web analytics
header

Ospek Wajib Militer Ala Indonesia

Oleh: Julandi J Juni
Peserta DJD-PCA LPMH-UH / Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas

          Ospek atau orientasi studi dan pengenalan kampus merupakan suatu tahapan wajib yang  harus dilalui oleh mahasiswa baru. Tahap dalam rangka penyempurnaan  status seorang mahasiswa baru menjadi mahasiswa sepenuhnya. Artinya yaitu agar mahasiswa baru dapat memiliki hak yang sama seperti senior mereka setelah melalui tahapan tersebut. Tidak hanya mendapatkan status penuh, kegiatan juga bertujuan agar para mahasiswa baru dapat mengetahui seluk beluk kampus yang menjadi kediaman  mereka selama menjadi civitas akademika.

Kegiatan ospek ini berlangsung selama jangka waktu yang diatur oleh konstitusi tiap-tiap fakultas dalam sebuah universitas. Ada kalanya jangka waktu ospek mahasiswa baru  (Maba) berlangsung selama satu semester. Namun tentu saja, kegiatan ini akan dijadwalkan oleh para panitia ospek sesuai dengan waktu extra setelah mengikuti perkuliahan.

Suasana Pra Pembinaan Mahasiswa Hukum Unhas
Berdasarkan tradisi ospek, selain adanya pengenalan kampus, ospek juga berfungsi menambah wawasan para mahasiswa baru tentang dunia perkuliahan. Ini dimaksudkan agar para mahasiswa baru memiliki dasar dalam menapaki masa-masa perkuliahan. Ini sangat penting karena tiap mahasiswa baru memiliki latar belakang yang berbeda dalam hal pribadi maupun intelektual. Sehingga kegiatan ospek akan menjadi wadah bagi para mahasiswa baru untuk membentuk pemahaman yang sama dan membina hubungan baik antar sesama.

Selain itu, momentum ospek ini teramat sangat bermakna , karena dapat membuat suatu jalinan kekeluargaan yang baik antara senior dan junior. Sehingga menjalani hari-hari dikampus para mahasisa baru tidak canggung lagi dalam berinteraksi antar sesama maupun dengan senior serta para dosen. Namun tentu saja tujuan utama dari kegiatan adalah agar tidak terjadi perpecahan maupun kelompok-kelompok antar mahasiswa yang dapat mengakibatkan “perang” antar mahasiswa, sehingga perlunya sikap toleran dan saling menghormati agar tetap terjaga.

Pergeseran

       Namun pemaknaan ospek telah berubah dan bergeser nilai-nilainya. Tidak hanya menjadi ajang pengenalan kampus, ospek bahkan telah berorientasi menjadi suatu tantangan tersendiri dimata para mahasiswa baru. Bagaimana tidak, selain penanaman nilai di atas, ospek pun telah memiliki nilai tambah yang tentu saja bukan merupakan pencitraan yang baik. Mengapa demikian, karena bentuk nilai tambah itu sendiri bukan berwujud pendidikan berbasis wawasan intelektual maupun pembentukan karakter, melainkan sebuah pendidikan berbasis pengujian mental.

Wajah para mahasiswa baru pun sekejap berubah, dari wajah haru dan gembira akan kesuksesannya dalam menaklukkan tes masuk universitas idaman menjadi wajah dengan ekspresi suram yang dipenuhi rasa khawatir akan nasib mereka diajang ospek nantinya. Reaksi seperti ini sekiranya wajar terpampang dari wajah mahasiswa baru mengingat begitu ekstremnya dunia ospek akhir-akhir ini, tak jarang menelan korban jiwa.

         Seperti kasus yang masih hangat diingatan, meninggalnya seorang mahasiswa baru pada saat masa ospek Fakultas Planologi Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Fikri Dolasmantya Surya. Bagaimana tidak bentuk hukuman maupun sanksi diberikan oleh senior-senior mereka tergolong cukup berat, seperti push up, merayap di tanah sampai kontak fisik pun terjadi. Sanksi seperti ini sering diterapkan dalam dunia militer, karena pelatihan seperti ini bertujuan untuk melatih ketahanan fisik seorang marinir dalam mempertahankan kedaulatan negara.

Apakah mahasiswa membutuhkan sanksi sekeras itu? Apakah mahasiswa baru memerlukan ketahanan fisik yang sama layaknya militer dalam menapaki dunia perkuliahan? Ataukah hal ini merupakan wajib militer yang harus dilewati mahasiswa dalam melindungi citra universitas? Tentu saja tidak, apalagi kasus tersebut terjadi dalam sebuah institusi pendidikan yang dimana seharusnya mahasiswa lebih banyak diarahkan untuk dapat menggunakan wawasan intelektualnya ketimbang kekuatan fisiknya.

            Tanpa sadar, sebenarnya hal-hal seperti ini telah memupuk bibit-bibit anarkis dalam alam pemikiran mahasiswa baru, sehingga tak heran praktek seperti ini pun telah membudaya dalam bentuk teori balas dendam. Selain keinginan mahasiswa baru untuk melakukan balas dendam terhadap angkatan muda, perilaku kekerasan pada masa ospek juga memupuk kebencian yang mendalam antara junior terhadap senior. Walhasil berujung tawuran antara senior dan junior, terlebih lagi tawuran antara fakultas.

Kondisi seperti ini sungguh amat tragis, kegiatan seperti ini akan mencoreng citra universitas dan membuat generasi muda cenderung lebih memilih untuk bekerja dibanding menuntut ilmu dalam dunia perkuliahan. Hingga suatu saat nanti realita yang terjadi adalah bencana yang amat besar, yaitu hilangnya intelektual-intelektual muda penerus bangsa sampai berujung pada hancurnya bangsa Indonesia.

Solusi   

           Dibalik sebuah permasalahan, sesungguhnya jalan menuju perubahan masih belum tertutup. Kemampuan mahasiswa baru dalam membentuk perilaku menghormati terhadap yang lebih tua maupun penyelarasan pemahaman tidak harus dalam bentuk pembinaan mental dan fisik.  Ada kalanya pembinaan dalam bentuk religius dapat diterapkan pada masa ospek mahasiswa baru. Selain mencegah timbulnya kekerasan, pembinaan secara religius akan membentuk kader-kader muda yang lebih toleran antar sesama. Sehingga suasana kekeluargaan yang awalnya hendak dicapai dapat terwujud dengan muda. Di samping itu pembinaan secara religius juga akan membuat para mahasiswa baru untuk lebih memperhatikan langkah mereka dalam menjalani proses sebagai mahasiswa.

Mengapa demikian? tentu saja dengan pembinaan secara religius tiap kegiatan yang dilakukan oeh mahasiswa akan mereka cari dampak positif nya terlebih dahulu karena titik ujung dari pembinaan tersebut akan mengingatkan mereka terhadap tujuan mereka menjalani masa perkuliahan, yaitu menjadi intelektual yang arif dalam membangun bangsa dan Negara.***

Related posts: