web analytics
header

Hak Jurnalis Atas Informasi Publik

Oleh: Ramli
Pasal 28F UUD NRI Tahun1945 menyatakan: setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Ketentuan inilah yang menjadi landasan konstitusional kerja-kerja jurnalistik/kewartawanan.
Faktanya, sejumlah tindakan yang tidak mendukung kerja-kerja jurnalistik masih sering terjadi. Bukan hanya ketidakbersediaan pejabat publik untuk mengungkapkan fakta terkait kepantingan publik, tindakan kekerasan fisik dan mental  pun masih sering dialami wartawan terkait pelaksanaan fungsinya.  Kenyataan itu tentu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yang melindungi profesi kewartawanan/jurnalistik. Dalam konsideran UU Pers menyatakan  bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun.[1]
ilustrasi by. google.com

Bentuk pelanggaran terhadap kerja jurnalistik misalnya intimidasi yang dilakukan terhadap wartawan. Seperti kasus pengancaman pembunuhan wartawan yang dilakukan oleh Wakil Ketua II DPRD Lembata Yoseph Meran Lagaur, S.IKom kepada wartawan Pos Kupang, Feliks Janggu, pada tanggal 1 Desember 2012. Hal itu diduga kerena perjalanan dinas 25 anggota DPRD Lembata yang telah menghabiskan dana Rp 2,8 miliar diberitakan Harian Pos Kupang, tempat Feliks bekerja.[2] Bahkan ada juga yang berujung pada pembunuhan, seperti pembunuhan wartawan Radar Bali, AA Narendra Prabangsa  pada 11 Februari 2009 karena memberitakan terkait kasus penyimpangan proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Bangli. Aktor intelektual pembunuhan tersebut adalah Nyoman Susrama, pengawas proyek Dinas Pendidikan Bangli[3]. Selain itu, juga pembunuhan wartawan Harian Bernas Muhammad Syafrudin alias Udin pada 16 Agustus 1996 karena memberitakan kasus korupsi yang dilakukan pejabat lokal di era orde baru. Kaus tersebut sampai sekarang belum terungkap.[4]

Jika direfleksikan, kedudukan pers sangat vital untuk menyokong kehidupan berbangsa yang demokratis. Keberadaan pers berguna sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Tanpa pers, maka kontrol terhadap pemerintah dalam penyelengggaraan negara tidak akan maksimal. Akibatnya akan timbul kesewenang-wenangan terhadap kedaulatan rakyat oleh kekuasan otoriter dan tidak akuntabel. Kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan melalui pers sangat mungkin terjadi karena kedudukannya sebagai perantara yang indepanden untuk menyampaikan informasi terkait hubungan kepentingan rakyat dengan pemerintah.
Terwujudnya fungsi pers sangat mensyaratkan keprofesionalan wartawan/jurnalis. Hasilnya tentu berupa informasi sesuai fakta yang memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik, mulai dari tahap pencararian, pengolahan, hingga penyebarluasan berita. Oleh karena itu, jurnalis harus didukung dalam melaksanakan fungsinya. Perlindungan hukum terhadap pers jelas dalam pasal 18 UU Pers yang melarang setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan hak jurnalis dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut akan dikenakan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).[5]
Informasi Jurnalistik

Ruang lingkup sebuah peristiwa yang dapat dikategorikan berita adalah ketika ia memiliki aspek informasi publik. Informasi tersebut terkait kepentingan masyarakat umum, bukan persoalan privat yang dilakukan seseorang dalam lingkup kepentingan pribadinya. Oleh karena itu, segala tindakan penyelenggara pemerintahan dalam kedudukannya sebagai pejabat publik merupakan informasi yang patut diketahui publik. Di situlah pentingnya kehadiran jurnalis untuk menyampaikan informasi terkait aspek publk.     
Rujukan untuk mengetahui batasan dari informasi publik yang menjadi hak setiap warga negara tertera dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Menurut UU KIP, Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara, atau terkait penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.[6]Sedangkan Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN atau APBD, sumbangan masyarakat, atau luar negeri.[7]
Lebih lanjut, Pasal 4 Poin 3 UU Pers menyatakan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Hal itu sejalan dengan kewajiban pejabat publik menurut Pasal 7 ayat (1) UU KIP yaitu menyediakan, memberikan dan/ atau menerbitkan Informasi Publik yang berada dibawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, kecuali informasi yang dikecualikan atas dasar pertimbangan kepatutan dan kepentingan umum.
UU KIP hadir sebagai penegasan pentingnya keterbukaan informasi publik untuk menjamin pembangunan sesuai aspirasi masyarakat. Tujuan tersebut terwujud melalui upaya menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.[8]Lebih lanjut, informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala oleh pejabat publik di antaranya, informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait, dan informasi mengenai laporan keuangan.[9]
Berdasarkan UU Pers, maka upaya menghalang-halangi kerja jurnalistik dapat dikenakan pidana berdasarkan UU Pers. Bahkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai KUHP jika pelangarannya termasuk delik dalam KUHP. Pencarian informasi terkait korupsi misalnya, jelas bahwa informasi tersebut adalah ranah publik. Selama wartawan menggunakan mekanisme jurnalistik, maka setiap pihak terkait wajib melayani jurnalis.
Infotainment Bukan Jurnalistik

Fungsi wartawan sebagai media publik tidak selayaknya menjadikan persoalan privasi sebagai dasar pemberitaan, atau bahkan sebagai bahan pemberitaan. Tindakan pekerja infotainment yang memberitakan privasi seseorang jelas melanggar kode etik jurnalistik. Pasal 9 Kode Etik jurnalistik menyatakan Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Memang pejabat publik seringkali secara otomatis menjadi figur publik, tetapi belum tentu sebaliknya. Meskipun ketokohan pejabat publik dapat saja disinggung dalam pemberitaan, tapi titikberatnya tetap pada persoalan kepentingan publik.    
Selain persoalan privasi, sensasi atas gosip yang sangat berlebihan dalam infotainment juga menyalahi kode etik jurnalistik yang lebih mengedepankan pengungkapan fakta apa adanya. Selain itu, pekerja infotainment juga seringkali mencari sisi-sisi kesalahan seseorang untuk mendapatkan kesan sensasional. Bahkan sering menggunakan diksi opini yang berlebihan untuk membuat informan menerka fakta atas gosip tersebut. Selain mengaburkan kebenaran, tindakan tersebut tentu menimbulkan kerugian terhadap seseorang yang terganggu privasinya. Perilaku tersebut jelas bertentangan dengan kode etik jurnalistik yang menjunjung prinsip akurasi, tidak beritikat buruk, dan tidak mencampuradukka opini dengan fakta.


      [1]Lihat Konsideran Menimbang huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

      [2]Pos Kupang.com. 2012. Wartawan Pos Kupang Diancam Akan Dibunuh. http://kupang.tribunnews.com/2012/12/02/wartawan-pos-kupang-diancam-akan-dibunuh, diakses pada 29 November 2013.
      [3]Detiknews. 2009. Motif Pembunuhan Jurnalis Radar Bali Karena Berita Korupsi, http://news.detik.com/read/2009/05/25/150241/1136767/10/motif-pembunuhan-jurnalis-radar-bali-karena-berita-korupsi, diakses pada 29 November 2013
   [4]Shnews.co. 2013. PWI Praperadilankan Polda DIY, http://www.shnews.co/detile-28631-pwi-praperadilankan-polda-diy-.html, diakses pada 29 November 2013.
              [5]Lihat Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
              [6]Lihat Pasal 1 poin 2 UU KIP
              [7]Lihat Pasal 1 poin 3 UU KIP
              [8]Lihat pasal 3 huruf a UU KIP
              [9]Iihat Pasal 9 ayat (2) UU KIP.

Related posts: