Makassar, Eksepsi Online-Presiden BEM FH-UH Dhian Fadlhan Hidayat menilai bahwa penetapan organisasi ekstra sebagai penyelenggara ko-kurikuler (kokur) merupakan keputusan sepihak pihak dekanat dan terkesan dipaksakan. Ia menyatakan bahwa organisasi kemahasiswaan selama ini tidak diberikan waktu yang cukup untuk membahas persoalan kokur karena keputusan diambil secara mendadak. Selain itu, ia juga menilai komunikasi organisasi kemahasiswaan dengan dekanat terkait penyeleggaraan kokur dilakukan secara terburu-buru.
“Masalahnya, bahasa WD III ke lembaga kemahasiswaan bahwa dia akan bicarakan dengan dekan. Tapi ternyata sudah ada kesepakatan antara WD III dengan dekan, sehingga lembaga kemahasiswaan kaget itu hari waktu rapat, karena dekan bilang clear semua masalah, kemudian WD III bilang clear. Kami kaget karena masih ada masalah kemudian dikatakan clear,” ungkapnya, Senin (13/10).
Menindaklanjuti persoalan tersebut, Fadlhan berencana akan mengadakan pertemuan kembali dengan Dekan. Ia menilai bahwa keputusan tersebut tidak dapat dianggap sah. “Ada pelangggaran peraturan dan ketentuan dalam Pedoman Mahasiswa Baru Fakultas Hukum Unhas,” ungkap Fadlhan.
Pendapat senada diungkapkan Direktur ALSA LC Unhas Ahmad Tojiwa Ram. Ia menilai penetapan organisasi ekstra sebagai pelaksana kokur dilakukan secara terburu-buru. “Ini (keputusan, Red) sepihak. Kalau saya melihat realitas yang ada, ketua-ketua organisasi ekstra seperti ILSA dan LeDHaK, itu baru tahu beberapa hari sebelum pembukaan. Walaupun sudah dikatakan telah melakukan komunikasi,” ungkapnya.
Ahmad menilai bahwa pihak dekanat tidak mengkomunikasikan secara baik kebijakan baru terkait penyelenggaraan kokur, sehingga sulit menemukan kesepahaman. Ia mencontohkan pelaksanaan kokur Bahasa Inggris yang sebelumnya diselenggarakan oleh UKM ALSA LC Unhas, namun dialihkan ke ILSA Unhas jelang pelaksanaan kokur pada hari Sabtu (11/10), tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan para pihak. “Sebelumnya seharusnya diberikan alasan, karena kan ini namanya sejarah, sesuatu hal yang baru, sehingga perlu ada komunikasi sebelumnya. Karena di rapat pertama pun menyebutkan ALSA sebagai pelaksana kokur Bahasa Inggris, namun terakhir akhirnya dialihkan ke ILSA,” jelasnya.
Ditanyai terkait hal tersebut, Presiden ILSA Unhas, Mutiah Wenda Juniar mengakui bahwa penetapan ILSA sebagai penyelenggaraan kokur dilakukan secara tiba-tiba. Ia mengatakan baru mengetahui info tersebut pada hari Kamis, sehari sebelum rapat terakhir terkait pelaksanaan kokur, Jumat (10/10), atau dua hari sebelum pelaksanaan hari pertama kokur pada hari Sabtu (11/10). Oleh karena itu, ia menuturkan bahwa perampungan Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP) kokur Bahasa Inggris pun dikebut dan diselesikan pada hari Jumat. “Masalah itu sebelumnya saya tidak tahu kalau tiba-tiba begitu. Saya dikasitahu oleh Pak Romi dan langsung ada suratnya (SK, Red). Dan jika sebelumya ada rapat dan sebagainya, saya tidak pernah dikasi tahu,” jelasnya. “Inikan tiba-tiba, otomatis tidak ada persiapan. Meskipun tidak siap, mau tidak mau harus siap,” tambahnya, Senin (13/10).
Di sisi lain, Dekan FH-UH Prof Farida Patittingi mengharapkan agar pelaksanaan kokur dilaksanakan dengan baik. Baginya, keputusan rapat dengan menghadirkan perwakilan dari organisasi penyelenggara kokur dan WD III selaku penangung jawab kokur harus dianggap sah dan tidak boleh diganggu gugat. Untuk itu, ia mengharapkan kokur dilaksanakan sembari mengadakan evaluasi. “Saya inginkan, setelah itu menjadi keputusan, jangan lagi diutak-atik. Kemarin kan sudah diundang semua. Saya sudah jelaskan dan tidak ada yang menyangkali, jadi sudah selesai. Ini kan bukan persyaratan harus dijalankan oleh organisasi intra. Tidak ada dalam pedoman mata kuliah itu. Jadi Kokur adalah mata kuliah yang dikelola oleh fakultas,” jelasnya. (RTW)