Makassar, Eksepsi Online – United Nations High Commissioner for Refungees (UNHCR) merupakan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berdiri sejak 14 Desember 1950. Khusus perwakilannya di Indonesia, didirikan pada tahun 1979. UNHCR memiliki fungsi utama untuk memberikan perlindungan internasional bagi pengungsi, mencarikan solusi jangka panjang bagi persoalan pengungsi, mempromosikan hukum pengungsi international. Hal itu diungkapkan Perwakilan UNHCR untuk Indonesia Nurul Rochayati pada acara Seminar Hukum Pengungsi Internasional serta Peranan UNHCR di Indonesia. Acara tersebut diselenggarakan International Law Study Asosiation (ILSA) di Ruang Promosi Doktor Fakultas Hukum Unhas, Rabu (29/10).
“Indonesia telah terdaftar sebagai negara penerima pengungsi ke-13 di wilayah Asia dengan jumlah 10.029 orang pengungsi. Indonesia memiliki titik perwakilan UNHCR di kota-kota besar, di antaranya Makassar, Manado, Surabaya dan Medan,” ungkap Nurul.
Mengenai pemberian status terhadap pengungsi international, kata Nurul didasarkan pada faktor subjektif dan objektif. Faktor subjektif terkait perlindungan kebebasan dan keselamatan diri pengungsi terhadap penuntutan berdasarkan hukum negaranya. Sedangkan faktor objektif terkait situasi dan kondisi yang menyebabkan seseorang terpaksa mengungsi, misalnya perbedaan ras, perbedaan agama, atau karena persoalan politik.
Secara teknis, Nurul menjelaskan bahwa proses registrasi akan dilakukan UNHCR terhadap orang yang mengaku mencari suaka di indonesia. Registrasi dilakukan di kantor UNHCR maupun rumah detensi imigrasi, atau kantor imigrasi seluruh Indonesia. UNHCR kemudian menerbitkan sertifikat pencari suaka dan kartu pengungsi sebagai pengganti izin tinggal di indonesia. Meskipun demikian, penentuan status sebagai pengungsi harus melewati tahapan verifikasi. “Penentuan status pengungsi dilaksanakan dalam bentuk wawancara untuk melihat apakah pencari suaka memenuhi kritria pengungsi. Pengungsi yang permohonanya ditolak dapat mengajukan banding,” jelas Nurul.
Pemateri lainnya, Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas Iin Karita Sakharina menyatakan bahwa pada dasarnya seseorang terpaksa menjadi pengungsi untuk menyelamatkan diri. Untuk memberikan perlindungan, dalam hukum pengungsi terdapat lima prinsip umum, yaitu prinsip suaka, nonekstradisi, non-refoulement, hak dan kewajiban negara terhadap para penggungsi, serta kemudahan fasilitas yang diberikan oleh negara bersangkutan terhadap penggungsi.
Iin menambahkan bahwa terdapat tiga bentuk pengungsi, yaitu pengungsi statuta berupa orang yang memenuhi kriteria sebagai pengunggsi menurut instrument-instrumen international sebelum tahun 1951. Pengunggsi perang adalah mereka yang terpaksa meninggalkan negara asalnya akibat pertikaian bersenjata yang bersifat international dan nasional yang tidak dianggap pengungsi biasa menurut konvensi 1951 dan protokol 1967. Selian itu, ada juga pengungsi mandat, yaitu seseorang yang mengklaim dirinya pencari suaka serta diberi status dan kartu identitas oleh UNHCR.
Lebih lanjut, Iin mengungkapkan bahwa meskipun Indonesia tidak meratifikasi aturan perlindunggan pengunggsi, namun Indonesia tetap berkewajiban untuk memperlakukan pengungsi dengan baik, “sebagai bagian dari masyarakat international, merujuk pada prinsip non-refoulement pada pasal 14 ayat (1) Universal Declaration Of Human Rights,” jelasnya. (RAP)