web analytics
header

Profesi Hukum Banyak Tantangan

Makassar, Eksepsi OnlinePublic services day atau hari pelayanan publik yang diselenggarakan oleh United States Agency International Development (USAID) bekerjasama dengan fakultas hukum unhas (FH-UH) mengadakan talkshow dengan topik Rekrutmen Penegak Hukum: Peluang dan Tantangan. Acara bertempat di Aula Promosi Doktor Prof Dr Zainal Abidin Farid, lantai 3 FH-UH, selasa (29/4). Hadir sebagai pembicara adalah Hakim Tinggi Suhardjono (unsur Mahkamah Agung RI), Jaksa Supardi (Kejaksaan Agung RI), Imam Anshori Saleh (Komisi Yudisial RI), Indro Sugianto (Tim Reformasi Kejaksaan Agung RI) dan Prof Aminuddin Ilmar (Akademisi).

Dalam pemaparannya Supardi menjelaskan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan juga pelaksana putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Jaksa diberi wewenang untuk melakukan tindakan tersebut dalam seluruh lingkup bidang hukum, karena kedudukannya sebagai pengacara negara atau mewakili negara.

Lebih lanjut, Supardi mengungkapkan bersarnya tantangan menjadi seorang jaksa, karena akan berhadapan dengan pelaku pelanggaran hukum yang coba menggoyahkan professionalisme seorang jaksa. Para pelanggar hukum mengintai kelemahan jaksa dari berbagai sudut, muali dari fisik, mental, hingga finansial. Untuk itu ia menegaskan bahwa untuk menjadi seorang jaksa butuh keberanian dalam mempertahankan integritaa. “Jangan takut. Kalau semuanya kita kerjakan dengan baik maka semuanya akan lancar dan semuanya bisa diatasi,” tegasnya.

Selain itu, Aminuddin Ilmar selaku akademisi menuturkan bahwa untuk menghasilkan aparatur penegak hukum yang berintegritas harus dibentuk melalui proses pendidikan. Untuk itu, pembentukan mahasiswa sebagai calon penegak hukum di perguruan tinggi harus dengan metode pendidikan, bukan pengajaran. “Ini mestinya domainnya pada pendidikan, bukan pada pengajaran, karena pengajaran itu adalah transformasi pengetahuan dan keilmuan, tapi tidak mendidik integritas dan moral mahasiswa,” tuturnya.

Proses rekrutmen penegak hukum saat ini, juga dinilai Aminuddin ilmar tidak ideal. “Saya tidak sependapat dengan model sekarang, berupa sentralisasi kewenangan perekrutan oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Saya lebih mengharapkan sebenarnya bahwa proses rekrutmen itu dikembalikan kepada penegakan hukum, misalnya kepada MA dengan supervisi Komisi Yudisial. Kemudian kejaksaan dengan komisi kejaksaaan, dan kopolisian dengan komisi kepolisian. Dengan begitu, setiap institusi akan menilai jumlah personil yang dibutuhkan dan standar perkrutannya. Tapi kita mengharapkan ke depan, misalnya untuk menjadi penyidik di kepolisian tidaklah cukup dengan tamatan Akabri. Kita mengharapkan lulusan terbaik fakultas hukum bisa juga terekrut di kepolisian. Lembaga-lembaga independenlah yang sebaiknya diserahi tugas untuk melakukan proses itu,” ungkapnya.

Ditemui setelah cara berlangsung, Maskun selaku Koordinator Publik Service Day, menyatakan bahwa pemilihan topik talkshow tersebut dilatarbekangi kenyataan bahwa banyak lulusan terbaik dari fakultas hukum yang tidak tertarik berprofesi sebagai penegak hukum. Selain itu, proses rekrutmen yang masuk sarat dengan praktik penyuapan, kolusi, dan nepotisme juga menjadi kendala terciptanya penegak hukum berintegritas. Persoalan lain sulitnya lulusan terekrut sebagai penegak hukum karena mahasiswa saat ini hanya fokus pada teori hukum, tanpa menyeimbangi dengan praktik hukum. “Mahasiswa fakultas hukum jangan hanya handal dari sisi teori hukum, tetapi juga pada praktik hukumnya,” ungkapnya. (SYL)

Related posts: