Oleh: Andi Surya Nusantara Djabba
(Pengurus BEM Fakultas Hukum Unhas Periode 2012-2013)
Masyarakat Adat Pulau Miangas
S
|
istem sosial masyarakat Pulau Miangas adalah sistem masyarakat adat yang dipimpin oleh Ratumbanua atau biasa disebut dengan Mangkubumi satu sebagai kepala adat dan wakilnya disebut dengan Nangnuwanua atau Mangkubumi dua. Ratumbanua dan Nangruwanua dipilih dengan sistem terbuka bagi 12 marga. Pemilihan calon dengan cara ditunjuk oleh kepala desa beserta masyarakat setelah ada forum bersama. Adapun masa kepemimpinan kedua pimpinan adat tersebut tidak diatur secara jelas.
Ratumbanua dan Nangruwanua membawahi 12 Roangan atau kepala-kepala suku yang ada di pulau Miangas. Adapun 12 Roangantersebut adalah : 1) Roangan Tulungan Lupa dipimpin oleh Betuel Lupa dan Yan Pieter Lupa; 2) Roangan Ratu Uli dipimpin oleh Baktiar Papea dan Petrus Mambu; 3) Roangan Lantaa Talu dipimpin oleh Adrianus Lantaa dan Luis Talu; 4) Roangan Tine dipimpin oleh Pengasihan Rony Wudu dan Timpa M. Awalla; 5) Roangan Menggasa dipimpin oleh Mujur Awalla dan Hinyo Mambu; 6) RoanganLarengen dipimpin oleh Welem Tinenteng dan Nurbin Rimpualeng; 7) Roangan Essing dipimpin oleh Piet H. Essing dan Pernando Essing; 8) RoanganSiliratu dipimpin oleh Yakob Papea dan Elsa Mangoli; 9) Roangan Arundaa dipimpin oleh Robinson Bawala dan Likardo Parenta; 10) Roangan Bulele Pingka dipimpin oleh Obed Nejo Balianga; 11) RoanganLaleda dipimpin oleh Aser Laleda dan Sardius Apai; 12) Roangan Umbase dipimpin oleh Hermanus Binambuni dan Daud Umbase. 12 kepala suku kemudian membawahi Anak Roangan atau anggota sukunya masing-masing berdasarkan kesamaan marga.
Hukum Adat Masyarakat Pulau Miangas
Hukum adat merupakan segenap aturan tata prilaku moral masyarakat adat di suatu tempat yang terbentuk secara alami dalam bentuk tak tertulis. Adapun hukum adat masyarakat pulau Miangas mengatur hal-hal dalam berbagai dimensi kehidupan. Dalam bidang tatakrama pergaulan, tidak diperkenankan untuk melakukan hubungan seksual tanpa ada ikatan pernikahan. Bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi yang berbeda-beda sesuai dengan status pelaku. Apabila laki-laki dan perempuan sudah beristri atau bersuami terbukti melakukan hubungan seksual maka akan dikenakan sanksi adat berupa:
1. Masing-masing menyiapkan dan memasak daging sebanyak 20 kg atau sebanyak 30 piring.
2. Denda berupa uang sebanyak Rp 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) setiap orang.
3. Mengelilingi jalan raya di kampung sambil memukul tambur (alat musik tradisional Miangas), sambil teriak dengan ucapan: “Jangan ikuti perbuatan saya, berselingkuh dengan isteri/suami orang lain”.
Apabila laki-laki dan perempuan yang berstatus bujang dengan laki-laki atau perempuan yang beristeri/bersuami terbukti melakukan hubungan seksual maka akan dijatuhkan sanksi adat berupa:
1. Masing-masing menyiapkan dan memasak daging sebanyak 20 kg atau sebanyak 30 piring.
2. Denda berupa uang Rp 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) bagi yang berkeluarga atau sudah menikah dan Rp 300.000,- (Tiga Ratus Ribu Rupiah) bagi bujang atau yang belum menikah.
3. Mengelilingi jalan raya di kampung sambil memukul tambur, sambil teriak dengan ucapan:
a. Bagi bujang, “Jangan ikut seperti saya, sudah merusak rumah tangga orang lain”.
b. Bagi yang sudah bersuami/beristeri, “Jangan ikut seperti saya karena berselingkuh atau melakukan hubungan gelap dengan seorang bujang”.
Apabila laki-laki yang berstatus bujangan dengan perempuan yang berstatus bujangan melakukan hubungan seksual maka akan dikenakan sanksi adat berupa:
1. Masing-masing menyiapkan makanan sebanyak 8 piring sudah termasuk lauk pauknya.
2. Tidak diperkenankan tinggal serumah serta tidur seranjang.
Apabila laki-laki dan perempuan yang masing-masing berstatus bujang mengakibatkan perempuan hamil dan laki-laki tidak bertanggung jawab maka akan dijatuhi sanksi berupa:
1. Masing-masing menyiapkan makanan 8 piring.
2. Bagi laki-laki didenda dengan uang Rp 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah).
3. Jika pihak menjadi korban, melanjutkan proses tersebut ke Kepolisian, maka denda tersebut tidak berlaku bagi keduanya.
Dalam bidang hak kepemilikan benda, hukum adat masyarakat pulau miangas mengatur mengenai pencurian dan pengrusakan. Jika seseorang atau lebih dari seorang mencuri milik orang lain maka akan dijatuhi sanksi berupa:
1. Denda uang sebanyak Rp 200.000,- (Dua Ratus Ribu Rupiah) setiap orang.
2. Berkeliling di jalan raya kampong, sambil memukul tambur disertai dengan teriakan dengan ucapan: “Jangan mengikuti saya, karena mencuri milik orang lain”.
3. Mengembalikan atau mengganti barang yang dicuri tersebut kepada pemiliknya.
Apabila seseorang atau lebih dari seseorang kedapatan merusak atau membakar barang milik orang lain maka akan dijatuhi sanksi berupa:
1. Denda uang Rp 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) atau sesuai dengan besarnya kerusakan.
2. Berkeliling di jalan raya kampong sambil teriak dengan ucapan, “Jangan mengikuti saya karena sudah merusak/membakar milik orang lain.
3. Mengganti milik orang lain yang rusak/dibakar.
Dalam bidang ketertiban masyarakat adat diatur mengenai kegiatan-kegiatan yang dilarang dalam waktu-waktu tertentu dan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan kesusilaan. Pada hari Minggu, masyarakat tidak diperkenankan untuk berjalan keluar kampung, berkebun dan mencari ikan, apabila dilanggar maka pelanggar akan dikenai sanksi berupa mengelilingi jalan raya kampung sambil memukul tambur dan berteriak dengan ucapan, “Jangan ikut saya karena sudah mencemarkan kekudusan hari Minggu”. Adapun bagi masyarakat yang tertangkap berjudi dan bagi perempuan yang mabuk karena mengkonsumsi alkohol serta merokok maka bagi masing-masing pelaku akan dikenakan denda sebanyak Rp 200.000,- (Dua Ratus Ribu Rupiah), kemudian bagi pelaku akan diberi sangksi mengelilingi jalan raya kampung sambil memukul tambur dengan diiringi dengan teriakkan dengan ucapan “Jangan ikut saya karena 1) mabuk; 2) merokok; atau 3) bermain judi”, teriakan tersebut sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Bagi masyarakat yang melakukan acara karokean secara tidak resmi yang dapat menggangu ketentraman orang sekitar, apabila lewat jam 10 malam, akan dijatuhi hukuman berupa:
1. Denda adat berupa uang sebanyak Rp 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah).
2. Berkeliling kampung sambil memukul tambur, diiringi dengan teriakkan ucapan, “Jangan ikut saya karena tidak sopan”.
Bagi wanita dan pria yang mengenakan busana yang sangat seksi di tempat terbuka atau ditempat tertentu yang sudah bertentangan norma agama maka akan dijatuhi sanksi berupa:
1. Denda adat berupa uang sebanyak Rp 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah).
2. Berkeliling kampung sambil memukul tambur diiringi dengan teriakan ucapan, “Jangan ikut saya karena sudah melanggar tata keamanan dan ketertiban”.
Barang siapa yang sengaja menyabung ayam dan mengakibatkan hewan tersebut tersiksa maka akan dijatuhi sanksi berupa:
1. Denda adat berupa uang sebanyak Rp 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah).
2. Berkeliling kampung sambil memukul tambur diiringi dengan teriakkan ucapan, “Jangan ikut saya karena sudah menyiksa hewan”.
Kemudian, barang siapa yang bertamu, dalam hal ini remaja putra-putri yang bertamu di rumah orang lain lewat pukul 10 malam tanpa alasan yang jelas dan barang siapa yang berteriak di jalan maupun dikampung baik siang maupun malam hari sehingga mengganggu ketertiban umum, maka akan di jatuhi sanksi berupa denda uang sebanyak Rp 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah), kemudian berkeliling kampung sambil memukul tambur, diiringi dengan teriakkan ucapan “Jangan ikut saya karena sudah melanggar aturan”, untuk pelanggaran batas bertamu dan “Jangan ikuti saya karena sudah mengganggu ketertiban umum”, untuk pelanggaran ketertiban.
Terkait dengan penyebaran informasi. Apabila seseorang maupun lebih dari seorang menyebarkan berita tidak benar dalam kepentingan pribadi maupun kepentingan umum, maka akan dijatuhi sanksi berupa:
1. Denda berupa uang sebanyak Rp 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah).
2. Berkeliling kampung sambil memukul tambur, diiringi dengan teriakkan ucapan, “Jangan ikut saya yang menyebarkan informasi palsu”.
Barang siapa yang dengan sengaja mengucapkan kata-kata kotor di depan orang lain, baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan tegang, maka akan dijatuhi sanksi berupa:
1. Denda berupa uang sebanyak Rp 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah).
2. Berkeliling kampung sambil memukul tambur, diiringi dengan teriakkan ucapan “Jangan ikut saya karena sudah mengucapkan kata-kata kotor”.
Kemudian, barang siapa dengan sengaja menyebarkan informasi porno dalam bentuk gambar atau film maka akan dijatuhi sanksi berupa:
1. Denda berupa uang sebanyak Rp 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah).
2. Berkeliling kampung sambil memukul tambur, diiringi dengan teriakkan ucapan, “Jangan ikut saya karena menyebarkan informasi cabul”.
Masyarakat pulau Miangas mengerti betul mengenai pentingnya pelestarian lingkungan. Untuk mencegah abrasi maka masyarakat pulau Miangas memberikan sanksi kepada siapa saja yang mengambil batu, kerikil dan pasir dalam jumlah yang banyak sehingga mengakibatkan kerusakan pengikisan pantai dan juga memberi sanksi kepada siapa saja yang dengan sengaja memusnahkan burung secara massal, sanksi tersebut berupa denda uang sebesar Rp 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah), kemudian berkeliling jalan raya kampung, sambil pukul tambur dengan meneriakkan ucapan, “Jangan ikut saya karena sudah melanggar adat”.
Untuk melindungi tempat bersejarah dan benda-benda keramat, maka barang siapa yang berkunjung ke gunung keramat tanpa sepengetahuan petua adat, memindahkan benda keramat ke tempat lain dan membongkar batu pada benteng Wora dan gunung Keramat maka akan dikenakan denda berupa uang dengan masing-masing pelanggaran Rp 200.000,- (Dua Ratus Ribu) untuk berkunjung tanpa sepengetahuan petua adat, Rp 1.500.000,- (Satu Juta Lima Ratus Ribu) untuk memindahkan benda keramat dan Rp 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) untuk membongkar batu pada benteng, kemudian sanksi selanjutnya mengelilingi kampung sambil memukul tambur, diiringi dengan teriakkan ucapan, “Jangan ikuti saya karena 1) tidak sopan kepada adat; 2) mencuri benda keramat; 3) perbuatan tidak terpuji, teriakkan tergantung pelanggaran yang dilakukan. Denda yang di dapatkan dari pelanggaran yang dilakukan masyarakat adat akan dialokasikan untuk forum adat yang nantinya akumulasi dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan adat dan pengembangan kesejahteraan masyarakat pulau Miangas.
Hubungan Hukum Adat Miangas dan Hukum Positif Indonesia
Hukum positif Indonesia atau hukum yang berlaku di Indonesia mengakui hukum adat di suatu tempat selama masyarakat adat tersebut masih eksis. Adapun tolak ukur keberadaan masyarakat adat adalah selama masih adanya kepala suku, masyarakat adat dan tempat atau lokasi berkehidupan masyarakat adat. Jika dilihat dari unsur-unsurnya maka masyarakat pulau Miangas masih dapat dikatakan sebagai masyarakat adat. Hukum adat yang berlaku di pulau Miangas tidak bertentangan dengan hukum positiv Indonesia. Bila ada suatu permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh hukum adat maka kasus tersebut akan dilimpahkan kepada hukum positiv untuk ditindak lanjuti.
Sumber Referensi
– Piet Piteratu Talu (Ratumbanua)
– Betuel Lupa (Tokoh Politik)
– Lembaga Adat dan Budaya Kecamatan Khusus Miangas, Desa Miangas di Pulau Miangas