meningkat, karena di samping bekerja dan menunaikan kewajiban sebagai pelayan masyarakat mereka juga sekaligus menunaikan kewajiban sebagai seorang muslimah. Hal tersebut akan menjadi contoh dan cerminan yang baik bagi masyarakat Indonesia.