web analytics
header

Perempuan dalam Bingkai Pergerakan Sosial: Upaya Melawan Imperialisme Modern

Oleh: Andi Surya Nusantara Djabba
(Pengurus BEM Fakultas Hukum Unhas Periode 2012-2013)

Imperialisme adalah bentuk penjajahan tahap lanjut dari kolonialisme. Jika pada tahap kolonialisme penjajah melakukan ekspansi, eksplorasi dan eksploitasi terhadap SDA daerah jajahannya. Maka pada tahapan imperialisme, imperator berupaya melakukan penjajahan dan penguasaan tidak hanya pada tataran fisik saja, tetapi juga berupaya menguasai nalar, nilai, dan sikap dalam setiap aspek kehidupan masyarakat terjajah.
google.com
Imperialisme kapital melihat setiap aspek kehidupan dalam kaca mata ekonomi, segala kegiatan yang bernilai adalah kegiatan yang memiliki nilai ekonomis. Nalar imperialisme kemudian menempatkan manusia sebagai salah satu faktor produksi. Manusia didisain agar dapat menjadi perangkat dan alat produksi untuk menunjang keuntungan ekonomi imperialis. Terkhusus untuk perempuan, Karl Marx mengatakan bahwa imperialisme kapital memandang perempuan sebagai alat penggerak mesin-mesin produksi. Dalam tahapan lebih lanjut, perempuan kemudian dijadikan alat promosi dan target konsumsi barang dan jasa.
Dewasa ini, kita melihat banyak iklan yang menggunakan perempuan sebagai media promosi produk dagang dengan cara-cara irasional. Perempuan disandingkan dengan ban motor, kacang, dan banyak produk lainnya. Sisi seksualitas pada perempuan dikemas bersama produk sebagai sisi pemikat konsumen. Tidak hanya itu, perempuan yang juga merupakan pangsa pasar diarahkan untuk memenuhi segala tuntutan agar dapat dikatakan ‘cantik, trendi, dan gaul’. Pasar kemudian mendefinisikan dan mengonstruksi cantik ketika menggunakan produk kecantikan tertentu agar kulit dapat menjadi lebih putih kemudian mereka berpikir kaum Adam akan lebih menyukainya. Trendi ketika menggunakan fashion dari merek tertentu dan akan menjadi populer ketika menggunakannya, karena populer itu baik. Gaul ketika nongkrong dan makan di tempat berpajak mahal, karena gaul itu gaya hidup baginya. Pada akhirnya perempuan sibuk dengan aktivitas-aktivitas irasional tersebut dan semakin kehilangan diri. Perempuan kehilangan orientasi terhadap esensinya sebagai perempuan dan terus dieksploitasi secara tidak sadar, sementara di tempat lain kantong kaum imperialis semakin tebal dan imperator bersorak riang karena salah satu komponen pendidik primer dalam instansi keluarga berhasil dikontrol.
Studi Antropologi Feminis
Sadar akan eksploitasi gender dan seksualitas terhadap perempuan. Studi antropologi feminis kemudian mendudukkan perempuan sebagai agensi dan resistensi perlawanan terhadap eksploitasi imperialisme kapital dalam deskripsi model dan bentuk berupa training politik, NGO, parpol, dan rule model tokoh. Penelitian Sabah Mahmud menjelaskan bahwa beberapa perempuan di Mesir menjadikan masjid sebagai tempat training politik bagi kaum perempuan. Di Norwegia, Cristian Jacobson membentuk NGO beranggotakan mahasiswi-mahasiswi kampus sebagai wadah pergerakan kristiani salehah. PKS membentuk sayap parpol gerakan perempuan bernama ROHIMA dengan menjustifikasi kebobrokan imperialisme lewat ayat Al-Quran dan Hadits. Kaum perempuan Hizbullah menjadikan Fatimah Az-Zahrah dan Zainal Al-Qubra sebagai rule model dan inspirasi gerakan melawan imperialisme asing.
Refleksi mengenai Perempuan dan Pergerakan Sosial

Perempuan merupakan posisi yang penting dalam realitas sosial. Ia merupakan anak yang mengabdi pada kedua orang tuanya sekaligus pewaris harta dan kehormatan keluarga, ia merupakan istri yang melakukan kerja-kerja manajemen dalam instansi keluarga, ia merupakan ibu dalam pendidikan primer terhadap anaknya. Perempuan dalam hal ini istri, akan memprotes ketika suami tak dapat membeli logistik karena harga mahal, sehingga asap dapur tidak dapat mengepul kemudian keluarga tidak dapat makan. Perempuan akan marah ketika rumah atau tanah warisan diintervensi oleh unsur asing yang sifatnya mengganggu dan mengeksploitasi urusan instansi keluarga. Coba bayangkan ketika fungsi ibu dalam instansi keluarga dibawa ke tataran sosial yang lebih luas. Fungsi ibu yang ada pada instansi keluarga akan meluas sehingga ia akan menjadi ibu bagi masyarakat yang menjaga rumah dan tanah leluhur, memanajemeni logistik dalam kerja dapur dan pendidik bagi anak yang akan dikontribusikan sebagai pemimpin masyarakat. Apabila ada intervensi pada kerja-kerja keibuannya dalam masyarakat yang tidak dapat diatasi, maka efek keresahan ibu akan mengguncang kesadaran segenap komponen masyarakat untuk turut serta membantu dalam menyelesaikan permasalahan.

Related posts:

Suara Figuran dalam Sandiwara Kekuasaan

Oleh: Faturrahman Powari Sutisna (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin) Ada yang lucu dari politik kampus: semakin tinggi jenjangnya, semakin luwes permainannya.

Mufakat: Musyawarah Cepat tapi Cacat

Oleh: Alif Ahmad Fauzan (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin) Berangkat dari seutas pertanyaan yang sampai sekarang tak terjamah di grup