![]() |
|
Tampak (dari kanan) Kepala Biro Hukum KPK Catharina M. Girsang dan Moderator Dialog Jupri, pada acara dialog hukum terkait RUU KUHP dan RUU KUHAP, Rabu (2/4). |
Makassar, Eksepsi Online-Forum Diskusi Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) bekerjasama dengan Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Universitas Hasanuddin (LPMH-UH) mengadakan dialog hukum bertema: RUU KUHP dan RUU KUHAP; Menguatkan atau Melemahkan Pemberantasan Korupsi? Acara tersebut berlangsung di Aula Prof Laica Marzuki Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Rabu (2/4). Hadir sebagai pembicara adalah Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Catharina M. Girsang. Selain peserta dialog dari mahasiswa lingkup FH-UH dan mahasiswa dari sejumlah universitas lain, juga hadir sejumlah dosen hukum pidana.
“Dialog ini merupakan rangakaian kegiatan yang diselenggankan Forum Diskusi Mahasiswa Pascasarjana FH-UH, di mana sebelumnya kita melakukan hal yang sama berupa Sarasehan Rancangan KUHP-KUHAP di Hotel Swiss-Belinn pada hari Selasa kemarin, yang dihadiri oleh 40 undangan opinion maker Kota Makassar dan ditutup dengan penandatanganan petisi penolakan Rancangan KUHP KUHAP,” ungkap Jupri, Komisioner Forum Diskusi Mahasiswa Pascasarjana FH-UH.
Sejumlah persoalan yang timbul terkait RUU KUHP dan RUU KUHAP yang masih dibahas oleh komisi III DPR menjadi bahan perbincangan para peserta dialog. Di antaranya terkait Buku II RUU KUHP yang memuat kejahatan korupsi, sehingga pengaturannya tidak lagi secara lex specialis. Akibatnya, korupsi nantinya hanya dianggap kejahatan umum, bukan lagi kejahatan luar biasa. Persoalan lain terkait RUU KUHAP, karena memuat klausul pasal yang akan menghapuskan kewenangan penuntutan KPK, termasuk juga kewenangan penyelidikan, penyadapan, penyitaan, upaya banding, kasasi, dan lain-lain.
Terkait dengan persoalan di atas, sejumlah akademisi, lembaga swadaya masyarakat, badan eksekutif mahasiswa se-Kota Makassar, forum diskusi mahasiswa pascasarjana dari berbagai universitas, tokoh masyarakat, dan pemimpin redaksi media lokal, yang tergabung dalam Masyarakat Sulawesi Selatan (MARSS) Anti Korupsi menandatangani petisi pada hari Selasa (1/4) di Hotel Swiss-Belinn. Isi petisi adalah: mendesak Pemerintah dan DPR menunda pembahasan kedua RUU tersebut; delik korupsi dan delik di luar biasa lainnya tetap diatur dalam undang-undang tersendiri sebagaimana yang berlaku saat ini; RUU KUHAP sebagai hukum pidana formil sebaiknya dibahas setelah dilakukan pembahasan atas RUU KUHP sebagai hukum pidana materiil, sehingga tidak dilakukan bersamaan atau bahkan RUU KUHP lebih dulu.
“Ini penting dibahas karena ternyata kedua rancangan undang-undang tersebut sangat berpotensi melemahkan kerja-kerja pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebagai contoh, adanya pasal yang mengatur tentang kewenangan penyadapan oleh KPK yang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Hakim Pemeriksa Pendahuluan, di mana bila itu disahkan, maka kita tidak bakalan melihat lagi operasi tangkap tangan KPK terhadap para pelaku penggarong uang negara,” tegas Jupri, yang juga selaku moderator dialog.
Terkait dialogtersebut, Catharina M. Girsang memberikan apresiasi karena telah menghasilkan sejumlah pertimbangan berarti kepada KPK terkait kedua RUU tersebut. (RTW)